Matahari
10 Dzulhijjah telah terbit, Idul Qurban pun tiba. Kini dengan suka cita, hati
para pecinta Allah menyambut kedatangan hari mulia itu. Seruan takbir dan
tahmid berkumandang ke seluruh penjuru dunia. Rasulullah saw bersabda,
"Hiasilah hari rayamu dengan seruan takbir".
Jiwa manusia punya kemampuan untuk ditarik sedemikian rupa hingga mencapai ufuk spiritual yang tinggi. Ibadah adalah sarana yang mampu meningkatkan kualitas jiwa. Ibadah mampu menyampaikan manusia meraih nilai-nilai spiritual yang tinggi serta membebaskannya dari dinding kehidupan yang sempit. Jiwa manusia dapat terbang mencapai langit spiritual. Orang-orang Mukmin punya keyakinan yang dalam tentang hal ini bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan dan mereka akan dapat memanfaatkan segala kebaikan itu dengan melaksanakan ibadah. Oleh karenanya, manusia harus memahami dengan benar rahasia dan manfaat yang tersimpan dalam ibadah.
Seumur hidupnya manusia hanya
diwajibkan melaksanakan haji sekali saja. Namun demikian, perjalanan ini punya
peran penting dalam membangun dan meninggikan jiwa manusia. Kewajiban haji
sungguh menakjubkan manusia yang memikirkannya. Karena disamping ibadah ini
membutuhkan gerak dan latihan pikiran, ternyata juga menuntut kesehatan jasmani
yang cukup. Di balik bayang-bayang ibadah haji manusia dapat mengenal lebih
jauh akan filsafat penciptaan dan rahasia ibadah.
Di hari kesepuluh dari bulan
Dzulhijjah, manasik haji memasuki tahapan paling penting dan menentukan.
Masanya dimulai ketika seseorang mulai melakukan lempar jumrah dan kemudian
berkurban. Bila hal ini dilakukannya, orang tersebut telah melaksanakan dengan
sempurna manasik hajinya dan diberi gelar haji.
Para peziarah Ka'bah setelah wukuf
di Arafah dan Masy'ar tiba di kota Mina. Di daerah Mina, para jemaah haji yang
telah mengumpulkan batu-batu kerikil di malam Idul Adha melempar tiang yang
menjadi simbol setan. Dengan perbuatan ini mereka sebenarnya telah mengikrarkan
diri akan menjauhi segala bentuk setan yang berusaha mencegah manusia mencapai
ketinggian. Melempar jumrah dilakukan beberapa kali mulai dari hari kesepuluh
hingga kedua belas.
Setelah melaksanakan amal ini, para
jemaah haji kembali berniat untuk melakukan kurban. Berkorban di hari Idul Adha
sejatinya simbol pengorbanan di jalan Allah dan tanda kepasrahan di hadapan
kehendak Allah. Di hari Idul Adha, manusia memahami hakikat ini dan sekalipun
terjerat dalam kesulitan kehidupan sehari-hari, ia kini telah menghias dirinya
dengan sifat dan kesempurnaan. Begitu indahnya bila manusia dapat menepis
keinginan hati demi menyenangkan Sang Pencipta. Ini amal yang diteladankan oleh
manusia-manusia besar seperti Ibrahim dan Ismail as.
Nabi Ibrahim as setelah berusia
lanjut akhirnya juga dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ismail. Ketika
Ismail memasuki usia remaja, Nabi Ibrahim as bermimpi mendapat perintah dari
Allah untuk mengorbankan anaknya Ismail. Nabi Ibrahim memahami betul bahwa
perintah ini harus dilaksanakan dan dengan demikian untuk kesekian kalinya ia
diuji oleh Allah. Perintah ini ternyata terulang beberapa kali dalam mimpinya.
Hal ini membuat muncul kegelisahan tersendiri dalam diri Nabi Ibrahim as. Hal
ini dikarenakan ia sangat mencintai anaknya Ismail.
Betapa tidak, Nabi Ibrahim telah
menanti sekian lama kelahiran anaknya. Namun setelah lahir, ia diperintah untuk
mengorbankannya. Sebuah perintah yang benar-benar sulit. Namun Nabi Ibrahim
harus menentukan sikapnya. Akhirnya ia menceritakan segalanya kepada anaknya
Ismail. Setelah mendengar seluruh cerita dari ayahnya, Ismail dengan gagah
berani malah meminta kepada ayahnya untuk pasrah dan melaksanakan perintah
tersebut. Dalam al-Quran surat as-Shaffat ayat 102 disebutkan, "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Mendengar itu Nabi
Ibrahim semakin mantap untuk melakukan perintah Allah.
Nabi Ibrahim dengan pancaran mata
penuh makna dan malakuti berdiri tepat di hadapan Ismail yang tengah terbaring.
Benar, Ismail terbaring pasrah menatap ayahnya. Nabi Ibrahim mulai meletakkan
pisau yang tajam di atas leher anaknya. Saat ditekan ternyata pisau itu tidak
mampu melukai leher Ismail. Hal ini dilakukan beberapa kali tapi tidak
membuahkan hasil. Ibrahim terpana dan akhirnya menarik napas panjang. Karena
ternyata iradah Allah menghendaki yang lain. Namun di saat itu sebenarnya ayah
dan anak ini telah menjadi pemenang ujian besar.
Allah mengirimkan sebuah domba
kepada Nabi Ibrahim as untuk dikorbankan sebagai pengganti Ismail. Dengan
demikian, Nabi Ibrahim dan Ismail telah berhasil mementaskan peran kepasrahan
dan pengorbanan di hadapan kehendak Allah dengan sangat indahnya. Demi
memperingati kisah penuh teladan ini Allah mewajibkan setiap jemaah haji untuk
berkorban di Mina demi kesempurnaan haji mereka. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
as sejatinya kisah terbangnya manusia melewat tahapan-tahapan kesempurnaan dan
bebas dari kungkungan materi. Kejadian luar biasa ini mengajarkan manusia akan
adanya kekuatan luar biasa kehendak manusia.
Saat ini para jemaah haji berada di
atas bumi, tempat di mana telapak kaki sang hero dalam cerita ini pernah di
letakkan di sana. Para jemaah haji harus berpikir siapa yang menjadi Ismail
mereka dan faktor apa yang membuat mereka terhenti dalam kehidupan. Dengan
pemikiran seperti ini setiap orang harus berusaha untuk membebaskan dirinya
dari segala kebergantungan terhadap harta dan jabatan. Mana dari semua ini yang
menjegal geraknya menuju kesempurnaan? Benar bahwa rantai yang mencegah manusia
manusia meraih kesempurnaan sangat beragam.
Setiap orang dengan segala kendala
yang dimilikinya harus berusaha menengadahkan wajahnya kepada Allah dan
meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya. Namun perlu diketahui bahwa
demi mencapai kesempurnaan setiap manusia harus waspada, menghitung amal
perbuatannya dan mencari tahu kelemahannya. Rahasia kejayaan manusia besar
sepanjang sejarah seperti Nabi Ibrahim dan Ismail kembali pada upaya mereka
untuk mengosongkan hatinya dari selain Allah agar dapat sampai kepada-Nya
dengan hati yang suci.
Idul Adha sejatinya adalah hari
besar untuk membersihkan hati. Hari besar ini mengingatkan satu hal bahwa
kegembiraan hakiki ada pada saat manusia menjalankan perintah Allah dan
menemukan dirinya dekat dengan-Nya. Dalam budaya Islam, hari raya punya makna
khusus dan itu adalah kegembiraan setelah berhasil melaksanakan kewajiban dan
meninggalkan keburukan.
Dalam budaya Islam, manusia
diciptakan dengan serangkaian tanggung jawab. Oleh karenanya, setiap kali ia
berusaha di jalan yang direlai Allah dan menjauhi segala keburukan, hari itu
disebut hari raya. Dengan kata lain, ied atau hari raya itu bermakna manusia
senantiasa berubah dan baru. Perubahan ini dapat dilakukan hanya di balik
bayang-bayang hubungan kontinyu dengan Allah. Idul Adha juga menjadi hari raya
saat para jemaah haji telah melalui sejumlah tahapan ibadah haji. Idul Adha
menjadi pengawas akan keberhasilan manusia dalam mengalahkan
keinginan-keinginan dirinya.
Menghancurkan keinginan-keinginan
dalam diri manusia dilakukan secara simbolis dengan melakukan korban. Allah
dalam ayat ke-37 surat Haji mengingatkan, jangan membayangkan darah dan daging
hewan-hewan ini akan sampai kepada Allah tapi yang mendapat perhatian Allah
adalah ketakwaan kalian. Allah menginginkan kalian melewati tahapan-tahapan
takwa agar mencapai puncak kesempurnaan dan lebih dekat kepada-Nya. Allah
menginginkan agar daging hewan yang dikorbankan dibagi-bagikan kepada
orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Sekaitan dengan hal ini Rasulullah saw
bersabda, "Allah menjadikan hari Idul Adha dan korban agar orang-orang
miskin dapat mengenyangkan perutnya darinya."
Setelah berkorban dan melaksanakan shalat Idul
Adha, para jemaah haji mulai berbondong-bondong menuju Mekah untuk melakukan
tawaf. Ka'bah yang menjadi pusat perhatian bak magnet kembali menarik para
pecinta Allah untuk mengelilinginya. Dalam kondisi yang demikian, hati mereka
yang melakukan tawaf dipenuhi rasa cinta, semangat dan keimanan. Karena
kehidupan mereka telah beralih menjadi satu hal yang baru. Mereka begitu
gembira hadir di sebuah tempat suci dan melakukan ibadah haji. (Sumber: IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar