Sabtu, 02 November 2013

Imam Husain As Penghulu Para Pemuda Penghuni Surga



Salah satu dari keutamaan Imam Hasan As dan Imam Husain As adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw yang mengatakan bahwa kedua pemuda ini merupakan penghulu para pemuda penghuni surga, sebuah keutamaan yang tidak pernah dimiliki dan dicapai oleh siapapun kecuali mereka. Berikut kami akan mencoba menganalisa lebih jauh tentang hadis ini:


Hadis-hadis
Telah dikatakan dari Rasulullah saw yang bersabda, "Hasan As dan Husain As merupakan dua penghulu dan tuan bagi para pemuda penghuni surga", kemasyhuran hadis ini sampai pada kedudukan mutawattir. Di sini, kami akan mengisyarahkan sebagian dari hadis-hadis tersebut:
1.  Khatib Baghdadi dengan sanad dari Amirul Mukminin As menukil bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Al-Hasan dan al-Husain adalah dua penghulu para pemuda surga, sedangkan ayahnya lebih baik dari keduanya."[1]
2.  Mutaqqi Hindi dengan sanadnya dari Imam Ali As menukil bahwa Rasulullah Saw kepada putrinya Fatimah As bersabda, "Apakah engkau tidak senang dengan kedudukanmu sebagai pemimpin para perempuan penghuni surga dan dua orang putramu sebagai pemimpin para pemuda penghuni surga?!"[2]
3.  Ibnu 'Asakir dengan sanadnya dari Ibnu Abbas menukil bahwa Rasulullah saw bersabda, "Hasan dan Husain adalah dua pembesar para pemuda penghuni surga, barang siapa mencintai keduanya berarti dia mencintaiku dan barang siapa memusuhi keduanya berarti dia memusuhiku."[3]

Para Perawi Hadis dari Kalangan Para Sahabat Rasulullah Saw
Hadis mulia ini kebanyakan dinukilkan oleh para sahabat Rasul saw, di antaranya adalah:
1.  Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As.
2.  Imam Husain bin Ali As.
3.  Abdullah bin Abbas.
4.  Abu Bakar bin Abi Qahafah.
5.  Umar bin Khathab.
6.  Abdullah bin Umar.
7.  Jabir bin Abdullah Anshari.
8.  Abdullah bin Mas'ud.
9.  Hudzaifah bin Yaman.
10.  Jaham.
11.  Malik bin Huwairits Laitsi.
12.  Qarrah bin Ayas.
13.  Asma bin Zaid.
14.  Anas bin Malik.
15.  Abu Hurairah Dusi.
16.  Abu Sa'id Khudri.
17.  Bara bin 'Azib.
18.  Ali Hilali.
19.  Abu Ramtsah.
20.  Buraidah.

Para Perawi Hadis dari Kalangan Para Ulama Umum
Hadis mulia ini telah pula dinukilkan oleh mayoritas para ulama umum di dalam kitab-kitab mereka, di antaranya adalah:
1.  Khathib Baghdadi.[4]
2.  Ibnu 'Asakir.[5]
3.  Thabarani.[6]
4.  Muttaqi Hindi.[7]
5.  Muhibbuddin Thabari.[8]
6.  Haitsami.[9]
7.  Abu Na'im Ishfahani.[10]
8.  Ibnu Himad Hanbali.[11]
9.  Waki'.[12]
10.  Ibnu Majah.[13]
11.  Hakim Naisyaburi.[14]
12.  Ganji Syafi'i.[15]
13.  Turmudzi.[16]
14.  Ahmad bin Hanbal.[17]
15.  Dzahabi.[18]
16.  Ibnu Hajar.[19]
17.  Baghwa.[20]
18.  Abul Qasim Sahami.[21]
19.  Nahbani.[22]
20.  Ibnu Hajar Haitami.[23]
21.  Suyuthi.[24]
22.  Dailami.[25]
23.  Ibnu Abi Syaibah.[26]
24.  Nasai.[27]
25.  Ibnu Habban.[28]
26.  Sam'ani.[29]
27.  Suyuthi.[30]
28.  Mannawa.[31]
29.  Albani.[32]

Penegasan atas Kebenaran Hadis
Terdapat pula sekelompok dari ulama Ahlusunnah yang memberikan penegasan atas kebenaran hadis ini, di antaranya adalah:

1.  Hafiz Ganji Syafi'I berkata, "Hadis ini hasan dan terbukti …"[33]
Imam ahli hadis, Abu al-Qasim Thabarani dalam kitabnya  Al-Mu'jam Al-Kabir dalam penjelasannya tentang Imam Husain As menukil jalur hadis ini dari sekelompok sahabat … setelah menukil sekelompok dari mereka dan jalur hadis mereka, dia kemudian mengatakan, "Pendekatan sanad-sanad ini antara satu dengan yang lain merupakan dalil dan argumen atas kebenaran hadis ini."[34]

2.  Hakim Neisyaburi berkata, "Hadis ini sahih dengan tambahan kalimat "dan ayah keduanya lebih baik dari mereka", akan tetapi kedua syeikh tidak menukilnya."[35]

Dalam penjelasan hadis lainnya, Neisyaburi mengatakan, "Ini merupakan hadis yang bisa dibenarkan dari berbagai cara, aku heran bagaimana kedua orang syeikh ini tidak menukilnya."[36]

3.  Dzahabi, "Hadis ini adalah sahih dan benar."[37]

4.  Turmudzi, "Hadis ini hasan dan terdapat pula bentuk yang lain."[38]

Dia juga mengemukakan hadis ini dengan sanad lainnya, dan dalam penjelasannya dia mengatakan, "Hadis ini adalah sahih dan hasan."[39]

Demikian juga Albani menerima pembenaran yang dikemukakan oleh Turmudzi, dengan mengatakan, "Topik tak lain adalah sebagaimana apa yang dia katakan". Dan juga dalam hadis hasan, Turmudzi mengatakan, "Sanadnya sahih dan benar; dan rijalnya tsiqah (terpercaya) yaitu rijalnya sahih, selain Maisarah Ibnu Habib yang tsiqah."[40] Selain itu, dia juga menerima pembenaran dari Hakim dan Dzahabi.[41]

5.  Haitsami dalam kitab Majma' Al-Zawaid membenarkan hadis di atas dengan jalur dari Abi Sa'id Hadri.[42]
6.  Musthafa bin Adawi.[43]
7.  Huwaini Atsari dalam analisa kitab Khashaish Amirul Mukminin As juga membenarkan hadis ini.[44]
8.  Aldani ibnu Munir ali Zahawi.[45]
9.  Hamzah Ahmad Az-Zain peneliti kitab Musnad Ahmad.[46]
10.  Ibnu Haban pun menyertakan hadis ini dalam kitab sahihnya.[47]

Hadis ini dalam mayoritas jalur berada dalam batasan dimana Suyuthi dan Sam'ani sepakat dengan ketawatirannya.[48]

Distorsi dan Penyimpangan
Karena  hadis  ini  merupakan  argumentasi  atas  kebenaran dan keutamaan Imam Hasan As dan Imam Husain As atas seluruh sahabat, Ahlusunnah dalam upayanya untuk menyelamatkan dirinya, mereka mencoba menggunakan segala jalur yang memungkinkan dan berusaha untuk memberikan dukungan kepada para pembesarnya supaya tidak tertinggal dari kedua Imam As ini. Oleh karena itu mereka mencoba mencari legitimasi dengan cara menghilangkan, menambah, mengubah atau memalsukan hadis-hadis lain yang mirip dengannya kemudian memanfaatkannya untuk mendukung para wali mereka. Di sini kami akan mengetengahkan masing-masing dari penyimpangan tersebut.

Distorsi Pertama: Pengecualian atas Isa As dan Yahya As
Pada hadis yang dinukilkan oleh Thabarani, dalam penjelasan mengenainya, mereka mengistimewakan Yahya As dan Isa As. Dalam hadisnya ini, Thabarani mengemukakan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada putrinya Fatimah az-Zahra As, "Demi Allah! Tidak ada nabi lain yang anaknya bukan nabi, kecuali diriku. Dan sesungguhnya kedua putramu adalah pemimpin para pemuda ahli surga kecuali dua putra bibi, Yahya As dan Isa As".[49]

Jawaban
Pertama: Thabarani mengemukakan hadis ini dari Imam Ali As dengan lima jalur dimana empat jalurnya diketengahkan dengan satu kalimat "Al-Hasan dan al-Husain adalah dua penghulu para pemuda surga" dan hal ini disepakati, sementara teks kelimanya memiliki pengecualian seperti di atas, dengan demikian berarti kemungkinan  terjadinya distorsi adalah dengan melakukan penambahan padanya.

Demikian pula dalam riwayat Abu Sa'id Khudri terdapat pengecualian ini pada sebagian jalurnya, sementara pada sebagian  lainnya  tidak ditemukan.[50]

Jika seseorang mengkritisi bahwa penambahan dan pengurangan seperti ini terdapat juga pada sebagian hadis lainnya, lalu bagaimana kita bisa membuktikannya?

Dalam menjawab pertanyaan ini kita harus mengatakan: Hadis-hadis tersebut bisa kita koreksi dengan banyaknya bukti dan jumlah sanad, terutama dalam riwayat-riwayat lain yang dikemukakan secara mandiri.

Kedua: Hadis ini dimana di dalamnya  telah mengecualikan Nabi Yahya As dan Nabi Isa As, telah dinukilkan dari jalur Imam Ali As dan Abu Sa'id Khudri sementara pada masing-masing kedua sanadnya terdapat kelemahan:

a.  Pada sanad hadis Amirul Mukminin Ali As, terdapat nama Isbath bin Nashri yang mendapatkan celaan dari mayoritas ahli rijal (pakar perawi hadis) umum. Abu Hatam mengatakan, "Aku telah mendengar dari Abu Na'im bahwa dia adalah lemah". Nisai mengatakan, "Sanad ini tidak kuat".

Sementara Saji menempatkannya di antara kelompok orang-orang yang lemah dan mengatakan, "Dia menukil hadis-hadis yang tidak berada dalam posisinya yang sesuai".

Ibnu Mu'in tidak menganggap keberadaannya sedikitpun.[51] Dan Ibnu Hajar memperkenalkannya sebagai seorang sosok yang banyak melakukan kesalahan.[52]

Seseorang bertanya kepada Ahmad bin Hanbal mengenainya, dia mengatakan, "Aku tidak menuliskan satupun hadis darinya, tentang siapapun juga".[53] Sementara itu, Dzahabi menempatkannya dalam kelompok orang-orang yang lemah.[54]

b.  Sedangkan pada sanad hadis Abi Sa'id Hadri terdapat nama Hikam bin Abdurrahman dimana sebagian dari para rijal umum menempatkannya sebagai sosok yang berkedudukan lemah, Ibnu Mu'in secara tegas mengangapnya sebagai orang yang lemah.[55] Sedangkan Ibnu Hajar memperkenalkannya sebagai orang yang memiliki ingatan buruk.[56]

Distorsi Kedua: Inti Hadis Menguntungkan Kedua Syaikh
Terdapat pula sebagian kelompok yang memutar-balikkan hadis yang mulia ini dan mereka menempatkannya untuk membuktikan kemuliaan Abu Bakar dan Umar. Lantaran mereka berdua tidak lagi bias dikatakan sebagai pemuda, maka mereka merubah hadis tersebut dan menggantikan kata pemuda dengan orang tua atau syeikh.

Sekarang marilah kita mencoba menganalisa masing-masing dari hadis-hadis tersebut:

1.  Riwayat Turmudzi
Turmudzi dengan sanad dari Ibnu Madhmun menukil:

Sanad Pertama:
"Telah meriwayatkan kepada kami Ali bin Hujar, telah menyampaikan berita kepada kami Walid bin Muhammad al-Muwaqqari, dari Zuhri, dari Ali bin Al-Husain, dari Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan, "Aku tengah bersama Rasulullah saw ketika Abu Bakar dan Umar memasuki ruangan, melihat kedatangan keduanya Rasulullah bersabda, "Kedua orang ini adalah dua penghulu para orang tua penghuni surga dari awal hingga akhir kecuali para nabi dan para mursalin. Wahai Ali! Janganlah engkau merendahkan mereka berdua."

Hadis ini memiliki kelemahan dari beberapa aspek:
Pertama: Turmudzi menganggap hadis ini asing.
Kedua: Dia mengatakan, "Walid bin Muhammad Muwaqqari berada dalam posisi yang telah dilemahkan."[57]

Sebagian lainnya dari para ulama rijal Ahlusunnahpun menganggapnya sebagai orang yang lemah, di antaranya: Bukhari tentangnya mengatakan, "Hadisnya tidak benar dan mungkar."[58]

Abu Hatam menganggapnya sebagai Dhaif al-Hadist (yang lemahh adisnya), sementara Ibnu Habban mengatakan, "Dia  menukil  sesuatu yang palsu dari Zuhri dimana Zuhri sama sekali tidak meriwayatkannya … oleh karena itu sama sekali tidak dibenarkan menggunakan hadis-hadis darinya."

Ibnu Al-Madyani mengatakan, "Hadisnya tidak bisa ditulis". Sedangkan Dzahabi menempatkannya dalam kelompok orang-orang yang lemah dan ditinggalkan kemudian mengatakan, "Yahya telah menolaknya dan Daraqathni menganggapnya lemah".[59]

Pada tempat lain, Ibnu Huzaimah mengatakan, "Aku tidak akan membutuhkan hadis darinya". Nisa-i juga menganggapnya matruk al-hadits (yang hadisnya ditinggalkan) dan mengatakan, "Yahya bin Mu'in telah menolaknya." Lalu bagaimana hadis dengan kondisi seperti ini bisa dijadikan sebagai sandaran argumentasi?!

Ketiga: Zuhri adalah salah satu sosok yang bisa dikatakan telah menduduki posisi pada pemerintahan Bani Marwan dan senantiasa menjadi tunggangan mereka, lalu bagaimana ia bisa dipercaya?! Bahkan dengan alasan ini pulalah saudara perempuannya sendiripun telah menganggapnya sebagai orang yang fasik.[60]

Demikian juga dengan Syafi'i dan Daraqathni telah mensifatinya dengan seorang yang menyembunyikan kebenaran, sedangkan Ibnu Hajar menempatkannya dalam tingkatan ketiga dari kelompok orang-orang yang menyembunyikan kebenaran.[61] Sedangkan menyembunyikan kebenaran dikategorikan sebagai sebuah kebohongan.

Keempat: Berdasarkan perspektif Ahlu Sunnah, di dalam hadis ini terdapat masalah dalam penggalan sanadnya, yaitu karena Imam Zainal Abidin As pada masa kehidupan Imam Ali bin Abi Thalib belum sampai pada usianya yang mampu untuk menukil hadis dari Imam As. Meskipun dalam maktab kita persoalan ini bisa diselesaikan, akan tetapi menurut perspektif mereka tetap terdapat masalah.

Kelima: Di dalam surga, seluruh manusia berada dalam usia yang masih muda dan remaja, dan tidak terdapat lelaki yang berusia tua.

Keenam: Aspek apakah yang telah menyebabkan Rasulullah saw menghalangi penyebaran berita hadis ini?

Sanad kedua:
Turmudzi menukil kandungan yang sama dari Hasan bin Shabah Bezar, dari Muhammad bin Katsir, dari Auza'i, dari Qatadah, dari Anas, lalu dari Rasulullah saw. Di dalam sanad inipun terdapat masalah:

Pertama: Turmudzi menganggapnya asing.
Kedua: Pada sanadnya terdapat nama Muhammad bin Katsir Mushishi dimana sekelompok dari ulama umum telah menganggapnya lemah, seperti: Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Suatu hari, seseorang telah menyebutkan nama Muhammad bin Katsir di dekat ayahku, dan ayahku sungguh-sungguh menganggapnya lemah dan munkarul hadits." Shalih bin Ahmad menukil dari ayahnya bahwa dia tidak tsiqah di sisiku.

Dikatakan kepada Ibnu al-Madyani, "Muhammad bin Katsir telah menukil hadis ini dari Auza'i, dari Qattadah, dari Anas." Lalu Ibnu al-Madyani mengatakan, "Sebelumnya aku ingin menemui syeikh ini akan tetapi sekarang aku tidak ingin lagi menemuinya"

Abu Daud mengatakan, "Dia tidak memahami hadis." Abu Hamid Hakim memandangnya tidak memiliki posisi yang kuat di mata Ahlu Sunnah. Nasai juga memperkenalkannya sebagai orang yang banyak memiliki kesalahan.[62]

Ketiga: Dalam sanad hadis ini banyak terdapat orang-orang yang tercela yang tergolong di antara mereka yang menyembunyikan kebenaran.[63]

Sanad Ketiga:
Turmudzi menukil teks dan kandungan hadis tersebut dari Ya'qub bin Ibrahim Durqi, dari Sofyan bin 'Iyinah, dari Dawud, dari Sya'bi, dari Harits, dari Ali As, dan dari Rasulullah Saw. Sanad ini juga memiliki banyak kelemahan:

Pertama: Nasa-i dan yang lain menegaskan bahwa Sofyan bin 'Iyinah adalah seorang yang menyembunyikan kebenaran. Ibnu Hajar pun menempatkannya pada tingkatan ketiga dari orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Akan tetapi, Ibnu Hajar lebih sedikit menghaluskan ungkapannya dan menyatakan bahwa dia menyembunyikan kebenaran hanya dari orang-orang yang tsiqah dan terpercaya. Namun, jawabannya adalah dalam keadaan seperti ini apa urgensi dari 'menyembunyikan kebenaran'? Sedangkan menurut mayoritas ulama Ahlu Sunnah, menyembunyikan kebenaran dikategorikan ke dalam bentuk-bentuk kebohongan.[64]

Kedua: Dalam sanad hadis ini pun terdapat nama Dawud bin abi Hind yang oleh Ahmad bin Hambal ditempatkan sebagai orang yang diragukan di mata ulama Rijal dan seseorang yang telah banyak melakukan berbagai kesalahan dan kekeliruan. [65]

Ketiga: Yang aneh adalah bagaimana Sya'bi menukil hadis dari Harits, sementara dia memandangnya sebagai seorang pembohong, sebagaimana hal ini akan diisyarahkan pada pembahasan selanjutnya.

2.  Riwayat Ibnu Majah
Ibnu Majah menukil hadis ini dengan dua sanad:

Sanad Pertama:
Dalam sanad pertamanya dia menukil kandungan ini dari Hisyam bin Ammar, dari Sofyan, dari Hasan bin Ammarah, dari Faras, dari Sya'bi, dari Harits, dari Ali As, dari Rasulullah Saw.[66]

Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sanad ini adalah:
Pertama: Dalam sanad ini terdapat Sofyan bin 'Iyyinah yang tergolong dalam kelompok orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan yang dimaksud dengan menyembunyikan kebenaran adalah bahwa perawi menisbatkan hadis kepada seseorang yang tidak mengatakannya.

Kedua: Dalam sanad ini terdapat Hasan bin Ammarah yang jika dibandingkan dengan Sofyan kondisinya dalam menyembunyikan kebenaran berada dalam tingkatan yang lebih parah. Banyak dari kalangan Ahlusunnah yang menganggapnya lemah, di antara mereka adalah, Baihaqi yang mengatakan, "Dia telah ditinggalkan dan hadisnya tidak bisa digunakan untuk berhujjah."[67]

Daraquthni menempatkannya sebagai orang yang lemah.[68] Dan Ibnu Habban menyebutkannya dalam kitabnya yang berjudul Majruhin.[69] Yahya bin Mu'in pun menganggapnya sabagai orang yang tak berharga.

Ibnu Habban menukil dari Syu'bah yang mengatakan, "Kami tidak ragu bahwa ia telah menukil riwayat dari Hasan bin Ammarah atau dia telah melakukan zina dalam Islam, dengan artian bahwa dosa dari keduanya adalah sama dan setara."

Ketiga: Syu'bi adalah seseorang yang mendapatkan posisi dalam pemerintahan Bani Umayyah dan dia adalah guru dari anak-anak Abdul Malik bin Marwan serta hakim mereka di Kufah pada masa kekuasaan Hujaj dan setelahnya.[70]

Telah dinukilkan bahwa Ahnaf telah berkata kepadanya, "Putuskanlah persoalan di antara dua orang dengan hukum Tuhan." Dalam menjawab perkataan ini dia mengatakan, "Aku tidak memutuskan dengan hukum Tuhan melainkan aku menghukumi dengan pendapatku sendiri."[71]

Ibnu Abi Al-Hadid menukil  bahwa suatu hari Jamilah putri Isa bin Jarot yang cantik mendatangi Syu'bi bersama musuhnya –hakim Abdul Malik– dan Sya'bi menentukan putusannya yang menguntungkan bagi Jamilah. Setelah itu Ibnu Abi Al-Hadid menukil syair Hudzail Asyja'i yang di dalamnya mengungkapkan tentang keputusan Syu'bi yang dzalim.[72]

Keempat: Syu'bi menukil riwayat dari Harits, padahal Syu'bi senantiasa menyangkalnya. Dalam pendahuluan shahihnya, Muslim dengan sanadnya sendiri dari Syu'bi menukil bahwa ia berkata, "Harits Ayyur Hamadani telah meriwayatkan untuk kami, sedangkan ia adalah pembohong".[73]

Ibnu Habban menukil dari Syu'bi bahwa Harits telah meriwayatkan untuk kami dan aku memberikan kesaksian bahwa dia adalah salah satu dari orang-orang yang bohong.[74]

Ibnu Hajar dalam penjelasannya tentang Harits mengatakan, "Syu'bi telah menganggapnya sebagai seseorang yang bohong dalam pendapatnya, dia menempatkannya sebagai rafidh (orang yang telah ditinggalkan) dan menganggap bahwa dalam hadisnya terdapat kelemahan."[75]

Nuri dalam kitab Khulashah-nya mengatakan, "Kelemahannya telah merupakan pendapat yang ijma', karena ia adalah pendusta."[76]

Fatani mengatakan, "Harits bin Abdullah Hamadani Ayyur merupakan salah satu pembesar ulama tabi'in. Namun Syu'bi dan Ibnu Madyani menyangkalnyanya."[77]

Sanad kedua:
Ibnu Majah dalam sanad kedua menukil kandungan ini dari Abu Syuaib Shalih bin Haitsam Thai, dari Abdul Qudus bin Bukrain Khanis, dari Malik bin Maghul, dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw.

Mengenai ketidakotentikan hadis ini telah cukup dengan melihat keberadaan Abdul Qudus di dalamnya, dimana ia adalah orang yang telah dikatakan oleh Ibnu Hajar dengan pernyataannya, "Mahmud bin Ghilan dari Ahmad, Ibnu Mu'in, dan Khaitsamah menukil bahwa mereka mencoret hadis yang diriwayatkannya".[78]

3.  Riwayat Haitsami
Kandungan yang sama dinukilkan pula oleh Haitsami dengan sanadnya dari Abi Juhaifah yang juga dari Rasulullah saw,[79] akan tetapi dalam sanadnya terdapat Khanis bin Bakir bin Khanis yang oleh Shalih bin Jazrah dianggap lemah.[80]

4.  Riwayat Dulabi
Dulabi menukil kandungan yang sama dengan sanad lain dari Abi Juhaifah dari Rasulullah Saw dimana di dalam sanad  inipun  terdapat Khanis bin Bakir bin Khanis yang telah dilemahkan.

5.  Riwayat Abdullah bin Ahmad Hanbal
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dengan sanadnya dari Rasulullah saw menukil pula kandungan hadis ini.[81] Akan tetapi dalam sanadnya terdapat nama Abdullah bin Umar Yamani dimana Dzahabi menempatkannya sebagai orang yang majhul dan tidak jelas.[82]

Demikian juga pada sanad ini terdapat nama Hasan bin Zaid yang merupakan salah satu wali Manshur  di kota Madinah, dan setelah itu menjadi sahabat dan pendukung Mahdi Abbasi. Ibnu 'Adi mengatakan, "Hadis-hadisnya lemah."[83] Demikian juga Fatani mengatakan, "Dia adalah lemah".[84]

6.  Riwayat Khathib Baghdadi
Baghdadi menukil kandungan ini dengan empat sanad.

Sanad Pertama:
Baghdadi telah menukikan kandungan ini dengan sanadnya sendiri dari Anas bin Malik.[85] Akan tetapi mengenai lemahnya sanad ini cukup dengan adanya nama Yahya bin 'Anbasah yang terdapat di dalamnya. Ibnu Habban menyebutkannya  dalam  kitabnya  yang  berjudul Al Majruhin  dan  mengatakan, "Dia  merupakan  syeikh dajjal yang meletakkan hadis dan menganggap Ibnu 'Iyyinah, Daud bin Abi Hind, Abu Hanifah dan lain-lainnya  adalah orang-orang  yang  terpercaya, menukil riwayat darinya sama sekali tidak sah dan tidak benar."[86]

Daruquthni memperkenalkannya sebagai dajjal yang meletakkan hadis dan Ibnu 'Adi mengatakan, "Ia adalah munkar al-hadits dimana keadaannya sangat jelas."[87] Zahabi menempatkannya dalam Diwan Dhuafa wa Matrukin.[88]

Demikian juga dalam sanad ini terdapat Hamid Thawil dimana mengenainya Dzahabi mengatakan, "Kami tidak  mengetahui identitasnya yang sebenarnya."[89]

Sanad Kedua:
Kandungan yang sama dinukilkan pula oleh Baghdadi dari sanadnya dari Imam Ali As, dari Rasulullah saw dimana di dalam sanad ini selain terdapat Syu'bi dan Harits yang pada pembahasan terdahulu telah diketahui sebagai orang yang lemah, di dalamnya terdapat pula Basyar bin Musa Al-Khaffaf dimana Bukhari menganggapnya sebagai munkarul hadits, dan Ibnu Mu'in memasukkannya dalam kelompok orang-orang dajjal dan tak bisa dipercaya, sementara itu Abu Zur'ah menganggapnya lemah.[90]

Sanad Ketiga:
Pada sanad ketiganya, Baghdadi  menukil  kandungan hadis ini dari Ibnu Abbas dengan dua jalur.[91]

Akan tetapi pada jalur pertama terdapat Abdullah bin Musa dimana dia telah diperkenalkan sebagai seorang Syiah yang berapi-api,[92] sehingga sama sekali tidak bisa diasumsikan dia bisa menukil sebuah hadis semacam ini. Khususnya karena Ahmad bin Hanbal menghalangi para penukil hadis dari menukil hadisnya.[93]

Demikian juga pada sanad jalur pertamanya terdapat Yunus bin Abi Ishaq dimana sebagian kelompok menganggapnya lemah, dan Ahmad bin Hanbal memperkenalkannya sebagai orang yang lemah dan perkataannya tidak jelas.[94]

Sedangkan pada jalur kedua terdapat Thalhah bin Amru dimana ia merupakan orang yang dianggap lemah oleh mayoritas para rijal; Ahmad  bin  Hanbal  menganggapnya sebagai tak berharga dan matruk al-hadits, Ibnu Mu'in menganggapnya sebagai orang yang lemah, Juzjani menganggapnya  tidak sehat dalam hadis, sedangkan Abu Hatam menempatkannya sebagai orang yang tidak kuat, sementara Bukhari menganggapnya tak berharga dan Nisai memandangnya sebagai matruk al-hadits dan tidak bisa dipercaya, Ibnu al-Madyani menganggapnya lemah dan tidak berharga, Ibnu Jazm menganggapnya sebagai tiang dari tiang-tiang kebohongan dan matruk al-hadits (hadis yang tertolak).

Sementara itu, Ibnu Habban mengatakan, "Dia menukil riwayat dari orang-orang yang tsiqah dan terpercaya sementara hal tersebut tidak ada dalam hadis-hadis mereka.[95]

Sanad Keempat:
Khatib Baghdadi juga menukil kandungan ini dengan sebuah sanad dari Ibnu Abbas dimana dalam sanadnya  ini terdapat Thalhah bin Amru dimana keadaan dan kondisinya telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

Baghdadi mengetengahkan kandungan ini dalam kitabnya yang berjudul Maudhah Auham al-Jam' wa At-Tafriq.[96]

Akan tetapi dalam sanadnya ini terdapat 'Akramah bin Ibrahim dimana Ibnu Habban mengatakan, "Dia mendekatkan berita-berita dan menggunakannya tidak pada tempatnya, demikian juga dia mengutamakan mursal, oleh karena itu berhujjah dengan hadis-hadisnya tidaklah dibenarkan." Sedangkan Ibnu Mu'in dan Abu Daud menganggapnya tak berharga, sementara Nasai menganggapnya lemah.[97]

7.  Riwayat Ibnu Hajar
Dalam kitabnya yang berjudul Lisan Al-Mizan, kandungan yang sama telah dinukilkan pula oleh Ibnu Hajar dari Ibnu Umar.[98] Di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Umar. Ibnu Hajar menukil perkataan Ahmad tentangnya yang mengatakan bahwa selama beberapa waktu lamanya kami telah membakar hadis-hadisnya. Juzjani pun menempatkannya sebagai dhaiful amr dan ia juga mengemukakan tentang pendapat-pendapat dari selainnya yang melemahkannya.[99]

8.  Hadis Ibnu Najjar
Dalam penjelasannya terhadap kitab Tarikh Baghdadi dengan sanadnya dari Anas menukil kandungan ini bahwa di antara orang-orang yang berada di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Katsir, sementara pada pembahasan sebelumnya kita telah mengetahui tentang kelemahannya.

9.  Riwayat Ibnu 'Asakir
Dia menukil kandungan ini dengan sanadnya dari Husain bin Ali As dimana di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Yunus Qurshi Kudaimi. Daraqathni menuduhnya sebagai orang yang memalsukan hadis. Ibnu Habban mengatakan, "Dia sering memalsukan hadis dan telah menisbatkan lebih dari seribu hadis bohong kepada orang-orang yang tsiqah dan terpercaya". Ibnu 'Adi juga mengatakan, "Dia tertuduh memalsukan hadis, sehingga mayoritas dari syeikh-syeikh kami telah meninggalkan hadisnya".

10.  Hadis Ibnu Abi Syaibah
Kandungan ini dinukilkan dari Imam Ali As, dimana pada sanadnya terdapat Musa bin 'Ubaidah Rabadzi. Mengenainya Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Hadisnya tidak bias ditulis". Nisai dan yang lain-lain menganggapnya lemah. Sedangkan Ibnu 'Adi mengatakan, "Kelemahannya tampak jelas dalam riwayat-riwayatnya." Ibnu Mu'in mengangapnya tak berharga, sementara Yahya bin Sa'id mengatakan, "Kami menghindari hadis-hadisnya"

Demikian juga dalam sanadnya ini terdapat Abi Ma'adz dimana Ahmad bin Hanbal menghindarkan diri dari menukil riwayat yang dibawakannya, sementara Ibnu Mu'in menganggapnya tak berharga, Juzjan juga menganggapnya gugur sementara Daraqathni memperkenalkannya sebagai yang telah ditinggalkan.[100]

Selain itu perkataannya yang mengatakan "Wahai Abil Khathab" yang diriwayatkan oleh Abi Ma'adz merupakan  sosok yang majhul dan tak dikenal.

11.  Riwayat Thahawi
Dia pun menukil hadis ini dalam kitabnya yang berjudul Musykil Al-Atsar dengan empat sanad:

Sanad Pertama:
Pada sanad pertama ini kandungan hadis dinukilkan dari Anas bin Malik dimana di dalamnya terdapat Muhammad bin Katsir yang kelemahannya telah kami utarakan pada pembahasan yang telah lalu.

Sanad Kedua:
Pada sanad kedua, hadis tersebut dinukilkan dari Imam Ali As yang pada jalurnya terdapat Abi Janab Yahya bin Abi Hayyah Kalbi dimana Yahya bin Qathan mengatakan bahwa menukil riwayat darinya dianggap tidak halal. Falas menempatkannya sebagai orang yang telah ditinggalkan, sementara Nasai dan Daraqathni serta Utsman bin Abi Shaibah menganggapnya lemah.[101]

Ibnu Habban mengatakan, "Apa yang dia dengar dari para dhuafa akan dia nisbatkan kepada orang-orang tsiqah … dan oleh karenanya Yahya bin Sa'id Qathan menganggapnya tak berharga, sedangkan Ahmad bin Hanbal menyerangnya dengan kuat.[102] Selain itu terdapat pula nama Syu'bi di dalam sanad tersebut, sementara dia telah  dikategorikan sebagai orang yang hadis-hadisnya dilemahkan."

Sanad Ketiga:
Sanad ketiga pun dinukilkan dari Imam Ali As dimana di dalam jalurnya terdapat Syu'bi yang lemah.

Sanad Keempat:
Sanad keempat telah dinukilkan dari Abi Sa'id Khudri, akan tetapi di dalam sanadnya terdapat Ashbagh bin Faraj yang merupakan salah satu wali Bani Umayyah.[103] Demikian juga di dalamnya terdapat Ali bin Abis dimana namanya dicantumkan oleh Ibnu Habban dalam kitabnya Al Majruhin dan dia menganggap bahwa berhujjah dengan hadisnya adalah batal.[104] Dalam sanad ini pun terdapat kelemahan yang lain yaitu keberadaan Katsirunnida dimana Dzahabi memasukkannya dalam Diwan Adh Dhuafa wa Al Matrukin.[105]

12.  Hadis Ibnu Abi Hatam
Dia menukil  hadis ini dengan tiga sanad akan tetapi ketiganya batal dan tidak sah.[106]

13.  Hadis Thabarani
Dia pun menukil kandungan ini dengan dua sanad:

Sanad Pertama:
Pada sanad ini yang berasal dari Rasulullah saw[107] terdapat Khanis bin Bakir  dimana  menurut  Shalih Juzrah dia dikategorikan sebagai orang yang hadisnya lemah dan Buwaishari pun menganggapnya bermasalah.[108]

Sanad Kedua:
Pada sanad kedua, dimana kandungannya dinukilkan dari Anas bin Malik dari Rasulullah saw, terdapat nama Muhammad bin Katsir yang keadaannya telah kita bahas pada pembahasan sebelumnya.

14.  Hadis Ibnu Qutaibah
Kandungan ini dikemukakan pada awal kitabnya, akan tetapi di dalam sanadnya terdapat Nuh bin Abi Maryam dimana tetang kedudukan sosok ini Ibnu Habban mengatakan, "Dia mengqulubkan sanad-sanad. Dia menukil hadis-hadis dari orang-orang yang terpercaya dimana tidak merupakan hadis yang terbukti, oleh karena itu hadis-hadisnya sama sekali tidak bisa digunakan untuk berhujjah."[109]

Muslim dan selainnya menempatkannya sebagai sosok matrukulhadits (yang hadisnya ditinggalkan), Bukhari menganggapnya sebagai munkarul hadits (hadis-hadisnya munkar), sedangkan Hakim dan Ibnu Al-Jauzi menempatkannya sebagai tukang pemalsu hadis.[110]

Oleh karena itu Ibnu Al-Jauzi menyebutkan hadis-hadis palsunya dalam beberapa tema. Sementara itu mengenai sosok ini Hakim mengatakan, "Segala sesuatu telah diberikan kepadanya sebagai sebuah rezki kecuali kebenaran dari apa yang dikatakannya."[111]

Kesimpulan:
Seluruh hadis di atas merupakan hadis-hadis yang memiliki sanad,  dan kandungan hadis ini dinukilkan oleh kalangan Ahlusunnah, akan tetapi telah jelas bahwa tidak ada satupun dari sanad-sanad mereka yang bias dianggap shahih dan benar. Dan sebagiannya pun memaparkan kandungan ini secara mursal  –yang tergolong sebagai  hadis  lemah–  ke dalam kitab-kitab hadisnya.

Kelemahan Teks Hadis
Kelemahan prinsip yang terdapat di dalam teks hadis adalah karena Abu Bakar dan Umar dikatakan sebagai dua penghulu  lelaki tua bagi para lelaki tua penghuni surga, sementara berdasarkan riwayat, di surga tidak terdapat sosok-sosok yang berusia tua, melainkan keseluruhan manusia di sana berada dalam usia tiga puluh tahun:

1.  Abu Hurairah menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Para penghuni surga berbadan tegap, tinggi besar, berambut ikal, tidak memiliki rambut di wajahnya, bercelak dan memasuki surga pada usia tiga puluh tahun. Kemudaan usia mereka ini tidak akan pernah berakhir demikian pula baju-baju mereka tidak akan pernah lusuh.[112]

2.  Abi Sa'id Khadri menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, "Jika seorang calon penghuni surga meninggal dunia, baik dia  besar ataupun kecil, maka dia akan memasuki surga dalam usia tiga puluh tahun dan usia  ini tidak akan mengalami pertambahan. Para penghuni neraka pun berada dalam usia ini".[113]

_____________________________

[1] Tarikh Baghdad, jilid 1, hal. 140; Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, jilid 3, hal. 167.
[2] Kanzul Umal, jilid 16, hal. 81.
[3] Tarikh Dimasyq, bab tentang Imam Husain As, hal. 45.
[4] Tarikh Baghdadi, jilid 1, hal. 140.
[5] Tarikh Dimasyq, bab tentang Imam Husain As, hal. 41.
[6] Al-Mu'jam al-Kabir, jilid 3, hal. 35 dan 36.
[7] Kanzul Ummal, jilid 13, hal. 97.
[8] Dakhair al-Uqba, hal. 129.
[9] Majma' Az-Zawaid, jilid 9, hal. 182.
[10] Hiliyyah al-Auliya, jilid 4, hal. 139.
[11] Shadharat al-Dhihab, jilid 1, hal. 85.
[12] Akhbar al-Qadha, jilid 2, hal. 200.
[13] Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal. 44.
[14] Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, jilid 3, hal. 167.
[15] Kifayah Ath-Thalib, hal. 341.
[16] Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 660.
[17] Al-Musnad, jilid 5, hal. 391 dan 392.
[18] Tharikh al-Islam, jilid 2, hal 90; Siyaru A'lami Al-Nubala', jilid 3, hal. 168.
[19] Al- Ishabah, jilid 1, hal. 256.
[20] Mu'jam al-Ashabah, hal. 22.
[21] Tarikh Jurjan, hal. 395.
[22] Al-Fath al-Kabir, jilid 2, hal. 80.
[23] Ash-Shawaiq al-Mahraqah, hal. 114.
[24] Al-Jami' Ash-Shagir, jilid 1, hal. 379.
[25] Firdaus al-Akhbar, jilid 5, hal. 76.
[26] Al-Mushannaf, jilid 12, hal. 96.
[27] Al-Khashaish, hal. 36.
[28] Shahih Ibnu Habban, jilid 15, hal. 413.
[29] Al-Ansab, jilid 3, hal. 477.
[30] Al-Jami' Ash-Shagir.
[31] Faidh al-Qadir, jilid 3, hal. 550.
[32] Silsilah al-Hadits Ash-Shahihah, jilid 2, hal. 424.
[33] Kifayah Ath-Thalib, hal. 341.
[34] Ibid, dengan nukilan dari Thabarani.
[35] Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, jilid 3, hal. 167.
[36] Ibid, hal. 167.
[37] Ibid.
[38] Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 660.
[39] Tuhfah al-Ahudzi bisyarhi Shahih Al-Turmudzi, jilid 10, hal. 272.
[40] Silsilah al-Ahadits Ash-Shahihah, jilid 2, hal. 423-426.
[41] Ibid, hal. 424.
[42] Majma' Az-Zawaid, jilid 9, hal. 201.
[43] Ash-Shahih Al-Musnad min Fadhail Ash-Shahabah, hal. 257.
[44] Tahdzib Khashaish Al-Imam Ali As, hal. 99, hadis ke 124.
[45] Khashaish Amirul Mukminin As, analis ali Zahawi, hal. 108, hadis ke 140.
[46] Musnad Ahmad  dengan analisa Hamzah Ahmad Az-Zain,  jilid  1, hal. 101, 195,  204 dan 259.
[47] Shahih Ibnu Habban, jilid 15, hal. 413, Muasasah Ar-Risalah.
[48] Tuhfah al-Ahudzi,  jilid  10, hal. 186,  Faidh  Al-Qadir,  jilid  3, hal. 550,  Al-Ansab,  jilid  3, hal. 477.
[49] Al-Mu'jam Al-Kabir, jilid 3, hal. 35 dan 36.
[50] Ibid, hal. 38.
[51] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 212.
[52] Taqrib At-Tahdzib, hal. 53.
[53] Al-'Ilal wa Ma'rifah Ar-Rijal, hal. 248.
[54] Al-Mughni fi Adh-Dhuafa, jilid 1, hal. 66; Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 16.
[55] Al-Jarhu wa At-Ta'dil, Ibnu Abi Hatam, jilid 1, hal. 123; Tahdzib At-Tahdzib, jilid 2, hal. 431.
[56] Taqrib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 191.
[57] Tuhfah Al-Ahudzi, jilid 10, hal. 149 dan 150.
[58] Adh-Dhuafa Al-Kabir, hal. 166.
[59] Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 332.
[60] Tarikh Ibnu 'Asakir, bab Imam Ali As, jilid 2, hal. 65.
[61] Thabaqat Al-Mudallisin, hal. 27.
[62] Rujuklah  kitab-kitab:  Mizanul  'Itidal,  Tahdzib  At-Tahdzib  dan  Lisanul  Mizan, Penerjemah: Muhammad bin Katsir.
[63] Nashib ar-Rayah, jilid 3, hal. 155; Tahqiq al-Ghayah, hal. 309; Tabaqat al-Mudallisin, Ibnu Hajar, hal. 16.
[64] Al Kifayah, Khatib Baghdadi, hal. 355, yang dinukilkan dari Syu'bah bin al-Hajjaj.
[65] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 3, hal. 205.
[66] Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal. 36-38.
[67] Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaif, Albani, jilid 3, hal. 66.
[68] Ibid.
[69] Kitab Al-Majruhin, jilid 1, hal. 224.
[70] Waki', Akhbar Al-Qadhah, jilid 2, hal. 421-426.
[71] Ibid, hal. 427.
[72] Syarh Ibnu Abi Al-Hadid, jilid 17, hal. 66.
[73] Shahih Muslim dengan Syarh Nuri, jilid 1, hal. 97.
[74] Kitab Al-Majruhin, jilid 1, hal. 216.
[75] Taqrib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 141.
[76] Tahqiq  Al-Ghayah  Bitartib  Ar-Rawah  Al-Mutarjim  lahum  fi  Nashb  Ar-Rayah,  hal. 120.
[77] Tadzkirah Al-Maudhu'at, hal. 248.
[78] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 6, hal. 369.
[79] Mawarid Adh-Dhamman ila Zawaid Ibnu Habban, hal. 538.
[80] Mizan Al-I'tidal, jilid  1, hal. 669; Lisan Al-Mizan, jilid  2, hal. 411; Al-Mughni, Dzahabi, hal. 215.
[81] Musnad Ahmad, jilid 1, hal. 80.
[82] Al-Mughni, hal. 355; Diwan Adh-Dhuafa, hal. 175.
[83] Mizan Al-I'tidal, jilid 1, hal. 492.
[84] Qanun Al-Maudhu'at, hal. 249.
[85] Tarikh Baghdad, jilid 5, hal. 307.
[86] Kitab Al-Majruhin, jilid 3, hal. 124.
[87] Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal. 400.
[88] Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 339.
[89] Al-Mughni, hal. 196.
[90] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 441.
[91] Tarikh Baghdad, jilid 10, hal. 192.
[92] Mizan Al-I'tidal, jilid 3, hal. 16.
[93] Ibid.
[94] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 11, hal. 434.
[95] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 5, hal. 8; Kitab Al-Majruhin,  jilid 2, hal. 8;  Al-Ahkam, Ibnu Hazm,  jilid 7, hal. 101; Al-Mahalli,  jilid  11,  hal.  246;  Mizan  Al-I'tidal,  jilid  2, hal. 340; Tarikh Al-Bukhari (Al-Kabir), jilid 4, hal. 350.
[96] Maudhah Auham Al-Majma' wa Al-Tafriq, jilid 2, hal. 178, cetakan Heidar Abad.
[97] Rujuklah: Al-Majruhin, Ibnu Habban; Mizan Al-I'tidal, Dzahabi.
[98] Lisan Al-Mizan, jilid 3, hal. 427.
[99] Ibid.
[100] Mizan Al-I'tidal, jilid 2, hal. 196.
[101] Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal. 371.
[102] Kitab Al-Majruhin, jilid 2, hal. 102.
[103] Tahdzib At-Tahdzib, terjemahan Ashbagh bin Faraj
[104] Kitab Al-Majruhin, jilid 2, hal. 102.
[105] Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 256.
[106] 'Illal Al-Hadits, jilid 2, hal. 104.
[107] Al-Mu'jam Al-Kabir, jilid 22, hal. 45 -48.
[108] Az-Zawaid, jilid 8, hal. 1.
[109] Kitab Al-Majruhin, jilid 3, hal. 48.
[110] Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal 279; Al-Maudhu'at, Ibnu Al-Jauzi, jilid 1, hal. 41.
[111] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 10, hal. 488.
[112] Sunan Turmudzi, jilid  4, hal. 683; Sunan Darami, jilid  2, hal. 335; Majma' Az-Zawaid, jilid 10, hal. 398.
[113] At-Taj Al-Jami' Lilushul, jilid 5, hal. 375. 

Tidak ada komentar: