![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUoKOGpXNQspx-gN6gni_RqGQEE-qmVclSDgke-F-qR-_3g_MQtyf73PTTvViUF4JnpOlXe4uFfgjaviIdEzU0ty86UGHYaBxCMiaLPOkt_OZbFbmZPjDPMFOgcWB6Qd90Q_zpRB8xMWax/s200/CGA0D2.png)
Hadis-hadis
Telah
dikatakan dari Rasulullah saw yang bersabda, "Hasan As dan Husain As
merupakan dua penghulu dan tuan bagi para pemuda penghuni surga",
kemasyhuran hadis ini sampai pada kedudukan mutawattir. Di sini, kami akan
mengisyarahkan sebagian dari hadis-hadis tersebut:
1. Khatib Baghdadi dengan sanad dari Amirul
Mukminin As menukil bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Al-Hasan dan al-Husain
adalah dua penghulu para pemuda surga, sedangkan ayahnya lebih baik dari
keduanya."[1]
2. Mutaqqi Hindi dengan
sanadnya dari Imam Ali As menukil bahwa Rasulullah Saw kepada putrinya Fatimah
As bersabda, "Apakah engkau tidak senang dengan kedudukanmu sebagai
pemimpin para perempuan penghuni surga dan dua orang putramu sebagai pemimpin para
pemuda penghuni surga?!"[2]
3. Ibnu
'Asakir dengan sanadnya
dari Ibnu Abbas
menukil bahwa Rasulullah saw bersabda, "Hasan dan Husain adalah dua pembesar para pemuda penghuni surga, barang siapa mencintai keduanya berarti dia mencintaiku dan barang siapa memusuhi keduanya berarti dia memusuhiku."[3]
Para Perawi
Hadis dari Kalangan Para Sahabat Rasulullah Saw
Hadis mulia
ini kebanyakan dinukilkan oleh para sahabat Rasul saw, di antaranya adalah:
1. Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As.
2. Imam Husain bin Ali As.
3. Abdullah bin Abbas.
4. Abu Bakar bin Abi Qahafah.
5. Umar bin Khathab.
6. Abdullah bin Umar.
7. Jabir bin Abdullah Anshari.
8. Abdullah bin Mas'ud.
9. Hudzaifah bin Yaman.
10. Jaham.
11. Malik bin Huwairits Laitsi.
12. Qarrah bin Ayas.
13. Asma bin Zaid.
14. Anas bin Malik.
15. Abu Hurairah Dusi.
16. Abu Sa'id Khudri.
17. Bara bin 'Azib.
18. Ali Hilali.
19. Abu Ramtsah.
20. Buraidah.
Para Perawi
Hadis dari Kalangan Para Ulama Umum
Hadis mulia
ini telah pula dinukilkan oleh mayoritas para ulama umum di dalam kitab-kitab
mereka, di antaranya adalah:
1. Khathib Baghdadi.[4]
2. Ibnu 'Asakir.[5]
3. Thabarani.[6]
4. Muttaqi Hindi.[7]
5. Muhibbuddin Thabari.[8]
6. Haitsami.[9]
7. Abu Na'im Ishfahani.[10]
8. Ibnu Himad Hanbali.[11]
9. Waki'.[12]
10. Ibnu Majah.[13]
11. Hakim Naisyaburi.[14]
12. Ganji Syafi'i.[15]
13. Turmudzi.[16]
14. Ahmad bin Hanbal.[17]
15. Dzahabi.[18]
16. Ibnu Hajar.[19]
17. Baghwa.[20]
18. Abul Qasim Sahami.[21]
19. Nahbani.[22]
20. Ibnu Hajar Haitami.[23]
21. Suyuthi.[24]
22. Dailami.[25]
23. Ibnu Abi Syaibah.[26]
24. Nasai.[27]
25. Ibnu Habban.[28]
26. Sam'ani.[29]
27. Suyuthi.[30]
28. Mannawa.[31]
29. Albani.[32]
Penegasan
atas Kebenaran Hadis
Terdapat
pula sekelompok dari ulama Ahlusunnah yang memberikan penegasan atas kebenaran
hadis ini, di antaranya adalah:
1. Hafiz Ganji Syafi'I berkata, "Hadis ini
hasan dan terbukti …"[33]
Imam ahli
hadis, Abu al-Qasim Thabarani dalam kitabnya
Al-Mu'jam Al-Kabir dalam penjelasannya tentang Imam Husain As menukil
jalur hadis ini dari sekelompok sahabat … setelah menukil sekelompok dari
mereka dan jalur hadis
mereka, dia kemudian mengatakan, "Pendekatan sanad-sanad ini antara
satu dengan yang lain merupakan dalil dan argumen atas
kebenaran hadis ini."[34]
2. Hakim Neisyaburi
berkata, "Hadis ini sahih dengan tambahan kalimat "dan ayah keduanya
lebih baik dari mereka", akan tetapi kedua syeikh tidak menukilnya."[35]
Dalam
penjelasan hadis lainnya, Neisyaburi mengatakan, "Ini merupakan hadis yang
bisa dibenarkan dari berbagai cara, aku heran bagaimana kedua orang syeikh ini
tidak menukilnya."[36]
3. Dzahabi, "Hadis
ini adalah sahih dan benar."[37]
4. Turmudzi, "Hadis
ini hasan dan terdapat pula bentuk yang lain."[38]
Dia juga
mengemukakan hadis ini dengan sanad lainnya, dan dalam penjelasannya dia
mengatakan, "Hadis ini adalah sahih dan hasan."[39]
Demikian
juga Albani menerima pembenaran yang dikemukakan oleh Turmudzi, dengan
mengatakan, "Topik tak lain adalah sebagaimana apa yang dia katakan".
Dan juga dalam hadis hasan, Turmudzi mengatakan, "Sanadnya sahih dan
benar; dan rijalnya tsiqah (terpercaya) yaitu rijalnya sahih, selain Maisarah Ibnu Habib yang tsiqah."[40] Selain itu,
dia juga menerima pembenaran dari Hakim dan Dzahabi.[41]
5. Haitsami dalam kitab
Majma' Al-Zawaid membenarkan hadis di
atas dengan jalur dari Abi Sa'id Hadri.[42]
6. Musthafa bin Adawi.[43]
7. Huwaini Atsari
dalam analisa kitab Khashaish Amirul Mukminin
As juga membenarkan hadis ini.[44]
8. Aldani ibnu Munir ali
Zahawi.[45]
9. Hamzah Ahmad Az-Zain
peneliti kitab Musnad Ahmad.[46]
10. Ibnu Haban pun menyertakan hadis ini dalam
kitab sahihnya.[47]
Hadis ini
dalam mayoritas jalur berada dalam batasan dimana Suyuthi dan Sam'ani sepakat
dengan ketawatirannya.[48]
Distorsi dan
Penyimpangan
Karena hadis
ini merupakan argumentasi
atas kebenaran dan keutamaan Imam
Hasan As dan Imam Husain As atas seluruh sahabat, Ahlusunnah dalam upayanya untuk menyelamatkan dirinya, mereka mencoba menggunakan segala jalur yang memungkinkan dan
berusaha untuk memberikan dukungan kepada para pembesarnya supaya
tidak tertinggal dari kedua Imam As ini. Oleh karena itu mereka mencoba mencari legitimasi dengan cara menghilangkan, menambah,
mengubah atau memalsukan hadis-hadis lain
yang mirip dengannya kemudian memanfaatkannya untuk mendukung para wali mereka. Di sini kami akan mengetengahkan
masing-masing dari penyimpangan tersebut.
Distorsi
Pertama: Pengecualian atas Isa As dan Yahya As
Pada hadis
yang dinukilkan oleh Thabarani, dalam penjelasan mengenainya, mereka mengistimewakan
Yahya As dan Isa As. Dalam hadisnya ini, Thabarani mengemukakan bahwa
Rasulullah saw bersabda kepada putrinya Fatimah az-Zahra As, "Demi Allah!
Tidak ada nabi lain yang anaknya bukan nabi, kecuali diriku. Dan sesungguhnya kedua putramu adalah pemimpin para pemuda ahli surga kecuali dua putra bibi, Yahya As dan Isa As".[49]
Jawaban
Pertama: Thabarani
mengemukakan hadis ini dari Imam Ali As dengan lima jalur dimana empat jalurnya
diketengahkan dengan satu kalimat "Al-Hasan dan al-Husain adalah dua penghulu
para pemuda surga" dan hal ini disepakati, sementara teks kelimanya
memiliki pengecualian seperti di atas, dengan demikian berarti kemungkinan
terjadinya distorsi adalah dengan melakukan penambahan padanya.
Demikian
pula dalam riwayat Abu Sa'id Khudri terdapat pengecualian ini pada sebagian
jalurnya, sementara pada sebagian lainnya
tidak ditemukan.[50]
Jika
seseorang mengkritisi bahwa penambahan dan pengurangan seperti ini terdapat
juga pada sebagian hadis lainnya, lalu bagaimana kita bisa membuktikannya?
Dalam
menjawab pertanyaan ini kita harus mengatakan: Hadis-hadis tersebut bisa kita
koreksi dengan banyaknya bukti dan jumlah sanad, terutama dalam riwayat-riwayat
lain yang dikemukakan secara mandiri.
Kedua: Hadis
ini dimana di dalamnya telah
mengecualikan Nabi Yahya As dan Nabi Isa As, telah dinukilkan dari jalur Imam Ali
As dan Abu Sa'id Khudri sementara pada masing-masing kedua sanadnya terdapat
kelemahan:
a. Pada sanad hadis Amirul Mukminin Ali As,
terdapat nama Isbath bin Nashri yang mendapatkan celaan dari mayoritas ahli
rijal (pakar perawi hadis) umum. Abu Hatam mengatakan, "Aku telah
mendengar dari Abu Na'im bahwa dia adalah lemah". Nisai mengatakan,
"Sanad ini tidak kuat".
Sementara Saji menempatkannya di antara
kelompok orang-orang yang lemah dan mengatakan, "Dia menukil hadis-hadis
yang tidak berada dalam posisinya
yang sesuai".
Ibnu Mu'in
tidak menganggap keberadaannya sedikitpun.[51] Dan
Ibnu Hajar memperkenalkannya sebagai seorang sosok yang banyak melakukan kesalahan.[52]
Seseorang bertanya kepada Ahmad bin Hanbal mengenainya, dia mengatakan, "Aku
tidak menuliskan satupun hadis darinya, tentang siapapun juga".[53] Sementara itu, Dzahabi menempatkannya dalam kelompok orang-orang yang lemah.[54]
b. Sedangkan pada sanad hadis Abi Sa'id Hadri
terdapat nama Hikam bin Abdurrahman dimana sebagian dari para
rijal umum menempatkannya sebagai
sosok yang berkedudukan lemah, Ibnu Mu'in secara tegas
mengangapnya sebagai orang yang lemah.[55] Sedangkan Ibnu Hajar memperkenalkannya sebagai orang yang memiliki ingatan buruk.[56]
Distorsi
Kedua: Inti Hadis Menguntungkan Kedua Syaikh
Terdapat pula
sebagian kelompok yang memutar-balikkan hadis yang mulia ini dan mereka menempatkannya
untuk membuktikan kemuliaan Abu Bakar dan Umar. Lantaran mereka berdua tidak lagi bias dikatakan
sebagai pemuda, maka mereka merubah hadis tersebut dan menggantikan kata pemuda
dengan orang tua atau syeikh.
Sekarang
marilah kita mencoba menganalisa masing-masing dari hadis-hadis tersebut:
1. Riwayat Turmudzi
Turmudzi
dengan sanad dari Ibnu Madhmun menukil:
Sanad
Pertama:
"Telah meriwayatkan
kepada kami Ali bin Hujar, telah menyampaikan berita kepada kami Walid bin Muhammad al-Muwaqqari, dari Zuhri, dari Ali bin Al-Husain, dari Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan, "Aku
tengah bersama Rasulullah saw ketika Abu Bakar dan Umar memasuki ruangan,
melihat kedatangan keduanya Rasulullah bersabda, "Kedua
orang ini adalah dua penghulu para orang tua penghuni surga dari awal hingga
akhir kecuali para nabi dan para mursalin. Wahai Ali! Janganlah engkau
merendahkan mereka berdua."
Hadis ini
memiliki kelemahan dari beberapa aspek:
Pertama: Turmudzi
menganggap hadis ini asing.
Kedua: Dia
mengatakan, "Walid bin Muhammad Muwaqqari berada dalam posisi yang telah
dilemahkan."[57]
Sebagian
lainnya dari para ulama rijal Ahlusunnahpun menganggapnya sebagai orang yang
lemah, di antaranya: Bukhari tentangnya mengatakan, "Hadisnya tidak benar
dan mungkar."[58]
Abu Hatam menganggapnya sebagai Dhaif
al-Hadist (yang lemahh adisnya), sementara Ibnu Habban mengatakan, "Dia
menukil sesuatu yang palsu dari
Zuhri dimana Zuhri sama sekali tidak
meriwayatkannya … oleh karena itu sama
sekali tidak dibenarkan menggunakan hadis-hadis darinya."
Ibnu Al-Madyani mengatakan, "Hadisnya tidak bisa ditulis". Sedangkan
Dzahabi menempatkannya dalam kelompok orang-orang yang lemah dan ditinggalkan
kemudian mengatakan, "Yahya telah menolaknya dan Daraqathni menganggapnya lemah".[59]
Pada tempat
lain, Ibnu Huzaimah mengatakan, "Aku tidak akan membutuhkan hadis
darinya". Nisa-i juga menganggapnya matruk al-hadits (yang hadisnya
ditinggalkan) dan mengatakan, "Yahya bin Mu'in telah menolaknya." Lalu
bagaimana hadis dengan kondisi seperti ini bisa dijadikan sebagai sandaran
argumentasi?!
Ketiga: Zuhri
adalah salah satu sosok yang bisa dikatakan telah menduduki posisi pada
pemerintahan Bani Marwan dan senantiasa menjadi tunggangan mereka, lalu
bagaimana ia bisa dipercaya?! Bahkan dengan alasan ini pulalah saudara
perempuannya sendiripun telah menganggapnya sebagai orang yang fasik.[60]
Demikian juga dengan Syafi'i dan Daraqathni telah mensifatinya dengan seorang yang
menyembunyikan kebenaran, sedangkan Ibnu Hajar menempatkannya dalam
tingkatan ketiga dari kelompok orang-orang yang menyembunyikan kebenaran.[61] Sedangkan menyembunyikan kebenaran dikategorikan sebagai sebuah kebohongan.
Keempat: Berdasarkan
perspektif Ahlu Sunnah, di dalam hadis ini terdapat masalah dalam penggalan
sanadnya, yaitu karena Imam Zainal Abidin As pada masa kehidupan Imam Ali bin
Abi Thalib belum sampai pada usianya yang mampu untuk menukil hadis dari Imam
As. Meskipun dalam maktab kita persoalan ini bisa diselesaikan, akan tetapi
menurut perspektif mereka tetap terdapat masalah.
Kelima: Di dalam
surga, seluruh manusia berada dalam usia yang masih muda dan remaja, dan tidak
terdapat lelaki yang berusia tua.
Keenam: Aspek apakah yang telah menyebabkan Rasulullah saw menghalangi penyebaran berita hadis ini?
Sanad kedua:
Turmudzi menukil kandungan yang sama dari Hasan bin Shabah Bezar, dari Muhammad bin
Katsir, dari Auza'i, dari Qatadah, dari Anas, lalu dari Rasulullah saw. Di
dalam sanad inipun terdapat masalah:
Pertama: Turmudzi
menganggapnya asing.
Kedua: Pada sanadnya terdapat nama Muhammad bin
Katsir Mushishi dimana sekelompok dari ulama umum telah menganggapnya lemah, seperti: Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Suatu hari, seseorang telah
menyebutkan nama Muhammad bin Katsir di dekat ayahku, dan ayahku
sungguh-sungguh menganggapnya lemah dan munkarul hadits." Shalih bin Ahmad
menukil dari ayahnya bahwa dia tidak tsiqah di sisiku.
Dikatakan kepada
Ibnu al-Madyani, "Muhammad bin Katsir telah menukil hadis ini dari Auza'i,
dari Qattadah, dari Anas." Lalu Ibnu al-Madyani mengatakan, "Sebelumnya
aku ingin menemui syeikh ini akan tetapi sekarang aku tidak ingin lagi
menemuinya"
Abu Daud
mengatakan, "Dia tidak memahami hadis." Abu Hamid Hakim memandangnya
tidak memiliki posisi yang kuat di mata Ahlu Sunnah. Nasai juga
memperkenalkannya sebagai orang yang banyak memiliki kesalahan.[62]
Ketiga: Dalam sanad
hadis ini banyak terdapat orang-orang yang tercela yang tergolong di antara
mereka yang menyembunyikan kebenaran.[63]
Sanad
Ketiga:
Turmudzi menukil
teks dan kandungan hadis tersebut dari Ya'qub bin Ibrahim Durqi, dari Sofyan
bin 'Iyinah, dari Dawud, dari Sya'bi, dari Harits, dari Ali As, dan dari
Rasulullah Saw. Sanad ini juga memiliki banyak kelemahan:
Pertama: Nasa-i dan
yang lain menegaskan bahwa Sofyan bin 'Iyinah adalah seorang yang
menyembunyikan kebenaran. Ibnu Hajar pun menempatkannya pada tingkatan ketiga
dari orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Akan tetapi, Ibnu Hajar lebih
sedikit menghaluskan ungkapannya dan menyatakan bahwa dia menyembunyikan kebenaran
hanya dari orang-orang yang tsiqah dan terpercaya. Namun, jawabannya adalah
dalam keadaan seperti ini apa urgensi dari 'menyembunyikan kebenaran'?
Sedangkan menurut mayoritas ulama Ahlu Sunnah, menyembunyikan kebenaran
dikategorikan ke dalam bentuk-bentuk kebohongan.[64]
Kedua: Dalam sanad hadis ini pun terdapat nama Dawud bin abi Hind yang oleh Ahmad bin Hambal ditempatkan sebagai orang yang diragukan di mata ulama Rijal dan seseorang yang telah banyak melakukan berbagai
kesalahan dan kekeliruan. [65]
Ketiga: Yang aneh
adalah bagaimana Sya'bi menukil hadis dari Harits, sementara dia memandangnya
sebagai seorang pembohong, sebagaimana hal ini akan diisyarahkan pada
pembahasan selanjutnya.
2. Riwayat Ibnu Majah
Ibnu Majah
menukil hadis ini dengan dua sanad:
Sanad
Pertama:
Dalam sanad
pertamanya dia menukil kandungan ini dari Hisyam bin Ammar, dari Sofyan, dari
Hasan bin Ammarah, dari Faras, dari Sya'bi, dari Harits, dari Ali As, dari
Rasulullah Saw.[66]
Kelemahan-kelemahan
yang terdapat dalam sanad ini adalah:
Pertama: Dalam sanad ini terdapat Sofyan bin 'Iyyinah
yang tergolong dalam kelompok orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan
yang dimaksud dengan menyembunyikan kebenaran adalah bahwa perawi menisbatkan
hadis kepada seseorang yang tidak mengatakannya.
Kedua: Dalam sanad
ini terdapat Hasan bin Ammarah yang jika dibandingkan dengan Sofyan kondisinya dalam
menyembunyikan kebenaran berada dalam tingkatan yang lebih parah. Banyak dari
kalangan Ahlusunnah yang menganggapnya lemah, di antara mereka adalah, Baihaqi yang mengatakan, "Dia telah
ditinggalkan dan hadisnya tidak bisa digunakan untuk berhujjah."[67]
Daraquthni menempatkannya sebagai orang yang lemah.[68] Dan Ibnu Habban menyebutkannya dalam kitabnya yang berjudul Majruhin.[69] Yahya bin Mu'in pun
menganggapnya sabagai orang yang tak berharga.
Ibnu Habban
menukil dari Syu'bah yang mengatakan, "Kami tidak ragu bahwa ia telah
menukil riwayat dari Hasan bin Ammarah atau dia telah melakukan zina dalam
Islam, dengan artian bahwa dosa dari keduanya adalah sama dan setara."
Ketiga: Syu'bi
adalah seseorang yang mendapatkan posisi dalam pemerintahan Bani Umayyah dan dia
adalah guru dari anak-anak Abdul Malik bin Marwan serta hakim mereka di Kufah
pada masa kekuasaan Hujaj dan setelahnya.[70]
Telah
dinukilkan bahwa Ahnaf telah berkata kepadanya, "Putuskanlah persoalan di antara
dua orang dengan hukum Tuhan." Dalam menjawab perkataan ini dia
mengatakan, "Aku tidak memutuskan dengan hukum Tuhan melainkan aku
menghukumi dengan pendapatku sendiri."[71]
Ibnu Abi Al-Hadid
menukil bahwa suatu hari Jamilah putri
Isa bin Jarot yang cantik mendatangi Syu'bi bersama musuhnya –hakim Abdul Malik–
dan Sya'bi menentukan putusannya yang menguntungkan bagi Jamilah. Setelah itu
Ibnu Abi Al-Hadid menukil syair Hudzail Asyja'i yang di dalamnya mengungkapkan
tentang keputusan Syu'bi yang dzalim.[72]
Keempat: Syu'bi menukil
riwayat dari Harits, padahal Syu'bi senantiasa menyangkalnya. Dalam pendahuluan
shahihnya, Muslim dengan sanadnya sendiri dari Syu'bi menukil bahwa ia berkata,
"Harits Ayyur Hamadani telah meriwayatkan untuk kami, sedangkan ia adalah
pembohong".[73]
Ibnu Habban menukil dari Syu'bi bahwa Harits telah meriwayatkan untuk kami dan aku memberikan kesaksian bahwa dia adalah
salah satu dari orang-orang yang bohong.[74]
Ibnu Hajar
dalam penjelasannya tentang Harits mengatakan, "Syu'bi telah menganggapnya
sebagai seseorang yang bohong dalam pendapatnya, dia menempatkannya sebagai
rafidh (orang yang telah ditinggalkan) dan menganggap bahwa dalam hadisnya terdapat
kelemahan."[75]
Nuri dalam
kitab Khulashah-nya mengatakan, "Kelemahannya telah merupakan pendapat
yang ijma', karena ia adalah pendusta."[76]
Fatani mengatakan, "Harits bin Abdullah Hamadani Ayyur merupakan salah satu pembesar ulama tabi'in. Namun Syu'bi dan
Ibnu Madyani
menyangkalnyanya."[77]
Sanad kedua:
Ibnu Majah
dalam sanad kedua menukil kandungan ini dari Abu Syuaib Shalih bin Haitsam
Thai, dari Abdul Qudus bin Bukrain Khanis, dari Malik bin Maghul, dari 'Aun bin
Abi Juhaifah, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw.
Mengenai
ketidakotentikan hadis ini telah cukup dengan melihat keberadaan Abdul Qudus di
dalamnya, dimana ia adalah orang yang telah dikatakan oleh Ibnu Hajar dengan
pernyataannya, "Mahmud bin Ghilan
dari Ahmad, Ibnu Mu'in, dan Khaitsamah menukil bahwa mereka mencoret hadis yang diriwayatkannya".[78]
3. Riwayat Haitsami
Kandungan yang sama dinukilkan pula oleh Haitsami dengan sanadnya dari Abi Juhaifah yang juga dari Rasulullah saw,[79]
akan tetapi dalam sanadnya terdapat Khanis bin Bakir
bin Khanis yang oleh Shalih bin Jazrah dianggap
lemah.[80]
4. Riwayat Dulabi
Dulabi menukil
kandungan yang sama dengan sanad lain dari Abi Juhaifah dari
Rasulullah Saw dimana di dalam sanad inipun
terdapat Khanis bin Bakir bin Khanis yang telah dilemahkan.
5. Riwayat Abdullah bin Ahmad Hanbal
Abdullah bin
Ahmad bin Hanbal dengan sanadnya dari Rasulullah saw menukil pula kandungan hadis ini.[81] Akan tetapi dalam sanadnya terdapat nama Abdullah bin
Umar Yamani dimana Dzahabi menempatkannya sebagai orang yang majhul dan tidak
jelas.[82]
Demikian
juga pada sanad ini terdapat nama Hasan bin Zaid yang merupakan salah satu wali
Manshur di kota Madinah, dan setelah itu
menjadi sahabat dan pendukung Mahdi Abbasi. Ibnu 'Adi mengatakan,
"Hadis-hadisnya lemah."[83]
Demikian juga Fatani mengatakan, "Dia adalah
lemah".[84]
6. Riwayat Khathib
Baghdadi
Baghdadi
menukil kandungan ini dengan empat sanad.
Sanad
Pertama:
Baghdadi
telah menukikan kandungan ini dengan sanadnya sendiri dari Anas bin Malik.[85]
Akan tetapi mengenai lemahnya sanad ini cukup dengan adanya nama Yahya bin 'Anbasah
yang terdapat di dalamnya. Ibnu Habban menyebutkannya dalam
kitabnya yang berjudul Al Majruhin dan mengatakan, "Dia merupakan syeikh dajjal yang meletakkan hadis dan menganggap Ibnu
'Iyyinah, Daud bin
Abi Hind, Abu Hanifah dan lain-lainnya adalah orang-orang yang terpercaya, menukil riwayat darinya sama
sekali tidak sah dan tidak benar."[86]
Daruquthni memperkenalkannya sebagai
dajjal yang meletakkan hadis dan Ibnu 'Adi mengatakan, "Ia adalah munkar al-hadits
dimana keadaannya sangat jelas."[87] Zahabi
menempatkannya dalam Diwan Dhuafa wa Matrukin.[88]
Demikian juga dalam sanad ini
terdapat Hamid Thawil
dimana mengenainya Dzahabi mengatakan, "Kami tidak
mengetahui identitasnya yang sebenarnya."[89]
Sanad Kedua:
Kandungan yang
sama dinukilkan pula oleh Baghdadi dari sanadnya dari Imam Ali As, dari
Rasulullah saw dimana di dalam sanad ini selain terdapat Syu'bi dan Harits yang
pada pembahasan terdahulu telah diketahui sebagai orang yang lemah, di dalamnya
terdapat pula Basyar bin Musa Al-Khaffaf dimana Bukhari menganggapnya sebagai
munkarul hadits, dan Ibnu
Mu'in memasukkannya dalam kelompok orang-orang dajjal dan
tak bisa dipercaya, sementara itu Abu Zur'ah menganggapnya lemah.[90]
Sanad
Ketiga:
Pada sanad
ketiganya, Baghdadi menukil kandungan hadis ini dari Ibnu Abbas dengan
dua jalur.[91]
Akan tetapi
pada jalur pertama terdapat Abdullah bin Musa dimana dia telah diperkenalkan
sebagai seorang Syiah yang berapi-api,[92] sehingga sama sekali
tidak bisa diasumsikan dia bisa menukil sebuah hadis semacam ini. Khususnya
karena Ahmad bin Hanbal menghalangi para penukil hadis dari menukil hadisnya.[93]
Demikian
juga pada sanad jalur pertamanya terdapat Yunus bin Abi Ishaq dimana sebagian
kelompok menganggapnya lemah, dan Ahmad bin Hanbal memperkenalkannya sebagai
orang yang lemah dan perkataannya tidak jelas.[94]
Sedangkan
pada jalur kedua terdapat Thalhah bin Amru dimana ia merupakan orang yang
dianggap lemah oleh mayoritas para rijal; Ahmad
bin Hanbal menganggapnya sebagai tak berharga dan matruk
al-hadits, Ibnu Mu'in menganggapnya sebagai orang yang lemah, Juzjani
menganggapnya tidak sehat dalam hadis,
sedangkan Abu Hatam menempatkannya sebagai orang yang tidak kuat, sementara
Bukhari menganggapnya tak berharga dan Nisai memandangnya sebagai matruk
al-hadits dan tidak bisa dipercaya, Ibnu al-Madyani menganggapnya lemah dan
tidak berharga, Ibnu Jazm menganggapnya sebagai tiang dari tiang-tiang
kebohongan dan matruk al-hadits (hadis yang tertolak).
Sementara itu,
Ibnu Habban mengatakan,
"Dia menukil riwayat dari orang-orang yang tsiqah dan terpercaya sementara hal
tersebut tidak ada dalam
hadis-hadis mereka.[95]
Sanad
Keempat:
Khatib
Baghdadi juga menukil kandungan ini dengan sebuah sanad dari Ibnu Abbas
dimana dalam sanadnya ini terdapat Thalhah bin Amru dimana keadaan dan kondisinya telah dibahas pada pembahasan
sebelumnya.
Baghdadi
mengetengahkan kandungan ini dalam kitabnya yang berjudul Maudhah Auham al-Jam'
wa At-Tafriq.[96]
Akan tetapi
dalam sanadnya ini terdapat 'Akramah bin Ibrahim
dimana Ibnu Habban mengatakan, "Dia mendekatkan berita-berita dan menggunakannya tidak
pada tempatnya, demikian juga dia mengutamakan mursal, oleh karena itu berhujjah dengan hadis-hadisnya tidaklah dibenarkan." Sedangkan
Ibnu Mu'in dan Abu Daud menganggapnya tak berharga, sementara Nasai menganggapnya
lemah.[97]
7. Riwayat Ibnu Hajar
Dalam kitabnya yang berjudul Lisan Al-Mizan, kandungan yang sama telah dinukilkan pula oleh Ibnu Hajar dari Ibnu Umar.[98]
Di dalam sanadnya terdapat Abdullah
bin Umar. Ibnu Hajar menukil perkataan
Ahmad tentangnya yang
mengatakan bahwa selama beberapa waktu lamanya kami telah membakar hadis-hadisnya. Juzjani pun menempatkannya sebagai
dhaiful amr dan ia juga mengemukakan tentang pendapat-pendapat dari selainnya
yang melemahkannya.[99]
8. Hadis Ibnu Najjar
Dalam
penjelasannya terhadap kitab Tarikh Baghdadi
dengan sanadnya dari Anas menukil
kandungan ini bahwa di antara orang-orang yang berada di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Katsir, sementara pada pembahasan sebelumnya kita telah mengetahui tentang kelemahannya.
9. Riwayat Ibnu 'Asakir
Dia menukil
kandungan ini dengan sanadnya dari Husain bin Ali As dimana di dalam sanadnya terdapat
Muhammad bin Yunus Qurshi Kudaimi. Daraqathni menuduhnya sebagai orang yang
memalsukan hadis. Ibnu Habban mengatakan, "Dia sering memalsukan hadis dan telah menisbatkan lebih
dari seribu hadis bohong kepada orang-orang yang tsiqah dan terpercaya".
Ibnu 'Adi juga mengatakan, "Dia tertuduh memalsukan hadis, sehingga mayoritas dari syeikh-syeikh kami telah meninggalkan hadisnya".
10. Hadis Ibnu Abi Syaibah
Kandungan ini
dinukilkan dari Imam Ali As, dimana pada sanadnya terdapat Musa bin
'Ubaidah Rabadzi. Mengenainya Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Hadisnya tidak
bias ditulis". Nisai dan yang lain-lain menganggapnya lemah. Sedangkan
Ibnu 'Adi mengatakan, "Kelemahannya tampak jelas dalam riwayat-riwayatnya."
Ibnu Mu'in mengangapnya tak berharga, sementara Yahya bin Sa'id mengatakan, "Kami
menghindari hadis-hadisnya"
Demikian
juga dalam sanadnya ini terdapat Abi Ma'adz dimana Ahmad bin Hanbal menghindarkan diri dari menukil riwayat yang dibawakannya, sementara Ibnu Mu'in menganggapnya tak berharga, Juzjan juga
menganggapnya gugur sementara Daraqathni memperkenalkannya sebagai yang telah
ditinggalkan.[100]
Selain itu perkataannya yang mengatakan
"Wahai Abil Khathab"
yang diriwayatkan oleh Abi Ma'adz merupakan sosok yang majhul dan
tak dikenal.
11. Riwayat Thahawi
Dia pun
menukil hadis ini dalam kitabnya yang berjudul Musykil Al-Atsar dengan empat
sanad:
Sanad
Pertama:
Pada sanad
pertama ini kandungan hadis dinukilkan dari Anas bin Malik dimana di dalamnya terdapat Muhammad bin Katsir yang kelemahannya telah
kami utarakan pada pembahasan yang telah lalu.
Sanad Kedua:
Pada sanad
kedua, hadis tersebut dinukilkan dari Imam Ali As yang pada jalurnya terdapat
Abi Janab Yahya bin Abi Hayyah Kalbi dimana Yahya bin Qathan mengatakan bahwa menukil riwayat darinya dianggap tidak halal.
Falas menempatkannya sebagai orang yang telah ditinggalkan, sementara Nasai dan
Daraqathni serta Utsman bin Abi Shaibah menganggapnya lemah.[101]
Ibnu Habban
mengatakan, "Apa yang dia dengar dari para dhuafa akan dia nisbatkan
kepada orang-orang tsiqah … dan oleh karenanya Yahya bin Sa'id Qathan
menganggapnya tak berharga, sedangkan
Ahmad bin Hanbal menyerangnya dengan kuat.[102] Selain itu terdapat pula nama Syu'bi di dalam sanad
tersebut, sementara dia telah
dikategorikan sebagai orang yang hadis-hadisnya dilemahkan."
Sanad
Ketiga:
Sanad ketiga
pun dinukilkan dari Imam Ali As dimana di dalam jalurnya terdapat Syu'bi yang
lemah.
Sanad
Keempat:
Sanad
keempat telah dinukilkan dari Abi Sa'id Khudri, akan tetapi di dalam sanadnya
terdapat Ashbagh bin Faraj yang merupakan salah satu wali Bani Umayyah.[103]
Demikian juga di dalamnya terdapat Ali bin Abis dimana namanya dicantumkan oleh Ibnu Habban dalam
kitabnya Al Majruhin dan dia menganggap bahwa berhujjah dengan hadisnya adalah batal.[104]
Dalam sanad ini pun terdapat kelemahan yang lain yaitu keberadaan Katsirunnida
dimana Dzahabi memasukkannya dalam Diwan Adh Dhuafa wa Al Matrukin.[105]
12. Hadis Ibnu Abi Hatam
Dia
menukil hadis ini dengan tiga sanad akan
tetapi ketiganya batal dan tidak sah.[106]
13. Hadis Thabarani
Dia pun
menukil kandungan ini dengan dua sanad:
Sanad
Pertama:
Pada sanad
ini yang berasal dari Rasulullah saw[107] terdapat Khanis bin Bakir dimana
menurut Shalih Juzrah dia dikategorikan sebagai orang yang hadisnya lemah dan Buwaishari
pun menganggapnya bermasalah.[108]
Sanad Kedua:
Pada sanad kedua, dimana kandungannya dinukilkan dari Anas bin Malik dari Rasulullah saw, terdapat nama Muhammad bin Katsir yang keadaannya telah kita bahas pada
pembahasan sebelumnya.
14. Hadis Ibnu Qutaibah
Kandungan
ini dikemukakan pada awal kitabnya, akan tetapi di dalam sanadnya terdapat Nuh bin
Abi Maryam dimana tetang kedudukan sosok ini Ibnu Habban mengatakan, "Dia mengqulubkan sanad-sanad. Dia menukil hadis-hadis dari orang-orang yang terpercaya dimana tidak merupakan hadis yang terbukti, oleh karena itu hadis-hadisnya sama sekali
tidak bisa digunakan untuk berhujjah."[109]
Muslim dan selainnya menempatkannya
sebagai sosok matrukulhadits (yang hadisnya ditinggalkan), Bukhari menganggapnya sebagai munkarul hadits (hadis-hadisnya munkar), sedangkan Hakim dan Ibnu Al-Jauzi menempatkannya sebagai tukang pemalsu hadis.[110]
Oleh karena
itu Ibnu Al-Jauzi menyebutkan hadis-hadis palsunya dalam beberapa tema.
Sementara itu mengenai sosok ini Hakim mengatakan, "Segala sesuatu telah
diberikan kepadanya sebagai sebuah rezki kecuali kebenaran dari apa yang
dikatakannya."[111]
Kesimpulan:
Seluruh
hadis di atas merupakan hadis-hadis yang memiliki sanad, dan kandungan hadis ini dinukilkan oleh
kalangan Ahlusunnah, akan tetapi telah jelas bahwa tidak ada satupun dari
sanad-sanad mereka yang bias dianggap shahih dan benar. Dan sebagiannya pun memaparkan kandungan ini secara mursal –yang tergolong sebagai
hadis lemah– ke dalam kitab-kitab hadisnya.
Kelemahan
Teks Hadis
Kelemahan
prinsip yang terdapat di dalam teks hadis adalah karena Abu Bakar dan Umar dikatakan
sebagai dua penghulu lelaki tua bagi para
lelaki tua penghuni surga, sementara berdasarkan riwayat, di surga tidak terdapat sosok-sosok yang berusia tua, melainkan keseluruhan manusia di
sana berada dalam usia tiga puluh tahun:
1. Abu Hurairah menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Para penghuni surga berbadan tegap, tinggi besar, berambut ikal, tidak memiliki rambut di wajahnya, bercelak dan memasuki surga pada usia tiga puluh tahun. Kemudaan usia mereka ini tidak akan pernah
berakhir demikian pula baju-baju mereka tidak akan pernah lusuh.[112]
2. Abi Sa'id
Khadri menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, "Jika seorang calon
penghuni surga meninggal dunia,
baik dia besar ataupun kecil, maka dia
akan memasuki surga dalam usia tiga puluh tahun dan usia ini tidak akan mengalami pertambahan. Para penghuni neraka
pun berada dalam usia ini".[113]
_____________________________
[1]
Tarikh Baghdad, jilid 1, hal. 140; Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain,
jilid 3, hal. 167.
[2]
Kanzul Umal, jilid 16, hal. 81.
[3]
Tarikh Dimasyq, bab tentang Imam Husain As, hal. 45.
[4] Tarikh Baghdadi, jilid 1, hal. 140.
[5]
Tarikh Dimasyq, bab tentang Imam Husain As, hal. 41.
[6]
Al-Mu'jam al-Kabir, jilid 3, hal. 35 dan 36.
[7]
Kanzul Ummal, jilid 13, hal. 97.
[8]
Dakhair al-Uqba, hal. 129.
[9]
Majma' Az-Zawaid, jilid 9, hal. 182.
[10]
Hiliyyah al-Auliya, jilid 4, hal. 139.
[11]
Shadharat al-Dhihab, jilid 1, hal. 85.
[12]
Akhbar al-Qadha, jilid 2, hal. 200.
[13]
Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal. 44.
[14]
Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, jilid 3, hal. 167.
[15]
Kifayah Ath-Thalib, hal. 341.
[16]
Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 660.
[17]
Al-Musnad, jilid 5, hal. 391 dan 392.
[18]
Tharikh al-Islam, jilid 2, hal 90; Siyaru A'lami Al-Nubala',
jilid 3, hal. 168.
[19]
Al- Ishabah, jilid 1, hal. 256.
[20]
Mu'jam al-Ashabah, hal. 22.
[21]
Tarikh Jurjan, hal. 395.
[22]
Al-Fath al-Kabir, jilid 2, hal. 80.
[23]
Ash-Shawaiq al-Mahraqah, hal. 114.
[24]
Al-Jami' Ash-Shagir, jilid 1, hal. 379.
[25]
Firdaus al-Akhbar, jilid 5, hal. 76.
[26]
Al-Mushannaf, jilid 12, hal. 96.
[27]
Al-Khashaish, hal. 36.
[28]
Shahih Ibnu Habban, jilid 15, hal. 413.
[29]
Al-Ansab, jilid 3, hal. 477.
[30]
Al-Jami' Ash-Shagir.
[31]
Faidh al-Qadir, jilid 3, hal. 550.
[32]
Silsilah al-Hadits Ash-Shahihah, jilid 2, hal. 424.
[33]
Kifayah Ath-Thalib, hal. 341.
[34]
Ibid, dengan nukilan dari Thabarani.
[35]
Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, jilid 3, hal. 167.
[36]
Ibid, hal. 167.
[37]
Ibid.
[38]
Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 660.
[39]
Tuhfah al-Ahudzi bisyarhi Shahih Al-Turmudzi, jilid 10, hal. 272.
[40]
Silsilah al-Ahadits Ash-Shahihah, jilid 2, hal. 423-426.
[41]
Ibid, hal. 424.
[42]
Majma' Az-Zawaid, jilid 9, hal. 201.
[43]
Ash-Shahih Al-Musnad min Fadhail Ash-Shahabah, hal. 257.
[44]
Tahdzib Khashaish Al-Imam Ali As, hal. 99, hadis ke 124.
[45]
Khashaish Amirul Mukminin As, analis ali Zahawi, hal. 108, hadis ke 140.
[46]
Musnad Ahmad dengan analisa
Hamzah Ahmad Az-Zain, jilid 1, hal. 101, 195, 204 dan 259.
[47]
Shahih Ibnu Habban, jilid 15, hal. 413, Muasasah Ar-Risalah.
[48]
Tuhfah al-Ahudzi, jilid 10, hal. 186,
Faidh Al-Qadir, jilid
3, hal. 550, Al-Ansab, jilid
3, hal. 477.
[49]
Al-Mu'jam Al-Kabir, jilid 3, hal. 35 dan 36.
[50]
Ibid, hal. 38.
[51]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 212.
[52]
Taqrib At-Tahdzib, hal. 53.
[53]
Al-'Ilal wa Ma'rifah Ar-Rijal, hal. 248.
[54]
Al-Mughni fi Adh-Dhuafa, jilid 1, hal. 66; Diwan Adh-Dhuafa wa
Al-Matrukin, hal. 16.
[55]
Al-Jarhu wa At-Ta'dil, Ibnu Abi Hatam, jilid 1, hal. 123; Tahdzib
At-Tahdzib, jilid 2, hal. 431.
[56] Taqrib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 191.
[57]
Tuhfah Al-Ahudzi, jilid 10, hal. 149 dan 150.
[58]
Adh-Dhuafa Al-Kabir, hal. 166.
[59]
Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 332.
[60]
Tarikh Ibnu 'Asakir, bab Imam Ali As, jilid 2, hal. 65.
[61]
Thabaqat Al-Mudallisin, hal. 27.
[62]
Rujuklah kitab-kitab: Mizanul
'Itidal, Tahdzib At-Tahdzib dan Lisanul Mizan, Penerjemah: Muhammad bin Katsir.
[63]
Nashib ar-Rayah, jilid 3, hal. 155; Tahqiq al-Ghayah, hal. 309; Tabaqat
al-Mudallisin, Ibnu Hajar, hal. 16.
[64]
Al Kifayah, Khatib Baghdadi, hal. 355, yang dinukilkan dari Syu'bah bin
al-Hajjaj.
[65]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 3, hal. 205.
[66]
Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal. 36-38.
[67]
Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaif, Albani, jilid 3, hal. 66.
[68]
Ibid.
[69]
Kitab Al-Majruhin, jilid 1, hal. 224.
[70]
Waki', Akhbar Al-Qadhah, jilid 2, hal. 421-426.
[71]
Ibid, hal. 427.
[72]
Syarh Ibnu Abi Al-Hadid, jilid 17, hal. 66.
[73]
Shahih Muslim dengan Syarh Nuri, jilid 1, hal. 97.
[74]
Kitab Al-Majruhin, jilid 1, hal. 216.
[75]
Taqrib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 141.
[76]
Tahqiq Al-Ghayah Bitartib
Ar-Rawah Al-Mutarjim lahum
fi Nashb Ar-Rayah,
hal. 120.
[77] Tadzkirah Al-Maudhu'at, hal. 248.
[78]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 6, hal. 369.
[79]
Mawarid Adh-Dhamman ila Zawaid Ibnu Habban, hal. 538.
[80]
Mizan Al-I'tidal, jilid 1, hal.
669; Lisan Al-Mizan, jilid 2,
hal. 411; Al-Mughni, Dzahabi, hal. 215.
[81]
Musnad Ahmad, jilid 1, hal. 80.
[82]
Al-Mughni, hal. 355; Diwan Adh-Dhuafa, hal. 175.
[83]
Mizan Al-I'tidal, jilid 1, hal. 492.
[84]
Qanun Al-Maudhu'at, hal. 249.
[85]
Tarikh Baghdad, jilid 5, hal. 307.
[86]
Kitab Al-Majruhin, jilid 3, hal. 124.
[87]
Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal. 400.
[88]
Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 339.
[89]
Al-Mughni, hal. 196.
[90]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 1, hal. 441.
[91]
Tarikh Baghdad, jilid 10, hal. 192.
[92]
Mizan Al-I'tidal, jilid 3, hal. 16.
[93]
Ibid.
[94]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 11, hal. 434.
[95]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 5, hal. 8; Kitab Al-Majruhin, jilid 2, hal. 8; Al-Ahkam, Ibnu Hazm, jilid 7, hal. 101; Al-Mahalli, jilid
11, hal. 246; Mizan Al-I'tidal, jilid
2, hal. 340; Tarikh Al-Bukhari (Al-Kabir), jilid 4, hal. 350.
[96]
Maudhah Auham Al-Majma' wa Al-Tafriq, jilid 2, hal. 178, cetakan Heidar
Abad.
[97]
Rujuklah: Al-Majruhin, Ibnu Habban; Mizan Al-I'tidal, Dzahabi.
[98]
Lisan Al-Mizan, jilid 3, hal. 427.
[99]
Ibid.
[100]
Mizan Al-I'tidal, jilid 2, hal. 196.
[101]
Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal. 371.
[102]
Kitab Al-Majruhin, jilid 2, hal. 102.
[103]
Tahdzib At-Tahdzib, terjemahan Ashbagh bin Faraj
[104]
Kitab Al-Majruhin, jilid 2, hal. 102.
[105]
Diwan Adh-Dhuafa wa Al-Matrukin, hal. 256.
[106]
'Illal Al-Hadits, jilid 2, hal. 104.
[107]
Al-Mu'jam Al-Kabir, jilid 22, hal. 45 -48.
[108]
Az-Zawaid, jilid 8, hal. 1.
[109]
Kitab Al-Majruhin, jilid 3, hal. 48.
[110]
Mizan Al-I'tidal, jilid 4, hal 279; Al-Maudhu'at, Ibnu Al-Jauzi,
jilid 1, hal. 41.
[111]
Tahdzib At-Tahdzib, jilid 10, hal. 488.
[112]
Sunan Turmudzi, jilid 4, hal.
683; Sunan Darami, jilid 2, hal.
335; Majma' Az-Zawaid, jilid 10, hal. 398.
[113] At-Taj Al-Jami'
Lilushul, jilid 5, hal. 375.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar