Setelah kesyahidan Imam Ali AS, umat Islam telah membai'ah Imam
Hasan AS sebagai khalifah. Namun berita perlantikan Imam Hasan AS tidak
disenangi oleh Muawiyah. Beliau menulis surat-surat protes kepada Imam Hasan
dan menolak Imam Hasan AS sebagai khalifah. Muawiyah segera mengumpulkan
pasukan tentara yang besar untuk menentang Imam Hasan AS. Lalu bersiap sedia
untuk menyerang Iraq.
Setelah berita ini sampai kepada Imam Hasan AS, beliau AS
mengirimkan pasukan tentara di bawah pimpinan Qays bin Sa'ad dan Ubaydillah bin
Abbas sebanyak 12,000 untuk mengawasi musuh sampai Imam Hasan menyusul
kemudian. Keterlambatan Imam Hasan AS berangkat itu disebabkan sikap keberatan
orang Kufah untuk pergi bersamanya menentang Muawiyah. Ketika Imam Hasan AS
mengajak orang-orang Kufah untuk berangkat bersamanya untuk menghadapi
Muawiyah, mereka agak keberatan untuk pergi berjuang bersama Imam Hasan AS. Adi
bin Hatim seorang sahabat Rasulullah SAW kemudian menyampaikan kepada
orang-orang Iraq desakan untuk menjawab seruan "Imam mereka anak dari
putri Rasul mereka", barulah mereka keluar menuju medan peperangan.
Imam Hasan AS kemudian meninggalkan Kufah dengan tentaranya dan
menuju al-Mada'in. Ketika itu pasukan tentara di bawah pimpinan Qays telah sampai
di Maskin berhadapan dengan tentara Muawiyah. Gubenur Syria mencoba menyogok
Qays dengan menawarkan wang satu juta dirham jika ia membelot dari barisan
Hasan dan bergabung dengannya. Qays menolak tawaran itu. Muawiyah membuat
tawaran yang sama kepada Ubaydillah bin Abbas yang segera menerimanya. Beliau
bergabung dengan barisan Muawiyah bersama 8,000 orang tentaranya.
Ketika Imam Hasan AS sampai di Sabat dalam perjalanan ke Mada'in,
ia melihat beberapa orang dari pasukannya menunjukkan sikap tidak bersungguh-sungguh,
acuh tidak acuh atau enggan berperang. Imam Hasan AS berhenti di Sabat,
mendirikan kemah dan berkhutbah:"Wahai saudara-saudaraku, aku tidak
memiliki dendam apa pun terhadap sesama Muslim. Aku tidak lebih dari seorang
pengawas atas diri kalian dan diriku sendiri. Kini, aku mempertimbangkan sebuah
rencana; janganlah kalian menentangku dalam hal ini. Berdamai tidak disukai
oleh sebagian kalian, lebih baik daripada perpecahan yang lebih disukai dari
kalian, lebih-lebih lagi ketika aku melihat kebanyakan dari kalian surut dari
perang dan ragu untuk berperang. Kerana itu aku berfikir adalah, tidak
bijaksana memaksakan kepada kalian sesuatu yang tidak kalian sukai."
Khutbahnya itu telah menyebabkan Imam Hasan AS ditikam oleh
seorang Khawarij yang bernama al-Jarrah bin Sinan al-Asadi yang mendakwa Imam
Hasan telah menjadi kafir seperti ayahnya. Imam Hasan AS luka di pahanya dan
berita ini telah diekploitasi oleh Muawiyah untuk memecahbelah tentara Imam
Hasan di Maskin. Qays kemudian mengerahkan pasukan tentaranya bertempur dengan
tentera Muawiyah. Sejumlah besar pasukan tentara Qays mulai membelot kepada
Muawiyah. Qays menulis surat kepada Imam Hasan AS dan setelah berita itu sampai
ke tangan Imam Hasan AS, beliau segera memanggil para pemimpin Iraq dan
berbicara dengan mereka dengan rasa kesal:
"Wahai rakyat Iraq, apa yang akan aku lakukan dengan
orang-orangmu yang bersamaku ini? Ada surat dari Qays yang mengabarkan kepadaku
bahawa bahkan orang-orang mulia dari kalangan kalian telah menyeberang ke pihak
Muawiyah. Demi Allah betapa mengejutkan dan buruknya kelakuan pihak kalian!
Kalianlah orang yang memaksa ayahku untuk menerima Tahkim di Siffin dan ketika
tahkim yang menyebabkannya tunduk (kerana tuntutan kalian), kalian berbalik
menentangnya. Dan ketika ia mengajak kalian untuk memerangi Muawiyah sekali
lagi, kalian memperlihatkan kekenduran dan kelesuan. Setelah ayahku wafat,
kalian sendiri datang kepadaku dan membai'atku dengan hasrat dan keinginan
kalian sendiri. Aku terima bai'at kalian dan keluar menghadapi Muawiyah. Hanya
Allah yang tahu betapa aku bersungguh-sungguh untuk melakukannya. Kini kalian
berperilaku seperti dulu lagi (seperti dengan ayahku). Wahai kaum Iraq,
cukuplah bagiku jika kalian tidak memfitnah aku dalam agamaku, kerana sekarang
aku akan menyerahkan urusan ini (khalifah) kepada Muawiyah."
Setelah itu Imam Hasan AS mengutus
Abdullah bin Naufal bin al-Harits menemui Muawiyah tentang hasratnya untuk
mengundurkan diri dan membincangkan syarat-syarat pengunduran tersebut. Qays
bersama tentaranya kemudian meninggalkan medan pertempuran dan menuju ke Kufah
serta bergabung dengan pasukan Imam Hasan AS. Abdullah bin Naufal menuliskan
syarat-syarat yang ia pikirkan dan Muawiyah menerima syarat-syarat tersebut dan
memberikan kertas kosong kepada Abdullah untuk dibawa kepada Imam Hasan supaya
beliau boleh menambah apa sahaja yang ia inginkan namun Imam Hasan AS kemudian
menetapkan syarat-syaratnya seperti berikut:
"Ini adalah syarat yang atasnya Hasan bin Ali bin Abi Talib berdamai dengan Muawiyah bin Abi Sufian dan menyerahkan kepadanya negaranya atau pemerintahan Ali Amirul Mukminin:
1. Bahwa Muawiyah harus memerintah menurut Kitab Allah, Sunnah Rasul dan perangai Khulafa' al-Rasyidin. Muawiyah tidak akan menunjuk atau mengangkat seorang untuk jabatan khalifah sesudahnya;
2. Bahwa khalifah akan dikembalikan kepada Hasan setelah Muawiyah mati namun jika apa-apa berlaku kepada Hasan, maka Husain akan mengambil alih jabatan khalifah.
3. Bahwa Muawiyah tidak menuntut tindakbalas apa pun atas penduduk Madinah, Hijaz, dan Iraq di atas sikap mereka pada masa kekhalifahan Imam Ali AS.
4. Bahwa gubernur-gubernurnya tidak akan melaknat Amirul Mukminin di atas mimbar atau mencacinya dengan perkataan buruk atau melaknatnya dalam qunut sholat.
5. Bahwa rakyat akan dibiarkan dalam aman damai di mana juga mereka berada di bumi Allah.
6. Muawiyah tidak berhak ke atas urusan Baitul Mal di Kufah. Hasan saja yang berhak atas urusannya.
7. Bahwa tidak ada gangguan atau bahaya, secara rahasia atau terbuka, akan ditimpakan terhadap Hasan bin Ali dan saudaranya Husain atau para pengikut dan penyokong mereka atau wanita-wanita mereka.
Walau bagaimanapun Muawiyah mempunyai tujuannya sendiri. Beliau
kemudian menghasut Jud'ah al-Asy'ats meracun Imam Hasan AS. Peristiwa itu
terjadi pada 28 Safar tahun tahun 50 Hijrah. Kemudian dia melantik Yazid
sebagai khalifah selepasnya. Pada tahun 50 Hijrah Muawiyah mengarahkan penduduk
Syria memberikan bai'ah kepada Yazid sebagai Putera Mahkota. Pada tahun 51
Hijrah Muawiyah pergi Haji ke Makkah untuk mendapatkan bai'ah umat Islam kepada
Yazid. Di Madinah Muawiyah memaksa penduduk Madinah memberi bai'ah kepada
Putera Mahkota Yazid. Namun terdapat empat tokoh yang tidak memberikan bai'ah
kepada Yazid yaitu Husain bin Ali, Abdullah bin Umar Abdur Rahman bin Abi Bakar
dan Abdullah bin Zubair.
Muawiyah sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir telah
berpesan kepada Yazid:"Wahai anakku aku telah mengatur segalanya untukmu,
dan aku telah membuat semua orang Arab sepakat untuk patuh kepadamu. Tidak ada
seorangpun kini yang menentang engkau dalam hak khalifahmu tetapi aku sangat
cemas akan Husain bin Ali, Abdullah bin Umar Abdur Rahman bin Abi Bakar dan
Abdullah bin Zubair. Di antara mereka, Husain bin Ali mempunyai daya tarik cinta
dan penghormatan besar kerana hak-hak keutamaannya dan hubungan dekatnya dengan
Rasul. Aku kira rakyat Iraq tidak akan meninggalkannya sampai mereka bangkit
memberontak menentangmu...."
Muawiyah meninggal dunia pada tahun 60 Hijrah. Yazid memerintahkan
gubernur Madinah untuk memaksakan bai'ah kepada Imam Husain AS atau mengirimkan
kepalanya ke Damsyik sekira dia enggan memberikan bai'ahnya.
Setelah gubernur Madinah memberitahu Imam Husain AS tentang
permintaan itu, Imam meminta penundaan waktu untuk memikirkan masalah ini, dan
pada waktu malam ia berangkat dengan keluarganya ke Mekah. Dia mencari
perlindungan dalam Masjidil Haram. Peristiwa ini terjadi menjelang akhir bulan
Rajab dan awal bulan Sya'ban tahun 60 Hijrah. Selama hampir 4 bulan Imam Husain
tinggal di Mekah. Berita ini kemudian tersebar luas di seluruh wilayah Islam
ketika itu. Di satu pihak ramai orang yang tidak puas hati ketidakadilan
peraturan Muawiyah dan bahkan lebih tidak puas hati ketika Yazid menjadi
khalifah, menghubungi Imam Husain AS menyatakan simpati kepadanya. Di pihak
lain banyak surat mulai diterima oleh Imam Husain AS khususnya dari penduduk
kota Kufah, yang mengundang Imam Husain AS ke Iraq dan menerima kepimpinannya
dari rakyat di sana dengan tujuan untuk memulai suatu pergerakan untuk
mengatasi kezaliman yang berlaku terhadap Imam Husain AS ketika itu. Imam
mengetahui bahawa beberapa orang pengikut Yazid telah menyusupi masuk dalam
rombongan jemaah haji dengan senjata dalam pakaian ihram dengan tujuan untuk
membunuh beliau AS.
Imam Husain terus tinggal di Mekah hingga musim Haji ketika umat
Islam dari seluruh dunia datang membanjiri Mekah untuk melaksanakan ibadat
Haji. Imam mempersingkat ibadah hajinya dan memutuskan untuk pergi. Di
tengah-tengah kerumunan orang ramai itu dia AS berdiri dan dalam pidato yang
singkat itu dia juga menjelaskan bahawa dia akan dibunuh dan meminta kaum
Muslimin membantunya untuk mencapai tujuannya dan menyerahkan hidup mereka di
jalan Allah. Keesokan harinya dia berangkat dengan keluarganya dan beberapa
orang sahabatnya ke Iraq.
Imam Husain bertekad untuk tidak memberikan bai'ah kepada Yazid
dan sepenuhnya mengerti bahawa dia akan dibunuh. Dia AS sadar bahawa
kematiannya tidak dapat dielakkan di hadapan kekuatan tentara Bani Umaiyyah.
Beberapa orang tokoh Mekah mencoba menghalangi Imam AS dan mengingatkannya akan
bahaya yang akan menimpanya akibat langkah yang diambilnya itu. Imam Husain AS
menjawab bahwa dia menolak bai'ah kepada penguasa yang zalim. Dia menambahkan
bahawa dia menyedari bahawa ke mana pun dia pergi dia akan dibunuh. Dia akan
meninggalkan Mekah demi menjaga kehormatan Baitullah dan tidak menghendaki
kehormatan ini dinodai dengan cucuran darahnya di sana.
Ketika dalam perjalanan ke Kufah, dia menerima berita bahwa agen
Yazid di Kufah telah membunuh wakil dan utusan Imam Husain AS di kota itu yatu
Hani bin Urwah, Muslim bin Aqil, dan Abdullah bin Yaqtar. Kota Kufah dan
sekitarnya telah dikawal dengan ketat dan sejumlah tentara yang besar sedang
menanti ketibaannya. Maka tidak ada jalan baginya kecuali terus maju dan
menghadapi kesyahidannya.
Sesampainya di Karbala, Imam Husain AS dan rombongannya telah
dikepung oleh tentara Yazid. Selama delapan hari mereka tinggal di tempat ini
dan selama itu pula kepungan semakin menghimpit dengan jumlah tentara musuh
semakin bertambah besar. Akhirnya Imam Husain AS bersama keluarganya dan
sejumlah kecil sahabat-sahabatnya dikepung oleh pasukan musuh sebanyak 30,000
orang. Selama berhari-hari Imam Husain AS mempertahankan kedudukannya. Di malam
hari dia memanggil sahabat-sahabatnya dan dalam satu pidato yang singkat
menyatakan bahawa tidak ada jalan lain di hadapan mereka kecuali kematian dan
kesyahidan. Ditambahkan bahwa karena musuh hanya berurusan dengannya. dia akan
membebaskan mereka dari semua kewajiban sehingga setiap orang yang mau, boleh
melepaskan diri dalam kegelapan malam dan menyelamatkan diri masing-masing.
Kemudian dia memerintahkan untuk memadamkan lampu, dan kebanyakan sahabatnya,
yang telah menggabungkan diri dengannya demi kepentingan peribadi telah keluar
meninggalkan kelompok tersebut. Yang tinggal hanyalah beberapa orang dari
mereka yang mencintai kebenaran kira-kira empat puluh orang dan beberapa orang
dari Bani Hasyim.
Sekali lagi Imam mengumpulkan sahabat-sahabatnya dan keluarga Bani
Hasyim, dengan sekali lagi mengatakan bahwa musuh hanya mau berurusan
dengannya. Namun setiap dari mereka menjawab dengan cara masing-masing
menunjukkan kesetiaan mereka kepada Imam Husain AS - bahwa mereka tidak
sedetikpun akan menyimpang dari jalan kebenaran yang dipimpin oleh Imam dan
tidak akan membiarkannya sendirian. Mereka berkata bahwa mereka akan membela
keluarganya selama mereka dapat mengangkat pedang sampai titik darah yang
terakhir.
Pada hari kesembilan dari bulan itu tentangan terakhir untuk
memilih antara bai'ah atau perang dilakukan oleh musuh Islam. Imam minta
penundaan untuk melakukan sholat malam dan memutuskan melakukan pertempuran di
hari berikutnya.
Pada hari kesepuluh bulan Muharram tahun 61 Hijrah, Imam berbaris
di depan musuh dengan sekelompok kecil pengikutnya tidak lebih dari sembilan
puluh orang yang terdiri dari 40 orang sahabatnya, 30 orang anggota tentara
yang bergabung kepadanya, dan keluarganya dari Bani Hasyim yang terdiri dari
anak-anak, saudara, anak saudaranya lelaki dan wanita dan sepupunya. Hari itu
mereka bertempur dari pagi hingga hembusan nafas mereka yang terakhir, Imam
keluarga Hasyim yang muda, dan sahabat-sahabatnya semuanya syahid. Di antara
yang terbunuh terdapat dua orang anak Imam Hasan, yang baru berusia tiga belas
tahun dan sebelas tahun, serta anak berumur lima tahun dan seorang bayi Imam
Husain yaitu 'Ali Asghar. Imam Husain AS menggendong bayi itu untuk mendapatkan
air sambil berkata kepada pihak musuh:
"Hai orang-orang! Kalian telah membunuh saudaraku, anak-anak,
anak-saudaraku dan para pengikutku. Kini semuanya telah tiada kecuali anak
kecil ini yang tersisa. Berilah anak ini sedikit minum agar....."
Ucapan Imam Husain AS ini belum lagi selesai tetapi telah dipotong
oleh anak panah yang menembus kepala bayi itu. Imam Husain AS tersentak dengan
tindakan musuh itu, sementara darah memancut keluar dari bayi itu membasahi
bibirnya yang sejak tiga hari lalu kering kehausan. Al-Husain AS mengangkat
tangannya ke atas seraya berdoa: "Ya Allah, saksikanlah bahwa mereka
bertekad untuk menlenyapkan seluruh keluarga NabiMu."
Imam Husain AS menatang bayi itu menuju ke kemah Zainab. Umm
Kulthum berlari mendapatkan bayi itu dan mendekapnya yang sudah tidak bernyawa
lagi.
Imam Husain AS memancu kudanya menuju ke medan pertempuran seraya
berteriak: "Apa yang membuat kalian bersemangat memerangiku? Adakah sebuah
kewajiban yang aku tinggalkan? Atau Sunnah Nabi yang aku ubah?
"Tidak, karana dendam dan kebencian di hati kami padamu dan
seluruh keluargamu sejak Badr dan Hunain!" Balas mereka dengan lantang.
Al-Husain AS menoleh ke kiri dan kanan. Tidak ada seorangpun di
sekitarnya. "Kemana semuanya yang telah membantu kami! Siapa yang akan
melindungi wanita-wanita Muhammad dari niat jahat mereka! Mana Muslim bin Aqil,
Hani bin Urwah, Zuhair, Habib, al-Hurr dan sahabat-sahabatnya? Mana bukti
kecintaan kalian? Kini kami datang untuk menyusuli pemergian kalian semua!
Inna Lillahi wa Inna Ilaihi raji'un.
Imam Husain AS memuji sahabat-sahabatnya dalam sebuah puisi yang
indah:
"Mereka adalah kelompok para pemberani
membela kami dengan senjata dan nurani
Mereka adalah manusia-manusia ahli tempur
bergelut dalam dahaga, kenyang dan lumpur
Selamat meneguk air keabadian syurgawi
merasakan hangat cinta dan darah alawi"
Ia ke pasukan musuh dan berhasil membunuh 1,500 orang. Kemudian ia
kembali ke kemahnya sambil bersyair:
"Mereka orang-orang suruhan
mendukung para munafiq kafir
menjilat bangkai
mendengus-dengus bak keldai
menjajakan fitnah dan dusta
menjual agama tak kenal cinta
membunuh kekasih demi harta
tuli, bisu, mati rasa dan buta
Siapakah mereka dan siapa aku?
Muhammad adalah datuk abadiku
Akulah putera Ali sang Khalifah
yang dibunuh orang-orang Kufah
Kami anak-anak Ali sang syurga"
Sekali lagi Imam Husain AS ke arah tentara musuh dan mengibaskan
pedangnya dan berhasil mengorbankan sejumlah mereka. Syimr lalu menghampiri
Umar bin Sa'ad dan keduanya merancang untuk menyerbu Imam Husain AS secara
serentak yaitu dengan pasukan pemanah, pasukan pedang dan pasukan tentera api
dan batu.
Imam Husain AS kemudian diserang oleh puluhan tombak, panah, batu
dan api. Al-Husain AS tidak mampu lagi menghindarinya. Luka di tubuhnya kian
bertambah. Namun al-Husain AS tetap melakukan tantangan dengan tenaganya yang
masih ada. Khuli bin Yazid melepaskan anak panahnya mengenai dada Imam Husain
AS. Imam Husain AS terhuyung-hayang dan kemudian terjatuh dari kudanya.
Imam Husain AS berusaha menahan luka-luka yang mengenainya sambil
berusaha bangkit tetapi si laknat Abu Qudamah al-Amiri melepaskan anak panahnya
lalu mengenai dada kanannya. Al-Husain AS terjatuh dan cuba bangkit lagi. Ia
mengerang kesakitan di kelilingi lingkaran pasukan berkuda Umar bin Sa'ad, la'natullah
alaihi.
Al-Husain AS mencabut panah yang masih menacap di dada kanannya
sekuat tenaga seraya mengigit bibirnya menahan kesakitan. Darah mnyembur keluar
dari luka di dadanya. Imam Husain AS mengusap darah di permukaan janggutnya
seraya berkata: "Demikianlah kalian mengucapkan terima kasih kalian kepada
datukku! Dengan tubuh dan wajah yang berdarah inilah aku akan mengadap datukku,
agar beliau tahu betapa kalian sangat membenci kebenaran dan agamanya."
Kemudian Imam Husain AS pengsan seketika. Syabts bin Rabi'i
bergegas menuju kepada Imam Husain AS untuk berbuat sesuatu namun ia berhenti
dan kembali ke barisannya. Sinan bin Anas mengejek:"Hai mengapa engkau ini
menjadi penakut? Mengapa engkau membatalkan niat untuk membunuh
al-Husain?"
"Hai keparat! Tahukan engkau ia tiba-tiba membuka matanya dan
seketika aku lihat wajah Muhammad datuknya", bantah Syabts.
Kemudian Sinan pula cuba membunuh Imam Husain AS tetapi mundur
juga seperti Syabts. Lalu Syimr mendekati Imam Husain AS dan duduk di atas dada
Imam Husain AS.
"Siapakah engkau? Apa yang membuatkan engkau biadab?"
Tanya Imam Husain AS dengan suara terputus. "Aku Syimr al-Dhibabi,"
Jawabnya singkat sambil menghunuskan pedangnya." Tahukah engkau siapa
orang yang sedang kau duduki? Tanya Imam Husain AS. "Ya. Aku tahu kau
adalah al-Husain putra Ali dan Fatimah binti Muhammad binti Khadijah,"
Jawabnya. "Lalu mengapa kau masih berniat membunuhku?", bantah
al-Husain AS yang mulai merasakan sesak di dadanya. "Aku mengharapkan
balasan dari Yazid," Sahutnya. "Tidakkah mengharapkan syafa'at dari
datukku Rasulullah? "Tanya al-Husain kemudian. "Hai! Sedikit imbuhan
dari Yazid lebih aku sukai daripada ayahmu, datuk dan nenek-moyangmu,"
balas Syimr sombong. "Kalau memang begitu kau harus membunuhku, maka
berilah sedikit air minum terlebih dahulu!" Pinta al-Husain AS.
Namun Syimr enggan menuruti permintaan al-Husain AS itu. Imam
Husain AS meminta Syimr membuka penutup wajahnya. Syimr membuka penutup
wajahnya. "Benar ucapan datukku," Ujar Imam Husain AS. "Apa
ucapan datukmu itu?" Tanya Syimr. "Datukku pernah memberitahuku
bahawa pembunuhku adalah lelaki buruk wajah penuh bulu tebal di tubuh dan
mukanya hingga lebih mirip dengan babi atau anjing hutan daripada
manusia," Jawab Imam Husain AS sambil memalingkan wajahnya.
"Terkutuklah kau dan datukmu yang menyamakan aku dengan babi
dan anjing. Akan aku sembelih engkau sebagai balasan atau ucapan datukmu
itu," Balas Syimr dengan nada benci.
Syimr lalu bertindak ganas. Ia mulai memotong setiap anggota badan
al-Husain perlahan-lahan. Al-Husain AS hanya mampu menjerit parau menahan
kesakitan:"Wa Muhammadah! WA Aliyah! Wa Hasanah! Wa Jafarah! Wa Hamzatah!
Wa Aqilah! Wa Abbasah! Wa Qatilah!," setiap kali pedih luka dirasakannya.
Akhirnya Syimr memotong leher Imam Husain AS yang memutuskan
kepalanya yang suci dari badannya yang suci itu. Al-Husain AS gugur syahid
sebagai Abul-Syuhada pada hari Isnin 10 Muharram tahun 61 Hijrah. Inna Lillahi
Wa inna Ilaihi Raji'un.
___________________________
Sumber-sumber Rujukan:
1. Imam Husein And The Day of Ashura, al-Balagh Foudation, 1412H.
2. Awal dan Sejarah Islam Syiah, S. Husain M. Jafri, Pustaka
Hidayah, 1409H.
3. Al-Husain Darah Yang Mengalahkan Pedang, Muhsin Labib, Yayasan
Islam Bagir, Bangil, 1414H.
4. Islam Syiah, Allamah M.H. Thabathabai, PT Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, 1989.
5. Husayn bin Ali, Cucunda Rasulullah SAW, Fadzlullah Haji Shuib,
Pustaka Warisan, Kuala Lumpur, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar