Islam telah memberikan
berbagai solusi kepada manusia untuk menggapai derajat spiritual tinggi dan
ketenangan jiwa. Salah satunya adalah ritual ibadah dan di antara ritual ini,
ibadah haji menempati posisi cukup signifikan dalam menempa jiwa manusia. Di
berbagai riwayat Islam disebutkan haji termasuk penyempurna syariat, bendera
Islam serta salah satu dari rukun Islam.
Di sisi lain, ilmu
psikologi menyebut haji sebagai faktor konstruktif bagi manusia dan mampu
menghapus rasa khawatir serta kesedihan yang menghinggapi manusia. Namun jangan
dilupakan bahwa haji yang memiliki pengaruh konstruktif ini adalah ibadah haji
yang dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu,
tak heran jika sejumlah pengamat menfokuskan risetnya pada sisi moral, politik,
sosial, ekonomi dan bahkan psikologi haji.
Sejarah menyebutkan
kecenderungan manusia terhadap agama telah ada sejak lama dan agama menjadi
bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Frankl Viktor,
psikolog asal Austria meyakini kecenderungan beragama memiliki akar yang
mendalam di setiap alam bawah sadar manusia. Riset ilmiah membuktikan semakin
tinggi tingkat religius seseorang maka manusia semakin kebal tarhadap gangguan
kejiwaan serta prilaku menyimpang.
Calr Gustav Jung, pemikir
dan psikolog Swiss di bukunya "Psikologi Agama" menulis, "Saya
sepenuhnya yakin bahwa keyakinan dan ritual agama paling tidak dari sisi
kesehatan kejiwaan memiliki pengaruh penting." Prilaku dan keyakinan
seperti tawakal kepada Tuhan, doa, ziarah serta ibadah lainnya memberi pengaruh
positif serta ketenangan jiwa. Keyakinan akan adanya Tuhan Sang Pencipta dan
mengawasi setiap gerak hamba serta akan memberi pahala bagi setiap amalan saleh
mampu menurunkan instabilitas kejiwaan.
Mayoritas mereka yang beriman
menyebut interaksi dirinya dengan Tuhan tak ubahnya hubungan dengan seorang
sahabat dekat. Orang mukmin meyakini mampu menghapus dampak buruk dari
kegagalan dan kondisi sulit yang mereka hadapi dengan bertawakal serta
menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan. Komunitas masyarakat yang beragama
di kehidupan modern saat ini lebih sehat ketimbang mereka yang tidak percaya
pada agama, karena dengan menjalankan tuntutan agama mereka berprilaku lebih
sehat.
Ritual haji bukan
sekedar amalan biasa. Jika kita telusuri lebih mendalam melalui kaca mata sains
dan ilmu modern, kita akan sampai pada kesimpulan mengagumkan, khususnya dari
sisi psikologi. Haji adalah perjalanan spiritual dan kejiwaan. Perjalanan ini
memiliki daya tarik tersendiri dan pelakunyamerasakan perasaan manis ketika
menempuh perjalanan spiritual ini. Ketika manusia melakukan ibadah haji, ia
merasakan pengalaman baru berupa kebebasan yang menggembirakan. Perasaan
gembira saat menempuh perjalanan spiritual haji juga berefek dalam kejiwaan dan
bertahan lama dalam diri manusia.
Saat menempuh perjalanan
biasa terkadang tumbuh perasaan asing dan kesendirian dalam diri manusia. Ia
kadang merasa dirinya berada di tengah-tengah orang asing. Namun ketika tujuan
perjalanan ini memiliki dimensi ketuhanan dan dilakukan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan maka ia tidak akan merasa asing lagi. Karena kedekatan sang
musafir dengan tujuannya membuatnya semakin bergairah untuk segera menemui sang
tuan rumah. Oleh karena itu, perjalanan haji sangat berbeda dengan perjalanan
biasa.
Manusia biasanya
melakukan suatu perjalanan untuk menjahui dirinya sendiri dan berusaha
melupakannya untuk beberapa waktu. Sebaliknya perjalanan haji membuat seseorang
semakin dekat dengan dirinya dan merenungkan hakikat serta jati dirinya yang
sebenarnya. Sejatinya haji adalah perjalanan internal seseorang untuk
mengintropeksi diri. Di perjalanan biasa terkadang manusia secara tak sadar
melakukan perbuatan yang merugikan dirinya. Namun di perjalanan haji, seseorang
memiliki kesempatan untuk membersihkan diri dari sifat-sifat tak terpuji.
Hal inilah yang
mendorong mayoritas psikolog menyebut perjamuan akbar dan ritual haji sebagai
sarana paling tepat bagi kesehatan jiwa manusia. Menurut mereka, kebanyakan
depresi dan gangguan kejiwaan yang dialami manusia dapat diobati melalui
amalan-amalan ibadah haji. Haji juga dapat disebut sebagai perjalanan dan
pengalaman pribadi yang mampu mendekatkan manusia pada jati dirinya yang
sejati.
Di perjalanan biasa,
kondisi sosial dan ekonomi selaras dengan tujuan sang musafir. Namun di
perjalanan haji, seluruh manusia dari berbagai kelas menuju tujuan yang sama
dan berkumpul tanpa membedakan strata sosial yang dimilikinya. Dengan memakai
pakaian yang seragam saat haji sebenarnya manusia telah melepaskan diri dari
pangkat dan strata duniawi. Kondisi ini secara psikologis sangat penting,
karena kesedihan dapat ditanggung bersama dan kegembiraan pun dibagi sesama
jemaah lainnya.
Pekerjaan yang dilakukan
secara kolektif serta melalui ritual bersama haji membuka peluang bagi manusia
untuk bersosial dan lepas dari rasa egoisme yang kerap menjeratnya, atau paling
tidak menjahui sikap ini. Rasa kebersamaan yang digalang melalui kepercayaan
kolektif, di tengah-tengah dunia yang dipenuhi perseteruan pribadi dan sosial,
merupakan nikmat besar yang harus disyukuri.
Salah satu kendala
sosial yang dihadapi masyarakat modern pudarnya rasa kemanusiaan dan minimnya
perasaan. Di ritual haji, manusia kembali menemukan kesempatan untuk memupuk
kembali rasa kemanusiaan dengan persatuan dan mengerjakan ritual kolektif haji,
sehingga mereka dapat mengecap kembali kelezatan nilai kemanusiaan. Dengan kata
lain, perjalanan haji menjadi kesempatan untuk mendidik diri memahami persamaan
derajat dan persaudaraan.
Kesulitan kehidupan
sosial membuat manusia terjebak dalam berbagai kendala kehidupan dan lupa akan
dirinya sendiri. Haji sarana bagi manusia untuk melepaskan diri dari kondisi
kejiwaan sosial seperti ini. Dan ia mampu memperbaruhi diri dan kehidupannya
yang menjemukan. Dalam pandangan psikologi, perjalanan haji adalah perjalanan
mendidik yang membantu seseorang untuk memulihkan kesehatan jiwanya. Dalam
pandangan sosiolog, ritual haji menjadi teladan bagi rasa solidaritas dan
kehidupan bersosial. Ritual haji juga dapat dijadikan obyek penelitian ilmiah.
Sementara itu, Imam Ali
as banyak menyinggung tentang rahasia dan filsafat haji. Imam Ali as
dalam salah satu khutbahnya yang tercantum dalam buku Nahjul Balaghah berkata,
"Allah Swt mewajibkan ibadah haji kepada kalian dengan menempuh perjalanan
ke rumah-Nya yang dijadikan sebagai kiblat ummat Islam. Jamaah haji bak orang
yang haus menemukan air dan meminumnya hingga lepas dari dahaga. Mereka
berbondong-bondong mendatangi tempat tersebut seperti burung merpati yang
mandatangi kandang dengan rasa rindu yang luar biasa. Allah Swt telah
menjadikan Ka'bah supaya manusia tunduk di hadapan kebesaran-Nya."
Di tengah kehidupan
sehari-hari terdapat pembagian sosial. Ada orang yang punya jabatan di bidang
hukum, sosial dan politik. Di antara mereka juga ada yang mempunya suku yang
lebih unggul dan rendah. Ada juga manusia yang kaya dan miskin. Akan
tetapi Imam Ali as mengingatkan pembagian sosial itu bukanlah standar sesungguhnya.
Akan tetapi standar sebenarnya di mata Allah hanya keyakinan kepada Allah Swt.
Keyakinan ini lebih menonjol dari ibadah-ibadah lainnya. Dalam ibadah haji,
semua orang dari berbagai negara baik kulit putih, hitam, kaya miskin, kuat
lemah, ulama, awam, pejabat maupun warga biasa, semuanya berkumpul pada satu
tempat tanpa pandang bulu. Persatuan ideologi yang tercermin dalam ibadah haji,
menjadi sisi persamaan yang menonjol di tengah ummat Islam. Imam Ali dalam
sebuah kata mutiaranya mengibaratkan tawaf para jamaah haji sebagai tawaf para
penghuni singgasana ilahi. Imam Ali berkata, "Mereka mirip dengan para
malaikat yang mengitari singgasana ilahi."
Menurut pandangan Imam Ali
as, para jamaah haji yang berhasil melakukan ibadah haji, sama halnya dengan
melangkah kaki seperti yang dilakukan para nabi dan menggabungkan diri
bersama mereka dalam derajat ibadah dan ketundukan di hadapan Allah Swt. Imam
Ali as berkata, "Mereka melakukan wukuf di tempat berdirinya para
nabi." (Sumber: IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar