Minggu, 03 November 2013

Peristiwa Asyura Dalam Perspektif Para Cendekiawan



Siapa pun yang membaca atau mendengar kisah tentang tragedi Karbala dan tentang apa yang terjadi pada hari Asyura, sudah pasti dia akan terpengaruh dan akan ikut merasakan kesedihan yang menimpa diri Imam Husain As, Ahlulbaitnya dan para sahabatnya.

Dengan alasan inilah sehingga sebagian memutuskan diri untuk bersiap-siap melakukan perjalanan ke arah beliau, sebuah perjalanan batin dan spiritual yang akan membawanya bergabung, bersama dan sependeritaan dengannya. Dan hal seperti ini terjadi pada mereka yang membaca atau mendengar tragedi ini.

Sekarang kami akan mengisyarahkan beberapa dari mereka yang mengalami hal seperti ini:

1. Seorang Penulis asal Inggris
Dalam kitab terkenalnya yang bernama Shur Baghdadiyah dia mengkhususkan satu bab kecil tentang tragedi Asyura, pada awal bab tersebut dia mengatakan, "Syiah pada seluruh penjuru alam Islam senantiasa menghidupkan kenangan dan maqtal al-Husain. Pada sepuluh hari pertama bulan Muharram mereka akan melaksanakan ritual ini secara besar-besaran dan terang-terangan. Kesedihan dan duka cita akan melingkupi mereka pada keseluruhan hari-hari ini hingga puncaknya pada hari terakhir (sepuluh Muharam) mereka akan membuat kelompok-kelompok kajian untuk mengadakan majelis duka cita …"[1]

Dalam kitab yang sama pada bab tersendiri, secara terperinci dia juga membahas tentang Najaf Asyraf, di antaranya mengatakan, "Pada jarak tak terlalu jauh dari tempat ini, Husain As sampai di sebuah sahara tandus. Dia menghela kudanya hingga sampai ke tanah Karbala lalu mendirikan kemah di sana, sementara para musuh mengepung dan menutup seluruh jalan untuk mendapatkan air …. Alur dari tragedi itu hingga saat ini masih melekat dengan hangat di dalam benak masyarakat. Sebelum tahun 1257, tidak ada satupun sarana yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan ziarah ke kota suci ini kecuali informasi tentang tragedi ini, sebuah tragedi maha tragis yang telah menimpa Husain As dan para sahabatnya yang telah mampu terserap ke dalam setiap eksistensi hingga sampai ke akar-akarnya. Tragedi ini merupakan salah satu dari kisah-kisah langka yang akan membuat setiap pembacanya tidak bisa menahan keluarnya air mata."

Kemudian dia mengatakan, "Semenjak peristiwa ini terjadi, sejarah seakan berhenti di Karbala dan Najaf, karena setelah terjadinya tragedi tersebut, untuk mengenang kebencian terhadap musuh-musuh Husain yang tertindas, masyarakat beramai-ramai tinggal di dua kota ini."[2]

2. Profesor Braun
Tentang tragedi yang menimpa Imam Husain As di Karbala ini, pengamat Orientalis terkenal bernama Profesor Braun mengatakan, "Cukup dengan mengenang peristiwa Karbala dimana cucu Rasulullah saw gugur dan mencapai maqam syahadahnya setelah menanggung siksa dan kehausan yang tak terkira, telah mampu memberikan pengaruh pada orang yang paling dingin dan paling malas sekalipun. Bahkan hal inipun telah memberikan pengaruh yang luar biasa pada mereka yang tidak memiliki perhatian terhadap persoalan-persoalan kepahlawanan dan kesedihan, hal ini telah pula mampu mengantarkan ruh-ruh mereka ke tingkatan tinggi kesempurnaan sehingga bagi mereka sakit dan mati merupakan hal yang tak ternilai harganya."[3]

Demikian juga dia berkata, "Adakah kalbu yang ketika mendengar kisah tentang Karbala tidak merasakan duka dan kesedihan? Bahkan mereka yang bukan kaum Muslim sekalipun tidak akan mampu mengingkari kesucian ruh yang telah menyebabkan perang Islam ini."[4]

3. Charles Dickenz
Penulis Inggris ini menuliskan tentang Revolusi Asyura sebagai berikut, "Jika maksud Husain As adalah perang di jalan kehendak-kehendak dunianya, aku tidak akan pernah mampu memahami kenapa dia membawa serta para perempuan dan anak-anaknya? Dengan demikian akal akan menghukumi bahwa dia melakukan hal ini untuk berkorban demi Islamnya."[5]

4. Thomas Masarik
Dalam mengkomparasikan antara Imam Husain As dengan Nabi Isa As dia menulis, "Musibah yang menimpa Al-Masih jika dibandingkan dengan musibah yang menimpa Husain As akan sebagaimana bulu jerami yang diperhadapkan dengan sebuah gunung yang besar."[6]

5. Justis A Russel
Penyair asal Inggris ini mengungkapkan kejadian menyedihkan Asyura dengan kalimat-kalimat berikut, "… lalu mereka mempermainkan gigi-gigi dan mulut Imam dengan kayu-kayu mereka. Wahai tubuh yang telah terinjak-injak di bawah ekor-ekor kuda! Engkau tak lain adalah tubuh yang telah mempesona para pemirsamu, darah yang mengalir dari nadi-nadi muliamu kini telah mengering, merupakan sebuah pesona langit-lah sehingga sampai saat ini tidak ada satupun ekor kuda yang terwarnai dengan warna Ilahi seperti ini. Wahai bumi yang telanjang dan sahara Karbala yang tak berumput! Nyanyian kesedihan akan senantiasa menyelimutimu hingga akhir karena di tanahmu tersimpan tubuh suci putra Fatimah yang tercabik-cabik, sebuah sosok yang menyerahkan ruhnya ke haribaan Ilahi."[7]

6. Captain, Hanibelt
Dalam mengilustrasikan malam Asyura dia menulis, "Malam itu, ketika api berkobar membakar kemah-kemah yang berada di seputarnya, Imam mengumpulkan pengikutnya dan dalam khutbahnya yang panjang beliau bersabda, "Besok, mereka yang tinggal bersamaku pasti akan syahid dan terbunuh" Kemudian beliau melakukan sebuah tindakan sangat indah yang menunjukkan kesempurnaan pengetahuannya terhadap kelemahan manusia, kodrat jiwa pengorbanannya serta mengidentifikasikan kalbunya yang lembut … lalu kepada pengikutnya beliau bersabda, "Siapapun yang tidak melihat dirinya memiliki keberanian untuk bertahan dan syahid, maka ketika kegelapan telah menyelimuti malam, gunakanlah kesempatan tersebut dan tinggalkanlah tempat ini dengan menyamar dan tanpa rasa malu." Dan pagi hari Asyura ketika awan-awan violet berkumpul di langit timur, tujuh puluh satu pemberani yang beriman telah berkumpul mengelilingi Imam As dan seluruhnya bersiap-siap untuk menyambut kematian dan kesyahidan."[8]

7. Gibbon, Sejarawan Inggris
Dia menulis, "Meskipun tragedi Karbala telah berlalu dan kita pun tidak setanah air dengan yang tertimpa musibah, akan tetapi penderitaan dan kesulitan yang ditanggung oleh Imam Husain As telah membangkitkan perasaan yang begitu berat di dalam hati para pembacanya seakan sebuah kelembutan dan kasih sayang telah tertanam untuk beliau."[9]

8. Moris Dackbary
Tentang majelis duka ini, sejarahwan berkebangsaan Amerika ini menuliskan, "Jika saja para penulis sejarah kami memahami hakikat yang terdapat pada hari Asyura, maka mereka tidak akan pernah menganggap majelis duka ini sebagai sesuatu yang tidak wajar. Para pengikut Husain As, melalui majelis duka yang mereka adakan untuk Imamnya ini beranggapan bahwa mereka tidak boleh berada di bawah himpitan kehinaan, ketercelaan dan jajahan para arogan, karena syiar Imam dan pemimpin mereka bukanlah menyerahkan tubuh kepada kezaliman dan penjajahan. Husain As telah mengorbankan jiwa, harta dan para putranya demi kemuliaan manusia, keagungan dan kedudukan Islam, dengan tidak takluk di bawah tekanan dan penjajahan Yazid.

Maka marilah kita meletakkan metodenya tersebut sebagai syiar kita untuk membebaskan diri kita dari kezaliman Yazid dan yazid-yazid lainnya, dan lebih memilih mati dengan kemuliaan daripada hidup dengan kehinaan. Dan inilah ringkasan dari ajaran-ajaran Islam. Sebuah bangsa yang sejak ayunan hingga liang lahatnya memperoleh ajaranajaran yang demikian ini, menjadi sangat jelas posisi dan tingkatan macam apa yang akan diperolehnya kelak. Bangsa yang seperti ini akan memiliki segala macam kemuliaan dan kebanggaan, karena seluruh individunya adalah prajurit-prajurit hakikat dan kemuliaan."[10]

9. Buls Salamah
Penyair Masehi ini mengatakan, "Aku melewati malam-malamku yang terjaga dengan rasa pedih susah dan derita, pikiran dan khayalanku telah membawaku pada kenangan-kenangan pahlawan-pahlawanterdahulu dan mengantarkanku pada dua syuhada besar dalam sejarah, yaitu Imam Ali As dan Imam Husain As. Suatu kali dalam waktu yang sangat panjang aku menangis karena kecintaan yang aku miliki terhadap kedua pembesar itu kemudian aku mengucapkan syair untuk Ali dan Husain As."[11]

10. Gabriel Dankiri
Tentang keliaran pasukan Yazid dia mengatakan, "Pada hari Asyura, para pasukan Yazid menampakkan keliaran mereka dengan kalap sehingga tidak ada seorangpun yang pernah melihat hal yang setara dengannya sebelum itu. Kekalapan mereka telah mengizinkan mereka untuk tidak mengasihi anak-anak kecil bahkan pada bayi-bayi yang masih menyusu, mereka membawa kepala Husain yang berlumuran darah ke kota Damysq. Dan Yazid menganggap dengan kemenangannya ini dia pasti akan bisa menikmati perdamaian dan ketenangan … akan tetapi kenangan hari itu, sejak saat itu, setiap tahun, dan hingga hari ini senantiasa terasa baru di antara banjiran air mata, kidung-kidng sedih dan majelis-majelis duka …"[12]

11. George Jordaq
Penulis Masehi ini menuliskan, "Yazid adalah sosok yang mewarisi seluruh keburukan-keburukan dari nenek moyangnya, bahkan melebihi mereka. Dia memiliki segala bentuk kejahatan, kerusakan, perbuatan-perbuatan setan sehingga hal ini telah menjadikannya seorang lelaki yang buruk dan tak memiliki harga diri … tidak ada seorang pun yang melebihi Yazid dalam masalah ketiadaan akhlak-akhlak kemanusiaan … dan sebaliknya tidak ada seorangpun dalam penciptaan manusia yang memiliki kesempurnaan melebihi kesempurnaan yang dimiliki olehHusain bin Ali As, sosok agung yang syahid pada tragedi tersebut. Di dalam diri Yazid terdapat seluruh sifat-sifat buruk, tercela, ingin berkuasa, mencari kesempatan, berdarah dingin dan ketiadaan kehendak, sementara berhadapan dengan itu dalam diri putra Ali bin Abi Thalib As terdapat seluruh sifat-sifat yang mulia, tinggi dan terpuji, di antaranya adalah akhlak yang mulia, kebajikan, keberanian, kebebasan dan syahadah, dalam makna dan keberadaannya yang sempurna."[13]

12. Dr. Zurf
Sejarahwan asal Perancis ini menuliskan, "Para Syiah pada hari-hari duka menyibukkan diri dengan mendengarkan khutbah-khutbah tentang musibah yang menimpa Imam Husain As, dan mereka berupaya untuk menyampaikan keutamaan-keutamaan dari keturunan kenabian serta penderitaan-penderitaan mereka dengan cara yang paling baik."[14]

13. Claudian Rolf
Komentator majalah Lumand ini, tentang Imam Husain As dan tragedi Asyura menulis demikian, "Setiap tahun pada bulan Muharram para Syiah mengadakan perenungan-perenungan terhadap tragedi Karbala dan musibah yang menimpa Imam Husain As yang merupakan penampakan dari kepahlawanan, kemuliaan dan keadilan versus kepengecutan, kehinaan dan kezaliman, dan mereka menyerupakan pembuat kesewenang-wenangan yang hidup pada zaman ini sebagaimana Yazid."[15]

14. Mahatma Ghandi
Ghandi, arsitek pembebas bangsa India dari cengkeraman penjajahan Inggris dan pemimpin bangsa ini, tentang Imam Husain As berkata, "Aku tidak membawa sesuatu yang baru untuk rakyat India, aku hanya membawa hasil dari perenungan, pengkajian dan penelitianku terhadap sejarah kehidupan para pahlawan Karbala untuk mengangkat bangsa India. Jika kita ingin menyelamatkan bangsa ini, maka kita wajib melakukan apa yang telah dilakukan oleh Husain bin Ali bin Abi Thalib."[16]

15. Saver Jane Knight
Penyair berkebangsaan India ini menganggap majelis-majelis yang di adakan untuk mengenang duka Husain As pada setiap tahun ini senantiasa menghidupkan kembali tragedi Karbala dan ia menyebutkan bahwa revolusi Husaini merupakan penopang atas keberlanjutan agama besar Rasulullah Muhammad saw, dimana Imam Husain As membuktikan cinta abadinya kepada Allah dengan mengorbankan dirinya. Dia berkata, "Pada malam syahidnya Husain As, para muridnya dengan busana-busana hitam, kaki telanjang dan mata-mata yang berlinangan oleh air mata duka, berkumpul untuk mengenang tragedi yang menyayat ini. Ketika perstiwa yang terjadi pada tragedi tersebut diceritakan, mereka berkata, "Ya Husain, ya Husain…"

Bagaimana bias beribu-ribu sahabatmu mengucurkan air matanya dengan sedemikian deras? Wahai yang suci dan bermaqam tinggi! Bukankah tangisan dan kesedihan mereka ini adalah untuk kesetiaan dan pengorbananmu yang tiada bandingnya? Karena engkau telah mengibarkan bendera agama besar Rasulullah (Muhammad saw) dan, engkau membuktikan kecintaanmu yang luar biasa kepada Allah di hadapan ketakjuban dunia."[17]

16. Eirvanick
Sejarawan asal Amerika ini berkata, "Terbunuhnya Husain As merupakan sebuah tragedi yang telah membuatku tak mampu berbicara lebih panjang mengenainya, karena ia merupakan sebuah sejarah yang penuh dengan kepedihan dan penderitaan. Di dalam Islam tidak ada sebuah peristiwa pun yang lebih tragis dari peristiwa ini.

Meskipun terbunuhnya Amirul Mukminin As pun terhitung sebagai sebuah musibah yang besar, namun tragedi yang menimpa Husain As meliputi berbagai fase: kehausan, pembunuhan yang teramat keji, terpenggalnya leher, tertancapnya kepala-kepala tak berbadan di atas tombak-tombak, tertawannya keluarga-keluarga mereka, …, dimana mendengarkan ceritanya akan mampu membuat tubuh manusia tergetar hebat … karena ini merupakan musibah yang paling besar."[18]

17. Jamili
Meskipun dia beristighfar untuk kedua pihak yang saling bertentangan di Asyura, akan tetapi mengenai penyesalan Yazid dia mengatakan, "Penyesalan yang dia tampakkan hanyalah merupakan sebuah penyesalan yang bersifat lahiriah saja, karena seandainya dia melakukannya secara hakiki, maka dia akan memberikan hukuman yang setimpal kepada Abdullah bin Ziyad, Umar bin Sa'd dan Syimr bin DzilJausyan. Dan jikapun seandainya terdapat penyesalan darinya, hal ini muncul karena perbuatannya yang telah menyinggung perasaan kaum Muslimin dan telah membangkitkan kemarahan mereka, bukan sebuah penyesalan karena perbuatan keji yang telah ia lakukan itu sendiri."[19]

18. Marwin, Analis Jerman
Dia mengatakan, " … Husain adalah satu-satunya orang yang pada empat belas kurun yang lalu mengibarkan bendera di hadapan pemerintahan yang lalim dan zalim … dia adalah politikus pertama yang hingga saat ini tidak ada seorang pun yang berhasil menciptakan siasat yang berpengaruh seperti ini. Husain As meneriakkan syiar abadi yang mengatakan bahwa aku rela terbunuh di jalan yang benar dan hakiki akan tetapi aku tidak akan memberikan tanganku kepada yang tidak berhak … Husain As melihat gerakan-gerakan Bani Umayyah yang telahmenjurus pada kekuasaan mutlak dan menginjak-injak aturan-aturan Islam dan hampir mengacaukan asas dan pondasi Islam, jika dia memberikan kesempatan lebih dari ini, maka nama dan indikasi-indikasi Islam dan kaum Muslimin tidak akan lagi tersisa, oleh karena itu dia memutuskan untuk tegak berdiri di hadapan pemerintahan zalim tersebut …"

Husain As mengajarkan kesetiaan dan pengorbanan kepada seluruh dunia dengan mengorbankan orang-orang terdekat dan orang-orang yang paling dicintainya dan dengan membuktikan ketertindasan serta kebenarannya, dan dengan hal tersebut dia hendak mencatat nama Islam dalam sejarah dan mengumandangkannya untuk seluruh dunia. Jika peristiwa semacam ini tidak diikuti dengan pengorbanan nyawa, tentu Islam dan kaum Muslimin telah musnah sejak dulu …"[20]

19. Georgie Zaidan
Tentang Imam Husain As dia mengatakan, "… pemandangan kepala Husain As yang terpenggal telah mempengaruhi dan membuat para pemirsanya bersedih … sesungguhnya, ketika kedua mata Yazid tertuju ke kepala yang terpenggal itu, kepala hingga kaki Yazid tergetar hebat, dia mengetahui betapa dia telah melakukan perbuatan yang besar dan sangat tercela."[21]

20. Nicolson
Dia menuliskan, "Peristiwa Karbala merupakan sebuah persoalan yang disesali oleh para Umawi, karena tragedi ini telah membuat para Syiahbersatu dan sekata dalam tindakan mereka untuk membalas kematian Husain As.".[22]

Asyura dan Pergolakan Mazhab
Tragedi Karbala tidak hanya menjadi sumber pengaruh dalam kalbu-kalbu manusia umum, bahkan hal ini telah menyebabkan mereka yang tidak berada di dalam agama Husain As pun telah terbimbing ke arahnya, keluar dari agama Muawiyah lalu mencintai agama beliau.

Dr. Joseph seorang peneliti yang berkebangsaan Perancis dalam salah satu penelitiannya yang berjudul Syiah wa Tariqqiyyat Muhayyir Al-'Uqul menuliskan, " … Di antara persoalan-persoalan alam yang menjadi penegas firqah Syiah dan mampu mempengaruhi kalbu-kalbu firqah lainnya adalah persoalan tertampakkannya ketertindasan para pembesar agama mereka. Persoalan ini dikategorikan dalam persoalanpersoalan alam dan tabiat, karena tabiat setiap manusia adalah berusaha untuk membantu dan mendukung para tertindas dan menghendaki kemenangan pada pihak tertindas atas pihak yang kuat,dan tabiat manusia cenderung mengarah kepada pihak yang lemah … "

Penulis Eropa yang telah menulis tentang alur cerita terbunuhnya Husain As beserta para sahabatnya namun tidak memiliki keyakinan terhadap mazhab Syiah ini, juga mengakui ketertindasan Imam Husain As dan kesewenang-wenangan serta tiadanya belas kasih dalam diri para pembunuh Imam Husain As dan para sahabatnya, dan ia memberikan julukan kepada para pembunuh Imam Husain As ini dengan julukan yang buruk.

Pada tempat lain ia mengatakan, "Tidak ada sesuatupun yang bisa tegak di hadapan persoalan-persoalan alami ini. Dan poin ini merupakan salah satu penegas bagi firqah Syiah."[23]

Kini, kami akan menyinggung sebagian dari mereka yang dengan mendengar dan membaca tragedi Asyura ini telah mengalami pergolakan dalam kemazhabannya:

1. Ustad Mesir, Abu Syarif, terkenal dengan nama Abdul Majid
Dalam salah satu suratnya kepada salah satu penceramah yang berbicara tentang Imam Husain As dia menuliskan, "Suatu hari aku tengah duduk sendirian di dalam kamar, menggenggam sebuah radio kecil dan memutar-mutar frekwensi untuk mencari gelombang radio Kairo …, pada saat tanganku tengah memutar-mutar frekwensi tiba-tiba terdengar suara yang indah nan memikat hati dari salah satu stasiun radio, gerakan tanganku terhenti dan tidak lagi berkehendak mencari gelombang stasiun radio Kairo. Suara yang kudengar kali ini lain dengan seluruh suara yang sebelumnya pernah aku dengar. Perlahan-lahan perhatianku tertuju kepadanya. Aku fokuskan pendengaranku, dan baru aku memahami bahwa dia tengah berbicara tentang Imam Husain As dan peristiwa pahit yang terjadi di padang tandus Karbala, aku tidak terlalu mengetahui, pada bulan apa hal itu terjadi, tapi kalau tidak salah, terjadi pada bulan Muharram.

Hingga hari itu aku belum mengetahui hal-hal yang berkaitan dengantangisan untuk Imam Husain As, akan tetapi ketika mendengar apa yang dikatakan oleh penceramah tersebut tentang sebagian dari tragedi Karbala, mendadak aku merasakan hatiku diselimuti oleh kesedihan. Aku tak bisa lagi menahan tangisanku, nafasku tercekat, air mataku tertumpah ruah tanpa sadar, perasaanku terbakar dan terkoyak-koyak.

Tangisanku sebegitu pedih dan menyayat hati, sebuah tangisan yang tidak pernah aku lakukan dalam seluruh hidupku selama ini, keadaan seperti ini berlanjut hingga ceramah berakhir, sungguh, sebuah keadaan yang telah mempengaruhi seluruh wujudku … "

Dalam kelanjutan suratnya ia mengatakan, "… setelah kejadian inilah aku menemukan ufuk baru yang lebih luas dan pandangan kedua mataku menjadi lebih terbuka terhadap tragedi terbunuhnya Husain As."[24]

Setelah kejadian ini kemudian ia memilih mazhab Tasyayyu' dan kedatangannya ke Iran telah menjadikannya sebagai seorang presenter televisi.

2. Ustad Shaib Abdul Hamid
Dalam kitabnya yang berjudul Minhaj fi Al-Intima Al-Mazhabi, dia menuliskan kisah penelitiannya, "Memang, demikianlah pada awalnya, penyelamatan dimulai dengan Husain As sebagai penerang hidayah, dan dengan Husain As yang terbunuh. Sebuah awal yang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya, melainkan dialah yang telah mengarahkan sasarannya kepadaku, dan Allah telah membantuku untuk berhasil dalam menyambutnya, Dia menarik tanganku dan mengantarkanku ke arahnya … hingga suatu hari … sebuah suara yang sangat menyayat telah mengusik telingaku. Bisa jadi suara seperti ini sebelumnya telah berkali-kali terdengar olehku, akan tetapi aku tidak mengacuhkannyabahkan mungkin aku telah meletakkan sebuah tirai di atasnya, sehingga ia pun tidak memberikan perhatiannya kepadaku.

Akan tetapi, kali ini dia sendirilah yang telah mengundangku … saat itu aku tengah duduk sendirian di suatu ruangan atau semisal dengan itu, kehadiran suara itu telah membuat seluruh inderaku tergetar hebat, secara tak sadar aku telah meletakkan seluruh perasaan dan belas kasihku dalam kewenangannya …

Suara itu telah menarikku dengan kuat ke arahnya laksana sebuah magnet … gelombang yang bergolak dahsyat dan lidah-lidah api yang berkobar terasa melecutku setiap saat, hingga membuat wujudku hampir mencapai titik didih di dekatnya, dia telah membuat seluruh wujudku menjadi telinga yang hanya mampu mendengarkannya.

Aku bergerak dan bernafas bersama suara itu dan hidup bersama peristiwa-peristiwa yang dinukilkannya, bergolak lalu mendidih bersamanya … lantas aku melintasi perjalanan bersama kafilah itu, berhenti dimanapun mereka berhenti, dan melangkahkan kaki selangkah demi selangkah mengikuti ke manapun mereka pergi, hingga akhir.

Tragedi itu, kisah tentang terbunuhnya Imam Husain As itu, diperdengarkan oleh Syeikh Abduz-zahra Ka'bi pada hari ke sepuluh bulan Muharamul Haram tahun 1402 Hijriah. Aku mendengarkan seluruh seruan Imam Husain As itu, seluruh wujudku terlecuti, terhentak dan tergetar hebat. Air mataku menggulir tak terbendung, sesuatu tengah terjadi di dalam darahku … seakan sebuah seruanrevolusi tengah berkobar, bergolak dan menggelegak dengan hebat di dalam darah dan jiwaku … Labbaik ya Sayyidi, Ya Husain … yabna Rasulullah …!

Berbagai pertanyaan berkecamuk tiada henti di dalam benakku, seakan sebelumnya telah merupakan sebuah cahaya malu-malu yang menyembul di balik tirai. Namun kini, cahaya ini bangkit dan mendadak membelah seluruh area. Cahaya yang meliputi seluruh pengikut Husain, seorang Husain peninggalan Mushthafa, pembesar umat dan seorang pemimpin agama.

Cahaya yang berasal dari Islam dengan seluruh maknanya yang bangkit dari awal ini, dibimbing sejak awal secara pribadi oleh Rasulullah saw melalui sosok cucunya yang semerbak mewangi, Husain bin Ali bin Abi Thalib As.

Dan hanya seruan-seruan Islam-lah yang akan terpencar di manapun dia berada dan seluruh manusia mengenali hal itu! Dan untuk Islam tidak ada makna lain kecuali itu. Ya, tempat-tempat di mana para putra Rasulullah telah jatuh tersungkur dan menemui kesyahidannya …"[25]

3. Ustad Idris Husaini Maghribi
Dalam kitabnya Laqad Sayya'ni Al-Husain As, dia menuliskan "Salah satu dari familiku bertanya, siapakah yang telah membuatmu menjadi seorang pengikut Syiah, dan kitab-kitab apakah yang engkau rujuk?

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu aku berkata, "Tentang pertanyaan pertama mengenai siapakah orang yang telah mensyiahkanku, aku harus mengatakan bahwa orang tersebut adalah kakekku Husain As dan tragedi menyedihkan yang menimpanya di padang Karbala, sedangkan pertanyaan kedua mengenai kitab-kitab apakah yang aku percayai dan aku rujuk, maka aku harus mengatakan kepadamu bahwa aku merujuk pada kitab Shahih Bukhari dan kitabkitab shahih yang lain dalam Syiah.

Dia berkata, "Bagaimana mungkin hal ini terjadi?' Aku berkata, "Pelajari dan kajilah kitab-kitab shahih tersebut dan jangan engkau lewatkan kontradiksi-kontradiksi yang terdapat di dalamnya kecuali engkau hitung terlebih dahulu jumlah mereka. Dan jangan pula engkau lewatkan kalimat-kalimat yang ada di dalamnya kecuali dengan merenunginya … pada saat itulah engkau akan sampai pada harapan yang engkau inginkan."

"Secara pasti, umat yang telah membunuh Husain As dan memenjarakan para Ahlulbait sucinya, sama sekali bukan merupakan umat yang bisa dipercaya. Dan sama sekali tidak ada kemungkian bagi pikiran yang bebas dan tanpa rasa fanatik untuk mencari-cari pembenaran atas tragedi ini, sebagaimana aku tidak mampu mangintepretasikan darah yang suci sebagai air natural. Darah-darah yang telah mengalir dalam tragedi itu bukanlah air sungai, melainkan darah-darah paling mulia dari orang-orang yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah saw kepada umat ini. Namun umat itu sendirilah yang telah menghilangkan reputasinya sendiri, dan apapun yang mereka katakan, tetap tidak bisa membuatku puas, bagaimana mungkin darah Husain As telah dialirkan ke muka bumi oleh tangan seseorang yang memegang kepemimpinan atas umat Islam sementara itu para ulama Ahlusunnah dan jamaah memperlakukannya dengan baik?!"

Selanjutnya dia berkata, "Umat yang tidak memberikan perhatiannya pada kondisi para putra Nabinya setelah ketiadaannya, sama sekali tidak akan mampu menjaga sunnah-sunnahnya setelahnya. Mari katakan apapun yang hendak kalian katakan untuk membenarkan perbuatan ini, katakanlah bahwa kaum Muslim berijtihad dalam konspirasi awalnya untuk membunuh Ahlulbait As! Dan katakanlahbahwa pikiran-pikiran seperti ini yang terdapat di dalam kitab-kitab Syiah seluruhnya adalah rekayasa belaka dan tidak ada hakikat dan realitasnya dalam Islam! Akan tetapi mampukah seorang muslim -baik yang berada di samudra ini maupun samudra di sebelah sanamengingkari bahwa Imam Husain As meninggal secara tragis di dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya berkembang pemikiran umum, dengan perintah Yazid bin Muawiyah dan dengan fatwa resmi dari hakim-hakim banci dan pedang-pedang laskar Umawi yang pendengki?!

Dia terbantai dan terbunuh dalam tragedi yang tiada tandingannya dalam sejarah Islam, sebuah tragedi perampasan kepemimpinan dari pihak yang benar, kaum Muslimin, oleh tangan Yazid bin Muawiyah, sebuah pemaksaan atas perubahan kekhilafahan menjadi sebuahkerajaan dan kesultanan."

"Sungguh, sama sekali tidak akan ada seorangpun yang mampu mengingkari hal ini atau mencarikan pembenaran atasnya, karena tradisi sejarah sama sekali tidak akan pernah lupa untuk mencatatperistiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum-kaum lemah sekecil dan sependek apapun, meskipun hal ini bisa jadi akan menyebabkan rasa keberatan dari pihak perusak."[26]

Kemudian dia melanjutkan perkataannya, "Hal yang diinginkan oleh Imam Husain As adalah melepaskan umat dari kebekuan dan menggerakkan mereka untuk melakukan revolusi melawan Bani Umayyah yang memegang tampuk kepemimpinan. Dan untuk tercapainya hal ini dan supaya revolusi tersebut bisa muncul di dalam jiwa masyarakat, dibutuhkan kesetiaan dan pengorbanan serta darah yang mengalir …"[27]

Lalu dia menambahkan, "Imam Husain As bersikeras atas kemuliaan dan kebaikan umat, dia berdiri tegak di hadapan Yazid dan penyimpanganpenyimpangan yang dilakukannya … ya, Imam Husain As telah terhina sementara itu dia mempunyai kebutuhan yang mendesak terhadap orang-orang yang mau mendukungnya."[28]

Setelah mengetengahkan tentang tragedi Asyura secara singkat, ia sampai pada kesimpulan berikut bahwa "Laqad Sayya'ni Al-Husain As" (Husain-lah yang telah mensyiahkanku). Kemudian dia berkata, " … aku bersumpah demi jiwaku! Syahid inilah yang teriakannya senantiasa terdengar dan bergerak di dalam paling sucinya tempat-tempat suciku. Dan telah membuatku bersedih dalam seluruh keadaan dan gerakku."

Aku tidak bisa melepaskan diriku dari membaca tragedi pembunuhan yang terjadi di Karbala dengan penjelasannya yang menyayat itu, kecuali Karbala itu sendiri telah bangkit di dalam jiwa dan pikiranku. Dan dari sinilah dimulainya awal revolusi, sebuah revolusi dan pergolakan melawan seluruh pengertian-pengertian dan kejelasankejelasan yang telah diwariskan kepadaku oleh para leluhur, ya …, revolusi Husain As telah merasuki ruh dan akalku …

Warga Syam dan Kufah berdatangan dengan membawa pedang, akan tetapi Husain As datang dengan membawa darah, dan darahlah yang telah membawa kemenangan atas pedang, bahkan telah menang atas sejarah yang menyimpang. Dengan demikian Husain As adalah sebuah cahaya yang tidak mungkin akan terselimuti oleh kegelapan-kegelapan yang menyimpang. Kami mengagungkan musibah dan tragedi ini dan mengetahui bahwa Husain As telah terbunuh di jalan kebenaran dan hanya dengan setetes dari darahnya telah mampu menguburkan keseluruhan musuh-musuh mereka ke dalam sejarah yang terlupakan.

Akan tetapi kini, kami menangisi orang-orang lalai yang telah salah menempatkan para pembunuh dan para penghina Imam Husain As dan para sahabatnya sebagai teladan dan pemimpinnya, menganggap mereka sebagai sebuah contoh dari kerendahan hati dan pengendalian diri, lalu mengikuti mereka … mereka adalah orang-orang yang telah mengantarkan kesyahidan Husain As sementara mereka mengetahui dia lebih baik dari pemimpinnya dan mengetahui bahwa dia adalah seorang sayyid, penghulu Arab dan kaum Muslimin. Mereka tidak membunuh Imam Husain As kecuali karena hadiah-hadiah yang telah dijanjikan oleh Yazid. Bukankah kekuatan yang mereka memiliki untuk menyimpangkan Islam dan memalsukan hadis-hadis muncul karena keinginan mereka untuk mendapatkan hadiah-hadiah dari Yazid?

Ya, inilah Imam Husain As yang telah membuatku Syiah dari sela-sela musibah yang menimpanya dan menimpa Ahlulbaitnya. Dia telah mensyiahkanku dengan darah-darahnya yang masih hangat. Darahdarah hangat yang mengalir di atas kerikil-kerikil kuning di tanah tandus Karbala. Dia telah mensyiahkanku dengan suara kanak-kanak dan kidung-kidung sedih para perempuan.

Aku menjerit mengingat hari itu sementara dari kedua mataku mengalir air mata duka dan kesedihan, dan dengan kalbu yang tersayat-sayat oleh kesedihan-kesedihan itu aku berkata, tidak ada sesuatu yang diperoleh dari apa yang telah dilakukan oleh musuh-musuh Husain As dengan kematiannya tersebut, kecuali mereka telah menggali liang lahatnya mereka sendiri, menginjak-injak mayat-mayatnya mereka sendiri hingga terkubur dengan penuh kehinaan di dalam lintasan sejarah. Wahai Aba Abdillah! Aku senantiasa melihatmu agung di mata sejarah, kehidupanmu telah bersinar dengan darah suci nan semerbak yang engkau miliki.

Setiap kali aku membaca kisah detail Karbala, sebuah magnetis akan menarikku ke arahnya, yang kemudian akan membuat nafasku terengah-engah lalu mendapatkan Imam Husain As telah berada di sampingku dengan bermandikan darah sucinya itu. Andai saja aku bersamanya dan mendapatkan kemenangan yang besar! Dan kini aku lenyap dalam daya tarikan itu! Ya, di sana terdapat orang-orang yang memahami apa yang aku pahami, dan mungkin juga terdapat orangorang yang tidak memahami apa yang aku pahami sehingga tragedi agung sejarah ini tidak memberikan pengaruh di dalam jiwanya …

Ya, Karbala merupakan waktu dan tempat dimana aku memasuki sejarah, memasuki sebuah hakikat dan memasuki Islam. Bagaimana aku tidak tertarik dengan daya tarik sufi dengan hakikat yang melembutkan kalbu ini, atau bagaimana aku tidak akan fana dan musnah sebagaimana daya tarik sebuah sastra yang membuat ketegangan pada akal sehat.

Benar, ini merupakan sebuah tragedi dimana aku turun ke permukaannya dan mengatakan secara singkat musibah yang menimpa Ahlulbait As dan kesalahan sejarah melawan keturunan Rasulullah saw, dan sekarang aku ingin menutup pembicaraanku."[29]

4. Dr. Muhammad Tijani
Dalam kitabnya yang berjudul Tsumma Ahdaitu menuliskan, "… dan Man'am sahabatku pun akhirnya datang, kami lantas berkemas untuk melakukan perjalanan bersama-sama ke Karbala. Di sana, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh kalangan Syiah, aku pun turut mengenang musibah yang menimpa penghulu para syuhada, Imam Husain As; dan aku baru memahami ternyata Imam Husain As masih hidup hingga saat ini, masyarakat pecinta Imam Husain As ini masih saja berjubel dan mengelilingi makamnya sebagaimana kupu-kupu yang beterbangan, melingkarinya laksana mata rantai cincin yang tak terputus, mereka terisak, menangis, dan meratap dengan duka dan kesedihan yang tidak pernah aku saksikan selama ini, kadangkala mereka menangis dan menjerit dengan histeris, seakan pada saat itulah Husain As menemui kesyahidannya.

Setelah itu aku mendengar ceramah-ceramah tentang tragedi Karbala yang begitu menggugah dan menyayat-nyayat perasaan, kudengar mereka kembali menangis, kali ini dengan suara yang semakin gaduh dan menggema. Sungguh, aku kira tak ada seorang pendengarpun yang akan mampu menahan air mata ketika mendengar cerita dari tragedi duka ini. Akupun menangis, menangis dan menangis, sebegitu dahsyatnya sehingga seakan aku telah memendam kesedihanku selama bertahun-tahun dan saat ini tengah melesak keluar dan meledak. Namun ajib, setelah selesai menangis, aku merasakan adanya sebuah ketenangan dalam diriku yang tak pernah aku rasakan sebelum ini.

Beberapa waktu yang lalu, seakan aku berada di dalam barisan musuh Husain As yang menentang dan menzaliminya, akan tetapi sekarang, dalam sekejap mata aku telah berbalik dan berada dalam barisan pengikut dan sahabatnya, dan tengah berada dalam antrian pasukan yang akan mempersembahkan nyawa di medan laga ini. Dan betapa menariknya, tepat pada saat penceramah menganalisa tentang cerita Al-Hurr Ra, Al-Hurr Ra adalah salah satu dari pemimpin pasukan musuh yang datang untuk melawan Imam Husain As, akan tetapi tiba-tiba dia merasakan kegentaran di dalam hatinya, dan ketika para sahabatnya bertanya, "Apa yang terjadi pada dirimu? Jangan-jangan engkau takut menghadapi kematian?"

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dia berkata, "Demi Allah! Aku sama sekali tidak pernah merasakan takut akan kematian, akan tetapi aku melihat diriku berada di antara dua pilihan, memilih surga ataukah neraka." Setelah menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba dia membelokkan kudanya untuk bergerak ke arah pasukan Imam Husain As, sesampai di hadapan Imam Husain As dengan tangisan yang menghiba dia berkata, "Wahai Putra Rasulullah! Apakah masih ada pintu taubat untukku?"

Tepat pada saat inilah aku tidak mampu lagi menahan raunganku, aku menjatuhkan diriku ke atas tanah dan meraung-raung seakan aku tengah mengambil alih peran Al-Hurr dan tengah menghiba di hadapan Imam Husain As, "Wahai Putra Rasulullah! Apakah masih ada pintu taubat untukku? Wahai Putra Rasulullah! Ampuni aku, ampuni aku!"

Suara penceramah seakan telah menghipnotis para pendengarnya sehingga ratapan dan raungan mereka pun semakin meninggi dan tak terkendali. Sahabatku yang mendengar raungan dan ratapanku lantas memelukku sebagaimana seorang ibu yang tengah memeluk anaknya, dan di antara tangisannya, dia berulang-ulang mengucapkan kalimat, "Ya Husain! Ya Husain!"

Inilah saat-saat aku memahami tangisan yang konkret dan riil yang ada dalam diri mereka, aku rasa aku telah mencuci bersih kalbu dan seluruh tubuhku dari dalam, dengan air mataku yang bersimbah ruah. Di sanalah aku memahami makna hadis dari Rasulullah saw yang bersabda, "Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka aku yakin, kalian akan lebih sedikit tertawa dan akan lebih banyak menangis."

Setelah itu aku melalui seluruh hari tersebut dengan duka dan kesedihan. Untuk menghibur dan membuatku senang, sahabatku membawakan segelas susu dan sepotong kue untukku, akan tetapi tenggorokanku kering tak berselera. Justru rasanya aku malah ingin mendengar kembali cerita tadi, lalu aku pun meminta kepada sahabatku untuk mengulang kembali cerita dari tragedi duka di padang Karbala itu, karena aku sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentangnya."[30]

5. Ahmad Husain Ya'qub Urduni
Dalam perjalanannya ke Iran dalam rangka memperingati wafatnya Imam Khomeini Ra, dia mengatakan, "Salah satu dari programku selama di Iran adalah menziarahi makam Imam Khomeini Ra dalam rangka memperingati hari wafatnya. Pagi hari itu aku pergi ke makam beliau dan berhadapan dengan luapan masyarakat yang terdiri dari lelaki dan perempuan, mereka yang berjumlah tak kurang dari tiga juta ini berputar mengelilingi makam Imam layaknya sebuah rantai yang tak terlepaskan, mereka mengangkat tangan-tangan mereka ke langit dan secara bersama meneriakkan yel-yel dan slogan-slogan berbahasa Persia. Kepada penerjemah aku berkata, "Terjemahkan kepadaku secara mendetail tentang apa yang dikatakan oleh masyarakat ini!" Dia berkata, "Mereka mengatakan, Wahai Imam! Kami tidak akan seperti orang-orang yang telah meninggalkan Imam sendirian, kami senantiasa bersamamu wahai Imam!"

Tiba-tiba tangisanku meledak, aku memahami Imam yang mereka maksudkan, yang ditinggalkan seorang diri sehingga pasukan musuh membunuhnya tak lain adalah Imam Husain As! Pada hari itu terbersit di dalam benak dan kalbuku untuk menyusun kitab yang berkaitan dengan tragedi Karbala. Dan aku sampai pada kesimpulan bahwa menginformasikan bagian-bagian dari tragedi Karbala kepada masyarakat merupakan sebuah hal yang sangat penting.

Oleh karena itulah kemudian sebagian dari waktuku aku nadzarkan untuk mengkaji tema ini, dan akupun mulai membaca dan mengumpulkan topik-topik yang berkaitan dengannya hingga akhirnya aku berkecimpung dalam penyusunan buku dalam tema ini …

Ketika aku tengah sibuk menyusun kitabku, kadangkala aku mendapatkan kondisi-kondisi dimana secara mutlak aku merasa lebih bersedih dari seluruh hari-hari lainnya. Aku terpengaruh dengan peristiwa yang telah terjadi, dan dalam sepanjang hari aku bisa berkali-kali menangis. Manusia manakah yang tidak menangis atas berbagai peristiwa yang terjadi pada tragedi Karbala …"[31]

Ahmad Husain Ya'qubi merupakan salah satu penulis yang setelah memilih Tasayyu menyusun beberapa kitab untuk membela mazhab ini.

6. Allamah Dr. Muhammad Hasan Syahhatah
Setelah melakukan berbagai kajian yang berkaitan dengan Syiah Imamiyyah, dosen Universitas Al-Azhar ini menemukan kebenaran dari firqah ini, dan pada perjalanannya ke Iran dalam salah satu ceramahnya untuk masyarakat Ahqaz, ia mengatakan, "Cintaku terhadap Imam Husain As telah menyebabkanku melepaskan diri dari seluruh keberhasilan yang selama ini aku miliki."

Pada bagian lain dari ceramahnya, dia mengatakan, "Jika seseorang menanyakan padaku, apakah Imam Husain As bisa ditemukan di Barat atau di Timur? Aku akan menjawab bahwa Imam Husain As bisa ditemukan di dalam kalbuku. Dan Allah Swt telah memberikan taufik kepadaku untuk menziarahi makamnya."[32]

Diterjemahkan dari Kitab Al-Waqi'atu 'asyuran wa al-radda as-syubuhati 'alaiha, Ali Asghar Ridhwani

_______________________________________________

[1] Shur Bahdadiyyah, hal. 145-150.
[2] Ibid, dengan nukilan dari Mausu'ah Al-'Ittibat Al-Muqaddasah.
[3] Adam Al-Kalam, Ali Pasya Shalih, hal. 199, dari Kitab Tarikh Al-Adab Al-Irani, Brown.
[4] Rahbar Ozodegon, hal. 53.
[5] Ibid, hal. 52.
[6] Rahbar Ozodegon, hal. 53.
[7] Husain Pisywoye Insan-ha, hal. 11 dan 12.
[8] Ibid, hal. 46.
[9] Rahbar Ozodegon, hal. 51.
[10] Zendegi-ye Pisywoyon, hal. 84 dan 85.
[11] Ibid, hal. 86.
[12] Syahsawar Islam, hal. 267 dan 268.
[13] Al-Imam Ali As, George Jardaq, tarjeme-ye Abu Al-Hasan Syahrani, hal. 234-247.
[14] Rahbare Ozodegon, hal. 56.
[15] Zendegi-ye Pisywoyon, hal. 78.
[16] Husain As Pisywo-ye Insan-ha, hal. 30.
[17] Negohi beh Tarikh Jahon, Jawaharlal Nehru, jilid 1, hal. 298, terjemahan Mahmud Tafadhalli.
[18] Tarikh-e Fakhri, hal. 5.
[19] Istisyhad Al-Husain As, Al-Jamili, hal. 13.
[20] Husain As Pisywoye Insan-ha, hal. 37-40.
[21] Foje'e-ye Karbala, Georgie Zaidan, hal. 143, terjemahan Mahmud Ali Syirazi.
[22] Tarikh Siyasi-e Islam, Dr. Hasan Ibrahim Hasan, hal. 352.
[23] Ighna' Al' Al-A'im, hal. 356.
[24] Daur Al-Minbar Al-Husaini fi At-Tau'iyah Al-Islamiyyah, Dr. Muqaddasi, hal. 112 dan 113.
[25] Minhaj fi Al-Intima Al-Mazhabi, Shaib Abdul Hamid, hal. 31 dan 32.
[26] Laqad Sayya'ni Al-Husain As, Idris Maghribi, hal. 63-65.
[27] Ibid, hal. 297.
[28] Ibid, hal. 303.
[29] Laqad Sayya'ni Al-Husain As, hal. 313 – 315.
[30] Ongoh Hidoyat Syudam, hal. 96-98.
[31] Karbala, Ats-Tsaurah wa Al-Ma'sah, Ahmada Husain Ya'qubi, hal. 7 – 8.
[32] Dengan nukilan dari surat kabar Jumhuri-e Islami, no. 6771. 

Tidak ada komentar: