Sebagian orang nampak menonjol dibanding orang lain. Mereka adalah
orang-orang yang punya kearifan dalam memandang kehidupan yang mencari hakikat
dan ketinggian jiwa bukan kenikmatan dunia. Mereka inilah orang-orang yang
menggali ilmu dan hakikat lalu mengajarkannya kepada masyarakat.
Salah satu dari mereka adalah Ayatullah al-Udzma Sheikh Jafar Sobhani yang telah mewakafkan kehidupannya untuk pengembangan ilmu-ilmu Islam. Selama berpuluh tahun, Ayatullah Sobhani aktif mengajar, menulis, melakukan banyak telaah di berbagai bidang ilmu Islam dan mendidik murid. Beliau mendalami sejumlah disiplin ilmu seperti filsafat, kalam, fikih, tafsir al-Quran, hadis dan sejarah. Selain itu, ulama ini juga termasuk tokoh Islam yang menyerukan persatuan umat. Beliau menjalin hubungan dengan banyak ulama berbagai mazhab di banyak negara.
Salah satu dari mereka adalah Ayatullah al-Udzma Sheikh Jafar Sobhani yang telah mewakafkan kehidupannya untuk pengembangan ilmu-ilmu Islam. Selama berpuluh tahun, Ayatullah Sobhani aktif mengajar, menulis, melakukan banyak telaah di berbagai bidang ilmu Islam dan mendidik murid. Beliau mendalami sejumlah disiplin ilmu seperti filsafat, kalam, fikih, tafsir al-Quran, hadis dan sejarah. Selain itu, ulama ini juga termasuk tokoh Islam yang menyerukan persatuan umat. Beliau menjalin hubungan dengan banyak ulama berbagai mazhab di banyak negara.
Ayatullah Jafar Sobhani lahir pada tahun 1929 di
kota Tabriz, Iran. Ayahnya adalah ulama yang selama 50 tahun aktif mengajar,
bertablig dan menulis buku. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Jafar
Sobhani mempelajari tata bahasa dan sastra Persia. Dalam periode ini dia
membaca karya-karya besar sastra Persia seperti Golestan, Bustan, Tarikh Mo'jam
dan lainnya. Menginjak usia 14 tahun, dia masuk ke sekolah agama Talebiyah di
kota Tabriz dan mulai mempelajari ilmu-ilmu dasar Islam. Masih di usia remaja,
Sobhani sudah menunjukkan bakatnya yang luar biasa dalam menulis. Di masa ini,
dia mulai menulis karya-karya pemikirannya. Setidaknya ada dua buku yang
ditulisnya saat masih berusia 17 tahun, salah satunya berhubungan dengan ilmu
mantiq dan kedua ilmu ma'ani dan bayan yang ia tulis dalam bahasa Arab.
Tahun 1947, Jafar Sobhani yang masih berusia 18
tahun meninggalkan kota kelahirannya menuju kota Qom untuk melanjutkan
pendidikan di sekolah agama hauzah ilmiah di kota itu. Berkat keluasan ilmunya
dibanding anak-anak sebaya, Sobhani mendapat izin untuk mengajar di hauzah.
Sobhani berguru kepada para ulama besar di hauzah ilmiah Qom dan dengan tekun
menggali ilmu-ilmu agama. Kecenderungannya kepada ilmu-ilmu logika dan
pemikiran mendorongnya untuk mempelajari filsafat dan berguru kepada filsuf
besar Allamah Thabathabai. Guru lain Ayatullah Sobhani di hauzah ilmiah Qom
adalah Imam Khomeini. Ketertarikan kepada pelajaran Imam Khomeini memotivasinya
untuk menulis semua pelajaran sang guru dan membukukannya. Pekerjaan ini
berlangsung selama tujuh tahun.
Tahun 1975 dan setelah didesak oleh para ulama
dan santri di hauzah ilmiah Qom, Ayatullah Jafar Sobhani mulai menggelar
pelajaran fikih dan ushul tingkat tinggi. Kuliah fikih dan ushul yang
disampaikan Ayatullah Sobhani merupakan salah satu kuliah yang paling diminati
di hauzah ilmiah Qom. Setidaknya 600 santri menghadiri kuliah tingkat tinggi
ini. Materi kuliah Ayatullah Sobhani dibukukan oleh sejumlah muridnya. Selain
mengajar fikih, ushul, dan filsafat, Sobhani juga mencurahkan perhatian yang
sangat besar kepada pembahasan tauhid atau aqidah dan tasfir al-Quran. Materi
pelajarannya dibukukan oleh tim penulis yang terdiri dari murid-muridnya dan kini
bisa dinikmati oleh para pencinta ilmu setelah dicetak dalam bentuk buku.
Dalam menyampaikan kritik atas pandangan orang
lain, Ayatullah Sobhani selalu mengedepankan akhlak. Dia mengkritik dengan
bahasa yang sopan dan pandangan yang tajam dan argumentatif. Kelas kuliahnya
mengkombinasikan antara ilmu dan akhlak. Banyak murid beliau yang saat ini
sudah menjadi ulama besar, penulis kenamaan, dosen, pengajar hauzah, wakil
rakyat di parlemen, dan imam Jumat.
Sepanjang hidupnya, Ayatullah Sobhani tak pernah
terpisah dari gerakan budaya dan politik di Iran. Misalnya, antara tahun
1958-1959 ketika terjadi kevakuman pemikiran di tengah generasi muda Iran dan
seiring dengan itu media-media massa yang hanya mengekor kebijakan rezim
Pahlevi ikut merusak moral rakyat, Ustad Sobhani bersama sejumlah ulama muda
lainnya menerbitkan majalah ilmiah dan Islami. Majalah ini disambut dengan suka
cita oleh berbagai kalangan dan rakyat Iran yang religius. Sobhani menulis
berbagai makalah di majalah yang diberi nama ‘Darshaii az Maktab-e Islam' ini.
Sampai sekarang majalah ini masih terbit. Lewat majalah tersebut Ayatullah
Sobhani dan timnya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para
pemuda.
Ayatullah Sobhani selalu menanggapi setiap
pertanyaan dengan wajah berseri dan lapang dada. Jawaban-jawaban yang
diberikannya selalu tajam dan menarik. Salah satu contohnya adalah jawaban
beliau atas pertanyaan, ‘bisakah ilmu fisika menafikan metafisika?'. Ayatullah
Sobhani menjawab, "Fisikawan yang menafikan keberadaan alam metafisika
persis seperti janin di dalam rahim yang menafikan keberadaan langit, bumi,
lautan, dan samudera lalu mengatakan bahwa dunia dengan barat dan timurnya tak
lebih dari dinding rahim ibu tempatku berada. Sikap seperti itu tidak bisa
diterima. Ketika janin itu keluar dari rahim dan menyaksikan alam lain yang
tidak pernah bisa ia kenali sebelumnya dia akan menyesali pandangannya yang
lalu. Dia hanya bisa mengambil kesimpulan di lingkup telaahnya bukan memutuskan
sesuatu yang sarana untuk mengenalnya tidak ia miliki."
Ustad Ayatullah Sobhani terhitung sebagai salah
seorang ulama pejuang di masa perjuangan melawan rezim despotik Pahlevi.
Namanya selalu tertera di semua statemen yang dirilis oleh para guru hauzah
ilmiah Qom. Setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran Sobhani yang merasa
terpanggil oleh kondisi saat itu dan dengan dukungan Imam Khomeini, mencalonkan
diri sebagai kandidat Dewan Ahli Penyusunan Undang-Undang Dasar mewakili warga
provinsi Azerbaijan Timur. Dia terpilih dengan mengantongi dukungan jutaan
suara. Di dewan ini, Ayatullah Sobhani memainkan peran penting dalam menyusun
UUD Republik Islam Iran.
Saat ini, Ayatullah Sobhani dipandang sebagai
salah seorang ulama besar di hauzah ilmiah Qom. Beliau banyak menghadiri
seminar dan konferensi ilmiah dengan membawakan makalah atau menyampaikan
pandangannya. Dalam setiap konferensi yang dihadiri oleh banyak pemikir Arab,
beliau komitmen untuk menyampaikan pidatonya dalam bahasa Arab yang fasih.
Banyak buku beliau yang diterbitkan di Lebanon dan mendapat sambutan para
pemikir dan kalangan intelektual Arab.
Sejak usia remaja Ayatullah Sobhani sudah
menunjukkan bakat luar biasa dalam menulis. Penguasannya atas bahasa Arab dan
tata bahasa Persia secara mendalam, semakin memperindah dan mempertajam gaya
penulisannya. Sobhani termasuk salah seorang ulama Syiah saat ini yang punya
banyak karya penulisan meliputi berbagai disiplin ilmu seperti tafsir al-Quran,
sejarah, ushul, fikih, akidah dan berbagai bidang keilmuan lainnya. Beliau
menulis banyak buku tafsir tematik maupun tafsir surat persurat. Di antara
karyanya di bidang tafsir, Tafsir Javid yang saat ini sudah tersusun 14 jilid
adalah karya yang paling menonjol. Di bidang teologi dan ilmu, kitab Buhuts fil
Milal wan Nihal adalah karya beliau yang paling terkenal yang ditulis dalam
tujuh jilid dengan menggunakan bahasa Arab. Ayatullah Sobhani dikenal pula
sebagai ulama yang getol mengkritisi pemikiran Wahabisme lewat banyak karyanya.
Berpikir adalah pekerjaan otak
manusia yang bisa mengantarkannya mengenal berbagai rahasia alam penciptaan.
Ayatullah Jafar Sobhani adalah salah seorang ulama dan pemikir besar Dunia
Islam yang juga tergolong filsuf dan sejarawan. Karya-karya hasil telaahnya di
berbagai bidang telah membuatnya menjadi salah seorang ulama dengan banyak
karya penulisan. Buku-buku karya beliau bisa dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori seperti tafsir al-Quran, tafsir tematik, sejarah Islam, kritik atas
pemikiran Wahabisme, ilmu hadis, ilmu fikih, ushul fikih dan berbagai kategori
lainnya.
Salah
satu karya Ayatullah Sobhani adalah buku berjudul ‘Asr-e Bazgasht be Iman' atau
‘Era Kembali kepada Iman'. Buku ini membahas tentang kondisi di dunia Barat
yang dipenuhi banyak problem kejiwaan, krisis keluarga, masalah sosial dan
berbagai kesulitan lainnya yang disebabkan oleh keterjauhan mereka dari agama dan
ketuhanan. Sobhani menjelaskan tentang kehidupan era industri di Barat yang
diwarnai dengan kemajuan ilmu dan sains. Namun sains gagal memberikan jawaban
atas pertanyaan inti dan memenuhi kebutuhan paling utama manusia untuk memahami
makna kehidupan. Masalah ini menjadi perhatian banyak ilmuwan dan cendekiawan.
Dinyatakan bahwa semua masalah yang ada di sana muncul karena masyarakat Barat
cenderung menjauhi agama dan nilai-nilai normatif. Mereka mencampakkan
spiritualitas dari kehidupan dan menggantikannya dengan mesin dan teknologi.
Karena itu, satu-satunya jalan bagi masyarakat Barat untuk keluar dari
kesulitan ini adalah kembali kepada spiritualitas. Ini berarti bahwa masa
mendatang adalah masa kembalinya manusia kepada iman dan ketuhanan.
Ayatullah
Sobhani dalam buku ini mengingatkan bahwa kecenderungan kepada Tuhan adalah
fitrah yang ada pada diri manusia. Buktinya, kecenderungan ini tidak terbatas
pada zaman atau tempat tertentu. Sejarah membuktikan bahwa lembar kehidupan
bangsa-bangsa yang pernah hidup di bumi ini, baik mereka yang berperadaban
maupun yang masih hidup secara primitif, selalu diwarnai dengan kepercayaan
kepada alam metafisika dan keimanan kepada Tuhan. Menurutnya,
kecenderungan kepada agama adalah perasaan mendalam pada jiwa manusia yang
menjelma dalam bentuk ibadah yang khusus. Di akhir pembahasan, Sobhani menyebut
Islam sebagai jalan keselamatan terbaik bagi umat manusia.
Buku
‘Nezam-e Akhlaqi-e Islam' atau ‘Sistem Normatif Islam' adalah karya lain
Ayatullah Sobhani yang menjelaskan tentang akhlak Islami dengan menyorot
ayat-ayat suci surat al-Hujurat. Sobhani menyatakan bahwa eksistensi setiap
bangsa dan masyarakat tergantung pada nilai-nilai akhlak mereka. Selama
menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, mereka akan eksis dan terhormat. Tapi
ketika nilai akhlak direndahkan dan tidak lagi mendapat tempat dalam kehidupan,
maka bangsa dan umat itu akan hancur.
Menurut
Ayatullah Sobhani, keluhuran akhlak seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan
Islami yang diperolehnya. Di sini, beliau mempersoalkan konsep yang dipaparkan
oleh sejumlah aliran pemikiran. Sobhani setuju dengan pendapat Socrates dan
Aristoteles, dua filsuf besar Yunani kuno, yang menyatakan bahwa pohon
keutamaan dan akhlak pada diri manusia akan berbuah di bawah naungan ilmu.
Untuk itu mereka mengangkat slogan bahwa akhlak tergantung pada ilmu. Sobhani
mengakui bahwa ilmu memang sangat mempengaruhi akhlak seseorang dan menekan
sejumlah tindakan yang tidak benar darinya. Tapi, tak ada jaminan bahwa ilmu
selalu bisa mengekang hawa nafsu sehingga kita berkesimpulan bahwa yang
melakukan tindak kejahatan di tengah masyarakat adalah orang yang sama sekali
tidak memiliki ilmu, dan yang punya keutamaan akhlak atau orang yang baik
adalah mereka yang sudah mengeyam pendidikan di sekolah tinggi. Sebab,
kenyataan tidak seperti itu. Banyak orang pandai dan berpendidikan tinggi yang
terlibat dalam tindak kejahatan.
Manshur-e
Javid adalah kitab tafsir tematik al-Quran karya Ayatullah Jafar Sobhani yang
sampai saat ini sudah terbit dalam 12 jilid. Kitab ini membahas berbagai topik
yang ada dalam al-Quran. Salah satu topik yang dibahas dalam buku ini adalah
masalah sujud. Penulis menyebut sujud sebagai amalan ibadah yang menunjukkan
puncak dari kerendahan hamba di hadapan tuhannya. Al-Quran menyatakan bahwa
semua yang ada di langit dan bumi dari matahari dan bintang sampai benda dan
makhluk yang sangat kecil sekalipun bersujud kepada Allah. Kitab suci ini
menjelaskan satu fakta yang indah bahwa semua yang ada di alam termasuk
atom-atom yang sangat kecil bersujud dan bertasbih kepada Allah. Tak ada yang
bisa mengungkap hakikat ini kecuali kalam Allah.
Lebih
lanjut Ayatullah Sobhani membawakan ayat-ayat suci al-Quran yang menjelaskan
masalah ini. Misalnya di ayat 18 surat al-Hajj Allah Swt berfirman yang
artinya, "Tidakkah
kalian mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa-apa yang ada di langit dan
yang ada di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung,
pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?"
Masalah yang penting adalah memahami makna dari sujud, bagaimana
makhluk-makhluk Allah dari yang memiliki perasaan dan hidup sampai benda mati,
bersujud dan merasa kerdil di hadapan keagungan-Nya. Manusia biasanya sujud
dengan meletakkan dahi atau dagu di atas tanah. Gerakan ini hanyalah bentuk
lahiriyah dari sujud, tapi makna sujud sebenarnya adalah menunjukkan kekecilan
dan kehinaan diri di hadapan yang disembah. Tindakan yang memperlihatkan
kerendahan diri dengan bentuk apapun dan sekecil apapun di hadapan Allah
disebut oleh al-Quran dengan nama sujud.
Buku
Forough-e Abadiyat adalah karya lain Ayatolah Sobhani yang membahas tentang
sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw. Buku ini menyertakan telaah yang mendalam
tentang lembaran-lembaran peristiwa sejarah yang mewarnai kehidupan Rasulullah
dan diterbitkan dalam dua jilid. Dalam menulis buku ini, Sobhani banyak
memanfaatkan sumber-sumber sejarah Islam yang tertua. Selain membicarakan fakta
sejarah kehidupan Nabi, Sobhani juga menyertakan analisanya yang mendalam
terkait peristiwa-peristiwa itu. Salah satu kelebihan buku ini adalah komitmen
penulisnya untuk membersihkan sejarah kehidupan Nabi Saw dari hal-hal yang
berbau khurafat.
Karya
lain Ayatullah Sobhani adalah ‘Wahhabiyat, Mabani Fekri va Karnameh Amali' atau
‘Wahhabisme, dasar pemikiran dan sepak terjangnya'. Dalam buku ini beliau
mengulas tentang runutan sejarah lahirnya Wahabisme sebelum akhirnya
mengkritisi satu persatu ajaran kelompok yang menyimpang ini. Masalah tawassul,
ziarah kubur, syafaat dan lain sebagainya yang menjadi isu utama Wahabisme
dibahas secara mendetail dengan menyertakan dalil-dalil dari al-Quran dan
hadis-hadis dari jalur Ahlussunnah.
Dalam bab tentang syafaat Sobhani menjelaskan bahwa syafaat yang dimintakan dari Nabi dan orang-orang saleh tak lain adalah doa dan memohon ampunan dari Allah Swt. Orang yang meminta syafaat meyakini bahwa orang yang dimintai syafaat adalah manusia yang punya kedudukan tinggi di sisi Allah. Kepada orang-orang inilah mereka memohon supaya memintakan ampunan bagi mereka kepada Allah. Jika doa seorang mukmin untuk saudaranya bakal dikabulkan oleh Allah bagaimana dengan doa Nabi untuk orang mukmin? Meminta syafaat tak lain adalah meminta doa. (Sumber : IRIB Indonesia)
Dalam bab tentang syafaat Sobhani menjelaskan bahwa syafaat yang dimintakan dari Nabi dan orang-orang saleh tak lain adalah doa dan memohon ampunan dari Allah Swt. Orang yang meminta syafaat meyakini bahwa orang yang dimintai syafaat adalah manusia yang punya kedudukan tinggi di sisi Allah. Kepada orang-orang inilah mereka memohon supaya memintakan ampunan bagi mereka kepada Allah. Jika doa seorang mukmin untuk saudaranya bakal dikabulkan oleh Allah bagaimana dengan doa Nabi untuk orang mukmin? Meminta syafaat tak lain adalah meminta doa. (Sumber : IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar