Selasa, 01 Oktober 2013

Syi'ah Menolak Isu Tahrif al-Qur'an

Sesungguhnya Syi'ah mempercayai bahwa al-Qur'an yang ada sekarang adalah benar dan mereka beramal dengannya. Tetapi tidak dinafikan bahwa terdapat kitab-kitab karangan ulama Syi'ah seperti al-Kulaini dan lain-lain yang telah mencatat tentang kurang atau lebihnya ayat-ayat al-Qur'an yang ada sekarang, tetapi ketahuilah bahwa tidak semua riwayat itu sahih bahkan ada yang sahih dan ada yang dha'if. Contohnya al-Kulaini telah meriwayatkan di dalam al-Kafi bahwa Rasulullah SAAW telah dilahirkan pada 12 Rabi'ul Awwal tetapi ditolak oleh mayoritas ulama Syi'ah karena mereka berpendapat bahwa Nabi SAAW telah dilahirkan pada 17 Rabi'ul Awwal.
Begitu juga mereka menolak kitab al-Hassan bin al-'Abbas bin al-Harisy yang dicatat oleh al-Kulaini di dalam al-Kafi, bahkan mereka mencela kitab tersebut. Begitu juga mereka menolak riwayat al-Kulaini bahwa Nabi yang disembelihkan itu adalah Nabi Ishaq bukan Nabi Isma'il AS (al-Kafi, IV, hlm. 205). Dengan demikian riwayat al-Kulaini tentang kekurangan dan penambahan ayat-ayat al-Qur'an adalah riwayat yang lemah (Majallah Turuthuna, Bil. XI, hlm. 104).

Karena ulama Syi'ah sendiri telah menjelaskan kelemahan-kelemahan yang terdapat di dalam al-Kafi, bahkan mereka menolak sebagian besar riwayat al-Kulaini. Begitu juga dengan kitab al-Istibsar fi al-Din, Tahdhib al-Ahkam karangan al-Tusi dan Man La Yahdhuruhu al-Faqih karangan Ibn Babuwaih, sekalipun 4 buku tersebut dianggap muktabar di dalam mazhab Syi'ah, umpamanya al-Kafi yang mempunyai 16,199 hadits telah dibagi menjadi 5 bagian antara lain :
1.       Sahih, mengandungi 5,072 hadith.
2.       Hasan, 144 hadits.
3.      Al-Muwaththaq, 1128 hadits (yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang yang bukan Syi'h tetapi mereka dipercayai oleh Syi'ah).
4.       Al-Qawiyy, 302 hadith.
5.     Dhaif, 9,480 hadits. (Lihat Sayyid Ali al-Milani, al-Riwayat Li Ahadith al-Tahrif di dalam Turuthuna, Bil. 2, Ramadhan 1407 Hijrah, hlm. 257).

Oleh karena itu riwayat-riwayat tentang penambahan dan kekurangan al-Qur'an telah ditolak oleh ulama Syi'ah Imamiyah mazhab Ja'fari sejak dahulu sampai sekarang. Syaikh al-Saduq (w. 381H) menyatakan "i'tiqad kami bahwa al-Qur'an yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAAW ialah di antara dua kulit (buku) yaitu al-Qur'an yang berada di tangan kaum muslim dan tidak lebih dari itu. Setiap orang yang mengatakan al-Qur'an lebih dari itu adalah suatu pembohongan." (I'tiqad Syaikh al-Saduq, hlm. 93).

Syaikh al-Mufid (w. 413H) menegaskan bahwa al-Qur'an tidak kurang sekalipun satu kalimah, satu ayat ataupun satu surah (Awa'il al-Maqalat, hlm. 55).

Syarif al-Murtadha (w. 436H) menyatakan al-Qur'an telah dijaga dengan rapi kerana ia adalah mu'jizat dan sumber ilmu-ilmu Syara', bagaimana mungkin ia dapat diubah dan dikurangi? Selanjutnya beliau menyatakan bahwa orang yang mengatakan al-Qur'an itu kurang atau lebih tidak boleh dipegang pendapat mereka (al-Tabrasi, Majma' al-Bayan, I, hlm. 15).

Syaikh al-Tusi (w.460H) menegaskan bahwa pendapat mengenai kurang atau lebihnya al-Qur'an adalah tidak layak bagi  mazhab kita (al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an, I, hlm.3).

Begitu juga pendapat al-Allamah Tabataba'i dalam Tafsir al-Mizan, Jilid 7, hlm. 90 dan al-Khu'i dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azim, I, hlm. 100, mereka menegaskan bahwa al-Qur'an yang ada sekarang itulah yang betul dan tidak ada penyelewengan. Demikianlah sebagian dari pendapat-pendapat ulama Syi'ah dahulu dan sekarang yang mengakui kesahihan al-Qur'an yang ada pada hari ini. Imam Ja'far al-Sadiq AS berkata, "Apabila datang kepada kamu dua hadits yang bertentangan maka hendaklah kamu membentangkan kedua-duanya dihadapan Kitab Allah dan jika tidak bertentangan dengan Kitab Allah, maka ambillah dan jika bertentangan Kitab Allah, maka tinggalkanlah" (Syaikh, al-Ansari, al-Rasa'il, hlm. 446).

Kata-kata Imam Ja'far al-Sadiq itu menunjukkan al-Qur'an yang ada sekarang ini adalah al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi SAAW tanpa tambah dan kurang. Oleh karena itu keyakinan mazhab Syi'ah Ja'fari sama dengan mazhab Ahlus-Sunnah dari segi keterjagaan al-Qur'an dari penyelewengan, tetapi yang aneh ialah terdapat banyak riwayat di dalam buku-buku Sahih Ahlu s-Sunnah sendiri yang mencatat bahwa al-Qur'an telah ditambah, dikurang dan ditukarkan, di antaranya seperti berikut:
1.    Al-Bukhari di dalam Sahihnya, VI, hlm.210 menyatakan (Surah al-Lail (92):3 telah ditambah perkataan "Ma Khalaqa" pada ayat yang asal ialah "Wa al-Dzakari wa al-Untsa" tanpa "Ma Khalaqa". Hadits ini diriwayatkan oleh Abu al-Darda', kemudian dicatat pula oleh Muslim, Sahih, I, hlm.565; al-Turmudhi, Sahih, V, hlm.191.
2.     Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm.94; al-Turmudhi, Sahih, V, hlm.191 menyatakan (Surah al-Dhariyat (51):58 telah diubah dari teks asalnya yaitu, "Inni Ana r-Razzaq" kepada "Innallah Huwa r-Razzaq" yaitu teks sekarang.
3.     Muslim, Sahih, I, hlm.726; al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm.224 meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari, "Kami membaca satu surah seperti Surah al-Bara'ah dari segi panjangnya, tetapi aku telah lupa, hanya aku mengingat sepotong dari ayatnya, "Sekiranya anak Adam (manusia) mempunyai dua wadi dari harta, niscaya dia akan mencari wadi yang ketiga dan perutnya tidak akan dipenuhi melainkan dengan tanah."
4.      Al-Suyuti, al-Itqan, II, hlm.82, meriwayatkan bahwa 'Aisyah menyatakan Surah al-Ahzab (33):56 pada masa Nabi SAAW adalah lebih panjang yaitu dibaca "Wa'ala al-Ladhina Yusaluna al-Sufuf al-Uwal" setelah "Innalla ha wa Mala'ikatahu Yusalluna 'Ala al-Nabi..." Aisyah berkata,"Yaitu sebelum Utsman mengubah mushaf-mushaf."
5.     Al-Muslim, Sahih, II,  hlm. 726, meriwayatkan  bahwa Abu Musa al-Asy'ari membaca  setelah  Surah al-Shaf (61) : 2, "Fatuktabu syahadatan fi A'naqikum..."tetapi ia tidak dimasukkan ke dalam al-Qur'an sekarang.
6.      Al-Suyuti, al-Itqan, I, hlm.226 menyatakan bahwa dua surah yang bernama "al-Khal" dan "al-Hafd" telah ditulis dalam mushaf Ubay bin Ka'b dan mushaf Ibn 'Abbas, sesungguhnya 'Ali AS mengajar kedua surah tersebut kepada Abdullah al-Ghafiqi, 'Umar dan Abu Musa al-Asy'ari juga membacanya.
7.    Malik, al-Muwatta', I, hlm.138 meriwayatkan dari 'Umru bin Nafi' bahawa Hafsah telah meng'imla' "Wa Salati al-Asr" setelah Surah al-Baqarah (2): 238 dan ia tidak ada dalam al-Qur'an sekarang. Penambahan itu telah diriwayatkan juga oleh Muslim, Ibn, Hanbal, al-Bukhari, dan lain-lain.
8.     Al-Bukhari, Sahih, VIII, hlm.208 mencatat bahwa ayat al-Raghbah adalah bagian dari al-Qur'an yaitu "La Targhabu 'an Aba'ikum" tetapi ia tidak ada di dalam al-Qur'an yang ada sekarang.
9.       Al-Suyuti, al-Itqan, III, hlm.82; al-Durr al-Manthur, V, hlm.180 meriwayatkan daripada 'Aisyah bahwa dia berkata, "Surah al-Ahzab dibaca pada zaman Rasulullah SAAW sebanyak 200 ayat, tetapi pada masa 'Utsman menulis mushaf ia tinggal 173 ayat saja."
10.    Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, V, hlm.192 mencatat bahwa di sana terdapat ayat yang tertinggal setelah Surah al-Ahzab (33):25 yaitu "Bi 'Ali bin Abi Talib". Jadi ayat itu dibaca, "Kafa Llahul Mu'minin al-Qital bi 'Ali bin Abi Talib."
11.  Ibn Majah, al-Sunan, I, hlm.625 mencatat riwayat dari 'Aisyah dia berkata: ayat al-Radha'ah sebanyak 10 kali telah diturunkan oleh Allah dan ia ditulis dalam mushaf di bawah katilku, tetapi manakala wafat Rasulullah SAWAW dan kami sibuk dengan kewafatannya, maka ia hilang.
12.   Al-Suyuti, al-Itqan, III, hlm.41 mencatatkan riwayat dari 'Abdullah bin 'Umar, dari bapaknya, 'Umar bin al-Khattab, dia berkata, "Janganlah seorang berkata aku telah mengambil keseluruhan al-Qur'an, apakah dia tahu keseluruhan al-Qur'an itu? Sesungguhnya sebagian al-Qur'an telah hilang dan katakan saja aku telah mengambil al-Qur'an mana yang ada."

Ini berarti sebagian al-Qur'an telah hilang. Demikianlah diantara catatan para ulama Ahlu s-Sunnah mengenai al-Qur'an yang telah mengalami penambahan dan pengurangan yang terdapat di dalam buku-buku Sahih dan muktabar mereka. Bagi orang yang mempercayai bahwa semua yang tercatat di dalam sahih-sahih tersebut adalah betul dan wajib dipercayai, akan menghadapi dilema, kerana kepercayaan demikian akan membawa mereka kepada keyakinan bahwa al-Qur'an yang ada sekarang tidak sempurna, ada berkurangan atau berlebihan. Jika mereka mempercayai al-Qur'an yang ada sekarang adalah sempurna, ini berarti kitab-kitab sahih mereka tidak sempurna dan tidak sahih lagi. Bagi Syi'ah mereka tidak menghadapi dilema ini kerana mereka berpendapat bahwa tidak semua riwayat di dalam buku-buku mereka seperti al-Kafi, al-Istibsar fi al-Din dan lain-lain adalah sahih, bahkan terdapat juga riwayat-riwayat yang lemah.

Oleh karena itu untuk mempercayai bahwa al-Qur'an yang ada sekarang ini sempurna sebagaimana yang dipercayai oleh Syi'ah mazhab Ja'fari, maka Ahlu s-Sunnah terpaksa menolak riwayat-riwayat tersebut demi mempertahankan kesempurnaan al-Qur'an. Dan mereka juga harus menolak riwayat-riwayat yang bertentangan dengan al-Qur'an dan akal seperti hadith yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, "Sesungguhnya Neraka Jahanam tidak akan penuh sehingga Allah meletakkan kakiNya, maka Neraka Jahanam berkata: Cukup, cukup."(Al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 127; Muslim, Sahih, II, hlm. 482). Hadith ini adalah bertentangan dengan ayat al-Qur'an Surah al-Sajdah (32):13 yang bermaksud,...."Sesungguhnya Aku akan penuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia." Juga bertentangan dengan Surah al-Syura (42):11 yang menafikan tajsim "Tidak ada suatu pun yang menyerupaiNya." Lantaran itu, tidak heran jika al-Suyuti di dalam Tadrib al-Rawi, hlm. 36 menyatakan bahwa al-Bukhari telah mengambil lebih 480 periwayat yang tidak disebut atau diambil oleh Muslim dan ia mengandung para periwayat yang lemah, yang disebabkan oleh pembohongan dan sebagainya, sementara Muslim pula mengambil 620 periwayat yang tidak disebut atau diambil oleh al-Bukhari dan terdapat di dalamnya 160 periwayat yang lemah. Murtadha al-Askari pula menulis buku berjudul 150 sahabat khayalan, Beirut, 1968. Hanya nama-nama mereka saja yang disebutkan oleh al-Bukhari dan Muslim tetapi mereka sebenarnya tidak pernah ada. Oleh karena itu 'sahih" adalah nama buku yang diberikan oleh orang tertentu, misalnya al-Bukhari menamakannya 'Sahih" yaitu sahih menurut pandangannya, begitu juga Muslim menamakan bukunya 'Sahih" yaitu sahih menurut pandangannya. Justeru itu buku-buku 'sahih' tersebut hendaklah dinilai dengan al-Qur'an, kerana Sahih yang sebenar adalah sahih di sisi Allah SWT. Dan al-Qur'an menjadi  saksi bahwa al-Qur'an yang ada di hadapan kita ini adalah sahih dan tidak boleh diperselisihkan lagi. Dengan itu tidak ada lagi yang menganggap Syi'ah mempunyai al-Qur'an 'lebih atau kurang' isi kandungannnya, kerana mereka sendiri menolaknya. Dan ia telah dicatat di dalam buku-buku Sahih dan muktabar Ahlu s-Sunnah tetapi mereka juga menolaknya.

Dengan demikian Syi'ah dan Sunnah adalah bersaudara di dalam Islam dan mereka wajib mempertahankan al-Qur'an dan beramal dengan hukumnya tanpa menjadikan 'ijtihad' sebagai alasan untuk menolak (hukum)nya pula.[]

Tidak ada komentar: