Dengan
merujuk pada kitab-kitab hadis dan kitab-kitab terjemahan Ahlu Sunnah, kita
akan memahami bahwa di mata mereka, Imam Husain As memiliki kedudukan yang terhormat
dan memiliki keagungan yang istimewa.
Dan di bawah ini kami akan mengetengahkan sebagian dari biografi beliau:
Kelahiran
Imam Husain As
1. Ibnu
Abdul Barr menulis: "Husain bin Ali bin Abi Thalib dengan julukan Abu Abdillah,
lahir pada tanggal 5 Sya'ban tahun ketiga atau keempat Hijriyah dari seorang
ibunda bernama Fatimah az-Zahra yang merupakan putrid Rasulullah Saw. Dan hal ini
merupakan pendapat dari kalangan pengikutnya."[1]
2. Pada
kitab Akhbar ad-Duwal dituliskan, "Ketika berita tentang kelahiran Husain
As sampai kepada Rasulullah Saw, beliau segera mendatangi rumah putri kinasihnya
Fatimah az-Zahra As, dan mengangkat bayi mungil yang baru lahir tersebut lalu
mengucapkan azan di telinga kanan dan membacakan iqamah di telinga kirinya.
Pada saat itu malaikat Jibrail turun dan memerintahkan kepada Rasul Saw untuk
memberikan nama Husain kepadanya, sebagaimana
hal ini terjadi pula pada saat kelahiran Hasan."[2]
3. Sibth bin al-Jauzi mengatakan, "Julukannya adalah Abu Abdillah, dan
gelarnya adalah Sayid Wafa, Wali, Sibth dan Syahid Karbala."[3]
Ibadah
Imam Husain As
1.
Ibnu Abdurabbah meriwayatkan bahwa seseorang telah berkata kepada Ali bin
al-Husain As, "Kenapa keturunan ayahmu hanya sedikit?" Beliau
menjawab, "Yang membuatku kagum justru bagaimana dia bias memiliki
keturunan sedangkan dalam sehari semalam dia melakukan shalat sebanyak seribu
rakaat, dengan kondisi seperti ini bagaimana dia bias meluangkan waktu untuk
para perempuan?"[4]
2. Ibnu Shabagh Maliki menukil, "Wajah Imam Husain As akan
berubah menjadi pucat pasi ketika berdiri untuk melakukan shalat. Seseorang bertanya,
"Keadaan macam apa ini yang engkau perlihatkan ketika melakukan shalat?"
Imam As bersabda, "Kalian tidak mengetahui di hadapan siapa aku
berdiri."[5]
3.
Zamakhsyari meriwayatkan bahwa suatu kali dia menyaksikan Husain bin Ali As
tengah melakukan thawaf di rumah Ka'bah. Beliau bergerak melangkah ke arah
maqam Ismail dan melakukan shalat di sana. Setelah selesai shalat beliau
meletakkan wajahnya di atas maqam dan mulai menangis terisak-isak sambil
berkata, "Tuhanku! lihatlah, hamba kecil-Mu tengah berdiri di depan
pintu-Mu, lihatlah pelayan kecil-Mu tengah berdiri di hadapan gerbang-Mu, dan
seorang pengemis kini berdiri di depan pintu-Mu." Dan beliau mengulang
kalimat in terus menerus. Setelah itu Imam As keluar dari tempat tersebut dan
menujukan pandangannya pada sekelompok orang yang tengah menyantap sepotong roti.
Imam As mengucapkan salam dan mereka membalasnya lalu mengundang beliau untuk
duduk bersama mereka menyantap makanan. Imam As duduk di dekat mereka dan
bersabda, "Jika makanan kalian ini bukan merupakan sedekah, maka aku akan
menyantapnya bersama kalian." Setelah menyantap makanan, kepada mereka
beliau bersabda, "Sekarang bangkit dan datanglah ke rumahku." Dan Imam
As pun menjamu serta memberikan baju kepada mereka.[6]
4.
Dari Abdullah bin Ubaid bin Umair meriwayatkan dimana ia berkata, "Husain
bin Ali As melakukan 25 kali ibadah haji dengan berjalan kaki, sementara kuda
tunggangannya yang luar biasa itu berada bersamanya."[7]
5.
Ibnu Abdul Barr berkata, "Husain As adalah seorang lelaki yang mulia dan
religius. Dia begitu banyak melakukan shalat, puasa dan haji."[8]
6. Thabari dengan sanadnya dari Dhihak bin Abdullah Masyriqi
menukil bahwa ia berkata, "Ketika berada di padang Karbala, begitu malam
tiba, Husain As dan para sahabatnya akan mengisi keseluruhan malam tersebut dengan
shalat, istighfar, doa dan tadharru'."[9]
Ketabahan
Imam Husain As
1.
Dari Imam Ali bin Husain As diriwayatkan bahwa beliau bersabda, "Aku mendengar dari
Husian As yang bersabda, "Jika seseorang
mencemoohku di telinga kananku dan meminta maaf di telinga kiriku, niscaya aku
tetap akan menerima permintaan maafnya, karena Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib As bersabda kepadaku bahwa beliau mendengar dari kakekku yang mulia Rasulullah
Saw bersabda, "Seseorang yang tidak menerima permintaan maaf dari
selainnya, maka kelak ia tidak akan memasuki telaga -Kautsar- ku, baik dia berhak maupun tidak."[10]
2.
Salah satu dari budak Imam Husain As melakukan suatu perbuatan maksiat yang hal
ini mengakibatkannya berhak untuk mendapatkan hukuman, Imam As memberikan
perintah untuk menghukumnya. Namun si budak memohon belas kasih dari Imam As
dengan mengatakan, "Wahai maula dan junjunganku! Allah Swt dalam salah
satu ayat-Nya berfirman, "… dan orang-orang yang menahan amarahnya …",[11]
mendengar perkataan budaknya tersebut, Imam As lantas bersabda,
"Lepaskanlah dia, aku telah meredam kemarahanku", kembali si budak
berkata, "… dan memaafkan (kesalahan) orang ...",[12] Imam
As bersabda, "Aku telah memaafkannya", lalu si budak melanjutkan dengan
berkata, "Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan",[13] dan Imam As pun bersabda, "Engkau bebas di jalan
Allah Swt", setelah itu beliau memerintahkan supaya memberikan hadiah yang layak untuk si budak.[14]
Kemuliaan
Imam Husain As dalam Lisan Rasulullah saw
1.
Bukhari dengan sanadnya dari Na'im menukil bahwa Ibnu Umar telah ditanya, "Apa
hukum bagi seorang muhrim (seseorang yang tengah melakukan ihram) yang membunuh
seekor lalat? Dalam menjawab pertanyaan ini dia berkata, Lihatlah, orang Irak
bertanya tentang hukum membunuh seekor lalat sementara mereka telah membunuh
putra dari putri Rasulullah Saw, sedangkan mereka telah mendengar Rasulullah
Saw bersabda, "Hasan dan
Husain adalah bunga-bungaku yang beraroma semerbak dari dunia ini."[15]
2. Hakim Naisyaburi dengan sanadnya dari Salman menukil bahwa
aku mendengar dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Hasan dan Husain adalah
dua putraku, barang siapa mencintainya berarti dia mencintaiku, barang siapa
mencintaiku berarti dia mencintai Allah dan barang siapa mencintai Allah, maka
ia pasti akan masuk surga. Dan barang siapa memusuhi keduanya berarti dia memusuhiku,
barang siapa memusuhiku berarti ia memusuhi Allah dan barang siapa
memusuhi-Nya, maka ia pasti akan masuk neraka."[16]
3.
Demikian juga dengan sanad dari Ibnu Umar yang menukil bahwa Rasulullah Saw
bersabda, "Hasan dan Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni
surga, sedangkan ayah mereka lebih baik dari keduanya."[17]
4. Turmudzi dengan sanadnya dari Yusuf bin Ibrahim menukil bahwa
aku mendengar dari Anas bin Malik yang mengatakan, "Telah bertanya kepada
Rasulullah Saw, "Manakah dari ahli baitmu yang lebih dekat denganmu?"
Beliau bersabda, "Hasan dan Husain." Dan beliau senantiasa bersabda kepada
putrinya Fatimah az-Zahra As, "Wahai putriku, panggilkan kedua putraku
kemari", setelah itu beliau akan menciumi keduanya dan meletakkan mereka di
dada mulia beliau."[18]
5. Ya'la bin Marrah mengatakan, "Kami tengah keluar dari
rumah bersama Rasulullah saw untuk menghadiri undangan. Pada pertengahan jalan
Rasulullah Saw melihat Husain tengah asyik bermain. Dengan cepat beliau
melangkah ke depan dan membuka kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluknya,
akan tetapi Husain berlari ke sana kemari, keduanya lantas tertawa hingga akhirnya
Rasul saw berhasil menangkapnya. Kemudian beliau meletakkan salah satu dari
kedua tangannya di bawah dagu Husain dan meletakkan tangan lainnya di antara
kepala dan kedua telinganya lalu menciuminya. Setelah itu bersabda,
"Husain berasal dariku dan aku berasal darinya. Allah mencintai siapa yang
mencintainya. Dan ketahuilah, Hasan dan Husain adalah dua cucu dari
cucu-cucuku."[19]
Dengan
sedikit merenungi perkataan Rasul Saw ini, maka kita akan bias mengetahui bahwa
kalimat pertama mengisyarahkan pada poin bahwa sesungguhnya Husain As berasal
dari Rasulullah Saw, karena meskipun ayahnya adalah Imam Ali As akan tetapi karena
berdasarkan nash ayat Mubahalah beliau merupakan jiwa Rasulullah Saw, maka Imam
Husain As tergolong sebagai putra Rasulullah Saw.
Sedangkan mengenai
kalimat kedua, kami
mengatakan bahwa setelah menyampaikan
risalahnya, Rasulullah Saw tidak lagi bertindak sebagai sosok secara pribadi melainkan
bertindak sebagai sosok penyampai risalah. Beliau merupakan rahasia dan teladan
dimana padanyalah risalah terwujud dengan seluruh dimensinya. Dengan demikian
berarti, kehidupannya tak lain adalah risalahnya dan risalahnya tak lain adalah
kehidupannya.
Dari
sisi lainnya, kita mengetahui bahwa usaha setiap ayah adalah memiliki keturunan
yang akan menjadi pelanjut generasi dan menjadi penjaga risalah serta penerus
jalannya. Dalam kaitannya dengan Imam Husain As, karena beliau menghidupkan risalah
Rasulullah Saw dengan kebangkitan, revolusi dan kesyahidannya, maka Rasulullah
Saw dalam kedudukannya bersabda, "Aku berasal dari Husain", dengan
artian bahwa pribadiku, risalahku dan kelanjutan risalahku bergantung pada
wujud dan keberadaan Husain As. Oleh karena itulah sehingga dikatakan Islam
diciptakan oleh Muhammad saw dan dilanjutkan oleh Husain As.
6.
Yazid bin Abi Yazid mengatakan, "Suatu hari, Rasulullah Saw keluar dari kamar
Aisyah dan pandangannya tertuju ke rumah Fatimah putrinya. Saat itu dari rumah
Fatimah terdengar suara tangisan Husain, lalu beliau bersabda, "Wahai
Fatimah! Apakah engkau tidak mengetahui
bahwa tangisan Husain akan
menyiksa dan mengusik ketenangan
hatiku?"[20]
7.
Hakim Naisyaburi dengan sanadnya dari Abu Hurairah menukil bahwa ia berkata,
"Aku menyaksikan Rasulullah Saw menggendong Husain bin Ali As sambil
bersabda, "Ya Allah! Aku mencintainya maka cintailah dia."[21]
Imam
Husain As dalam Lisan Para Sahabat
1.
Anas bin Malik mengatakan, "Setelah Imam Husain As syahid, pasukan Umar
bin Sa'd mempersembahkan kepala beliau kepada Ibnu Ziyad. Setelah menerima
kepala tersebut, Ibnu Ziyad mulai memukul-mukulkan dan mempermainkan kayu yang
berada di tangannya ke arah gigi-gigi mulia Imam As … dalam hati aku berkata, "Betapa
hinanya perbuatanmu ini Wahai Ibnu Ziyad! Dulu aku menyaksikan sendiri Rasulullah
saw senantiasa menciumi tempat yang saat ini engkau pukuli."[22]
2. Zaid bin Arqam mengatakan, "Aku duduk di dekat
Ubaidullah bin Ziyad ketika kepala Husain As diberikan kepadanya. Ibnu Ziyad
mengambil kayu kecil dan membuka kedua bibir Husain As dengannya. Aku berkata
padanya, "Hai Ibnu Ziyad! Engkau memukulkan kayu tepat pada tempat dimana Rasulullah
Saw telah menciuminya berulang-kali." Mendengar perkataan ini Ibnu Ziyad
naik pitam dan dengan nada marah berkata, "Cepatlah bangkit! Engkau hanyalah
lelaki tua yang telah kehilangan akal."[23]
3. Ismail bin Raja' menukil dari ayahnya yang berkata, "Aku
tengah berada di antara sekelompok orang-orang yang berada di masjid Rasulullah
Saw dimana di antara mereka terdapat pula Abu Sa'id Hadri dan Abdullah bin
Umar. Tak berapa lama kemudian, Husain bin Ali As melintas di samping kami dan
mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Abdullah bin Umar diam menunggu
mereka selesai menjawab salamnya, setelah itu dengan suara lantang dia berkata,
"Wa alaika salam wa rahmatullah wa barakatuh." Lalu dia menghadap
kepada hadirin dan mengatakan, "Apakah kalian ingin aku mengatakan siapa penghuni
bumi yang paling dicintai oleh penghuni langit?" Mereka berkata,
"Tentu!" Lalu Abdullah bin Umar mengatakan, "Dan dia adalah
lelaki Hasyimi ini, yang tidak bersedia lagi bercakap denganku setelah perang Shiffin.
Ketahuilah, jika dia rela terhadapku, maka hal ini lebih membahagiakan bagiku
daripada memiliki unta-unta merah."[24]
4.
Jabir bin Abdullah Anshari mengatakan, "Barang siapa ingin melihat penghuni
surge maka dia harus melihat Husain As, karena aku mendengar Rasulullah saw
mengatakan hal ini."[25]
Haitsami
dalam kitabnya Majma' az-Zawaid juga menukil hadis ini dan pada ulasan terakhir
dia menutup dengan mengatakan, "Rijal hadis ini adalah shahih dan benar
selain Rabi' bin Sa'd dimana dia adalah tsiqah dan terpercaya."[26]
5. Umar bin Khathab mengatakan kepada Imam Husain As,
"Perkembangan yang ada pada kami (yaitu Islam) terjadi karenamu."[27]
6.
Suatu hari Abdullah bin Abbas mengambil pelana kuda milik Imam Hasan dan Imam Husain As. Sebagian yang
menyaksikan hal tersebut melecehkan dan mencemooh apa yang tengah dia lakukan,
mereka mengatakan, "Apakah engkau mengetahui bahwa usiamu lebih tua dari
mereka berdua?!" Ibnu Abbas berkata, "Kedua orang ini adalah putra-putra
Rasulullah saw, bukankah merupakan sebuah keberuntungan bagiku bahwa akulah dan
kedua tangankulah yang mengambil pelana kuda kedua orang ini?!"[28]
Imam
Husain As dalam Pandangan Para Tabi'in
1. Muawiyah berkata kepada Abdullah bin Ja'far, "Engkaulah sayyid dan pemimpin
Bani Hasyim!" Dalam menjawab perkataan Muawiyah ini Abdullah bin Ja'far berkata,
"Pembesar Bani Hasyim bukan diriku melainkan Hasan dan Husain As."[29]
2. Ketika Marwan bin Hakam menyarankan pembunuhan terhadap Imam
Husain As, Walid bin 'Utbah bin Abi Sufyan–Gubernur Madinah–berkata,"Wahai
Marwan! Demi Allah! Aku tidak menyukai dunia
dan segala yang ada di
dalamnya ini menjadi milikku sementara aku harus membunuh
Husain As. Subhanallah! Apakah aku harus membunuhnya hanya karena
ia tidak memberikan baiatnya? Demi
Allah! Aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa siapa yang membunuh Husain As,
maka di hari kiamat kelak, mizan dan timbangan amal dan perbuatannya akan menjadi
sangat ringan."[30]
3. Ibrahim Nakha-i mengatakan, "Seandainya aku berada di
antara orang-orang yang membunuh Husain As lalu masuk surga, maka sungguh, aku
akan sangat malu dan tidak punya muka untuk memandang raut wajah Rasul
Saw."[31]
Imam
Husain As Dalam Pandangan Para Ulama Ahlusunnah
Dengan
merujuk pada kitab-kitab sejarah dan terjemahan-terjemahan Ahlusunnah kita akan
menemukan bahwa Imam Husain As telah menjadi sosok yang mereka puji dan
elu-elukan, dan sebagian dari mereka yang melakukan hal ini adalah:
1.
Ibnu Hajar Asqalani
"Husain
bin Ali bin Abi Thalib As, Hasyimi, Aba 'Abdillah, Madani, adalah cucu
Rasulullah saw, setangkai bunga milik Rasul saw dari dunia ini, dan ia
merupakan salah satu dari dua pembesar dan pemimpin para pemuda penghuni
surga."[32]
2.
Zarandi Hanafi
"Husain
As begitu banyak melakukan shalat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Dia adalah
seorang lelaki yang pemurah dan mulia. Dia juga telah melakukan ibadah haji sebanyak
25 kali dengan berjalan kaki."[33]
3.
Yafa'i
"Aba
Abdillah al-Husain bin Ali As adalah setangkai bunga milik Rasulullah saw,
cucu, pelanjut risalah kenabian, tempat kebaikan, kemuliaan dan
kebesaran."[34]
4.
Ibnu Syirin
"Langit
hanya dua kali menangis, yaitu setelah kesyahidan Yahya bin Zakariya, dan ia
tidak pernah menangis lagi kecuali karena kematian Husain As. Ketika Husain As
terbunuh, langit berubah menjadi hitam pekat sehingga bintang-bintang terlihat
bercahaya pada siang hari sedemikian hingga bintang gemini terlihat oleh mata
pada sore hari. Tanah merah menjadi longsor, dan selama tujuh hari tujuh malam langit
berubah warna seperti bercak-bercak darah."[35]
5. Abbas Mahmud 'Uqqad
"Keberanian
Husain As merupakan sebuah sifat yang tidak asing lagi baginya, karena
keberanian tersebut merupakan sifat yang mengalir langsung dari sumbernya. Dan
hal ini merupakan sebuah keutamaan yang diwarisi dari ayah-ayahnya kemudian dia
wariskan kepada keturunan setelahnya… tidak ada seorangpun di antara bani adam
yang lebih berani darinya dan melakukan tindakan sebagaimana yang terjadi di
Karbala … dan telah cukup menjadi sebuah kebanggaan baginya dimana hanya dialah
di dunia ini yang selama ratusan tahun
tercatat dalam sejarah sebagai seorang syahid, putra syahid dan ayah dari para
syahid …"[36]
6. Dr. Muhammad Abduh Yamani
"Husain
As adalah seorang lelaki yang abid dan rendah hati. Dia senantiasa terlihat dalam
keadaan berpuasa dan terbangun pada malam hari untuk melakukan ibadah. Dia senantiasa berlomba-lomba dengan yang lainnya dalam
melakukan kebajikan, dan dalam persoalan-persoalan kebaikan dialah yang
senanitasa menjadi pihak pertama yang bertindak lebih cepat dari yang lainnya
…"[37]
7.
Umar Ridha Kahalah
"Husain
bin Ali merupakan pembesar Irak dalam masalah fiqih dan ia merupakan sosok yang
pemurah."[38]
Kesyahidan
Imam Husain As
Suyuthi
menukil dalam kitabnya bahwa, "…Syahadah dan terbunuhnya Husain As terjadi
pada hari Asyura. Pada hari itu matahari mengalami gerhana total dan ufuk langit
memerah hingga enam bulan setelah kesyahidannya. Dan mega merah ini senantiasa
terlihat, sementara hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dikatakan
bahwa pada hari itu tidak ada sebuah batupun di Baitul Muqaddas yang berpindah
dari tempatnya kecuali di bawahnya akan terlihat darah segar yang mengalir …"[39]
___________________________________
[1] Al-Isti'ab, jilid 1, hal. 143.
[2] Akhbar ad-Duwal wa Atsar al-Awwal, hal. 107.
[3]
Tadzkiratul Khawash, hal. 232.
[4]
Al-'Iqdu al-Farid, jilid 2, hal. 220.
[5]
Al-Fushul al-Muhimmah, hal. 183.
[6]
Rabi' al-Abrar, hal. 210.
[7] Shifat ash-Shufwah, jilid 1, hal. 321; Asad
al-Ghayah, jilid 3, hal. 20.
[8]
Al-Isti'ab, jilid 1, hal. 393.
[9]
Tarikh Thabari, jilid 5, hal. 421.
[10]
Nazhm Durari as-Simthain, Zarandi, hal. 209.
[11]
Qs. Ali Imran: 134.
[12]
Ibid.
[13]
Ibid.
[14]
Wasilah al-Maal, Hadhrami, hal. 183.
[15]
Shahih Bukhari, jilid 5, hal. 33; Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab
Manaqib al Hasan wa al-Husain.
[16]
Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 166.
[17]
Ibid, hal. 167.
[18]
Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 323, raqam 3861.
[19]
Al-Mu'jam al Kabir, J, 22, hal, 274,
Kanzul Ummal, jilid 13, hal 662,
Tarikhu Dimasyq, jilid 14, hal. 150.
[20]
Majma' az-Zawaid, jilid 9, hal. 201.
[21]
Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 177.
[22]
Dhahair al-Uqba, hal. 126.
[23]
Kanzul Ummal, jilid 7, hal. 110, Asad al-Ghabah, jilid 2, hal.
21.
[24]
Asad al-Ghabah, jilid 3, hal. 5.
[25]
Nazhmu Durari as-Simthain, Zarandi, hal. 208; Al-Bidayah wa
An-Nihayah, jilid 8, hal. 225.
[26] Majma' az-Zawaid, jilid 9, hal. 187.
[27]
Al-Ishabah, jilid 1, hal. 333.
[28]
Ibid.
[29]
Kamal Sulaiman, Husain bin Ali as, hal. 173.
[30]
Ibid, hal. 147.
[31]
Al-Ishabah, jilid 1, hal. 335.
[32]
Tahdzibu At-Tahdzib, jilid 2, hal. 299.
[33]
Nazhmu Durari as-Simthain, hal. 208.
[34]
Mar'atu al-Jinan, jilid 1, hal. 131.
[35]
Tarikh Ibnu 'Asakir, jilid 4, hal. 339.
[36]
Abu as-Syuhada, hal. 195.
[37]
'Allamu Auladakum Muhabbatu ali Baiti Nabi saw, hal. 133.
[38]
A'lamu An-Nisa, jilid 1, hal. 28.
[39]
Tarikh al-Khulafa, hal. 160, bab Yazid bin Muawiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar