![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7p2CNz7OyJXPcmZigG0Slmq2bOLdbeLoDv9Jc1_7kX_kAHTxj5cJklEPVZbtsVN6SHghJOSvL_H-ofEe1HlmMUsrE-7dcE0Ntt2JO3mXmtd116gn56g3ea2UZGvrJbodotctI-i7LYJfa/s200/CG3BD9.png)
Namun dikarenakan beliau tidak sempat menyusunya, sebagian apa yang beliau sampaikan itu hilang akibat beberapa peristiwa dan sebagian pendapat serta pemikiran beliau telah dikumpulkan dan disusun setelah beliau wafat sejak beberapa waktu yang cukup panjang.
Sebagian pidato dan ucapan-ucapan beliau
tentang itu semua sampai sekarang masih dapat kita baca dan kita kaji dalam
kitab Nahjul Balâghah yang disusun oleh pemikir besar Islam bernama
Sayyid Syarif Ridha. Begitu menakjubkan kata-kata Imam Ali dalam kitab itu,
sampai-sampai ratusan ulama tertarik menyempatkan diri mengkaji dan memberikan
syarah atau komentar.
Tidak ada orang yang membantah
kedalaman dan keluasan ilmu beliau yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun
kecuali Rasulullah saww. Setelah Al-Quran dan hadis Rasul, balaghah dan
kefasihan beliau tidak dapat ditandingi siapa saja. Kenyataan ini diakui oleh
para ulama dan para ilmuan, termasuk non-Muslim setelah menyaksikan pesona
kata-kata Imam Ali dalam Nahjul Balâghah, sebuah kitab kebanggaan umat
Islam khazanah warisan peninggalan manusia besar ini. Dalam kitab ini, kita
bisa menyaksikan sebagian diantara sekian banyak tanda-tanda yang membuktikan
betapa Imam Ali telah menghabiskan usianya dalam renungan, pengkajian dan pembahasan.
Nahjul Balâghah yang terdiri dari pidato dan
ucapan-ucapan Imam Ali tersebut, meliputi berbagai macam persoalan, termasuk
akidah, pengenalan terhadap Allah, alam semesta dan hukum kuasalitas,
keistimewaan manusia serta kondisi berbagai umat, moral, sistem pemerintahan,
sosial dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Namun dalam pidato-pidato
itu, maksud utama Imam Ali bukan sekedar mengajarkan ilmu-ilmu alam atau
teori-teori filsafat. Tujuan utama beliau adalah untuk mengantar manusia ke
hakikat yang tinggi melalui ketajaman indera dan logika. Yaitu hakikat yang
akan menggiring manusia menuju Sang Khâliq yang Maha Esa. Kitab ini dari segi
kesusasteraan dan seni yang memanfaatkan lafaz-lafaz Arab, tiada tara dan
tandingnya.
Beliau mengesankan seorang filosof
Ilahi terkemuka manakala beliau menerangkan masalah-masalah Tauhîd dan
sifat-sifat Allah. Dalam menerangkan masalah Jihad, beliau akan tampak sebagai
panglima perang yang pemberani yang sekaligus sangat tajam dan terperinci dalam
menjelaskan strategi perang kepada para komandan pasukan bawahannya. Dan yang
tak kalah pentingnya adalah ketajaman pemikiran-pemikiran beliau dalam
menjelaskan dasar-dasar pemerintahan. Sehingga praktis ahli-ahli sejarah
menyebutnya sebagai negarawan. Beliau juga dikenal sangat fasih berbicara
mengenai rumus-rumus keterbelakangan dan kemajuan berbagai peradaban serta
jalan menuju ketenteraman sosial, politik dan militer.
Syaikh Muhammad Abduh, salah seorang
komentator Kitab Nahjul Balâghah mengatakan: "Dalam kalimat-kalimat
Imam Ali terlihat hakikat mukjizat. Tokoh besar ini, dengan kalimat-kalimatnya
ada kalanya mengantar manusia ke alam supernatural dan ada kalanya pula ia
menggiring perhatian manusia kepada suasana alam dunia. Keberanian dan
keteguhan telah beliau kristalkan, dan ketika beliau mensifatinya, seorang yang
pemberani pun akan bergetar, dan jika ia menjelaskan mengenai cinta dan kasih
sayang, orang yang keras hati pun akan tersentuh."
Mengenai keagungan kitab Nahjul
Balagah serta kefasihan dan kebalighan Imam Ali as yang tiada taranya, telah
banyak dikemukakan oleh para pemikir termasuk ilmuan dan pemikir non-Muslim.
Narse Sean, seorang politikus Inggris ketika berbicara tentang Nahjul
Balâghah mengenai Imam Ali mengatakan: "Jika sang pembicara
(kalimat-kalimat di Nahjul Balâghah ini sekarang berdiri di mimbar
Kufah, maka kalian akan menyaksikan wahai kaum Muslimin bahwa masjid Kufah
dengan segala keluasannya akan diterjang gelombang rakyat Maroko untuk menimba
lautan ilmu Ali ibn Abi Thalib."
Pesan-pesan Imam Ali as. mengandung
berbagai konsep yang sangat bermakna. Ia membukakan pintu bagi manusia menuju
Allah. Seorang pengkaji beragama Kristen bernama Amin Nakhlah dalam ucapan yang
disampaikannya kepada seseorang yang meminta agar memilihkan kalimat-kalimat indah
Imam Ali ibn Abi Thalib yang termuat dalam kitab Nahjul Balâghah menulis
dalam bukunya: "Berbinar-binar rasanya manakala kubaca lembaran-lembaran
kitab Nahjul Balâghah. Namun aku tidak tahu bagaimana aku harus memilih
kalimat-kalimat yang termuat dalam kitab itu. Pekerjaan ini benar-benar ibarat
memilih mutiara di antara mutiara-mutiara lain. Namun akhirnya pekerjaan ini
selesai juga. Tapi sebenarnya tanganku telah meninggalkan mutiara-mutiara yang
lain, karena pandanganku telah dibingungkan oleh cahaya kalimat-kalimat itu.
Sejumlah kalimat itu telah kupilih, dan ingatlah bahwa sinar kalimat-kalimat
itu adalah cahaya dari kefasihan dan kebalighan (mudah ditangkap dan difahami
serta indah) kata-kata Ali ibn Abi Thalib.
Memang mempelajarai
pandangan-pandangan Imam Ali dalam berbagai masalah akan menggiring hati
manusia kepada suasana alam yang sangat menakjubkan. Khotbah-khotbah beliau
diakui sangat dalam dan penuh makna. Masalah akhlak dan penyucian jiwa dalam
khotbah-khotbah beliau juga termasuk masalah yang paling diutamakan. Karena
penataran moral sangat berperan dalam usaha membangun masyarakat yang sehat.
Menurut beliau, kejujuran adalah
fokus penting dalam masalah-masalah akhlak. Bahkan beliau memandangnya sebagai
salah satu tanda keimanan dan mengatakan bahwa seseorang yang jujur selalu
mendapat kemuliaan dan pendusta akan jatuh ke jurang kemusnahan.
Dalam pidato Imam Ali dapat kita
saksikan bahwa kejujuran adalah salah satu hal yang esensial dalam sebuah
kehidupan yang sederhana dan sehat. Imam Ali as dalam sebuah pidatonya mengenai
kehiduapan yang bahagia menjelaskan sebagai berikut:
"Betapa hinanya seseorang yang
bersikap merendah di saat memerlukan dan bersikap angkuh pada saat tidak
memerlukan. Memuji seseorang secara berlebihan adalah menjilat dan sebaliknya,
memuji seseorang tidak dengan pujian yang semestinya adalah hasud. Seseorang
yang mencari-cari kekurangan dan aib masyarakat dan menilainya sebagai
keburukan, kemudian aib itu ia terima, maka orang ini tak punya harga diri. Apa
yang tidak kau lakukan, janganlah kau ucapkan. Janganlah kau lakukan kebaikan
hanya untuk riya' dan janganlah kau tinggalkan kebaikan hanya karena
malu."
Imam Ali as dalam pidato-pidatonya
tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap masalah-masalah manusia dan
kehidupan. Setiap poin mengenai itu semua telah beliau sampaikan dalam bentuk
ungkapan-ungkapan yang sangat menarik.
Imam Ali as pernah berpesan bahwa
seseorang tidak perlu mempersoalkan kekhilafan orang lain selama tidak
menggangu kemaslahatan masyarakat. Beliau juga sangat mencela
"ghibah" atau mempergunjing orang lain. Imam Ali as. berpesan bahwa
seseorang demi menjaga akhlaknya dari dosa dan noda hendaknya menyesalinya
dengan segala keikhlasan kepada diri sendiri.
Dalam hal ini beliau mengatakan:
"Sesalilah segala sesuatu yang menuntut penyesalanmu jika kau lakukan,
karena (orang lain) tidak akan menuntut penyesalan atas perbuatan baik."
Maksud Imam Ali as ialah seseorang
hendaknya tidak keberatan menyatakan penyesalannya jika berbuat hal yang
tercela dan membuatnya malu di depan orang lain, begitu pula di depan diri
sendiri. Karena ini adalah perbuatan baik, dan perbuatan baik bukan hanya tidak
membuat malu seseorang, malah justru memuliakan seseorang.
Diantara masalah penting dalam Nahjul
Balâghah adalah masalah hak-hak manusia dan kewajiban setiap individu dalam
bermasyarakat. Imam Ali telah membahas masalah ini dalam berbagai kesempatan.
Antaranya adalah mengenai hubungan timbal balik antara hak seorang pemimpin
dengan rakyat.
Imam Ali as tidak menilai hubungan
itu sebagaimana layaknya hubungan penguasa dan rakyat, sehingga seorang
pemimpin punya hak mutlak untuk dipatuhi dalam arti tidak ada celah sama sekali
bagi rakyatnya untuk mengkritiknya. Hubungan ini, menurut Imam Ali harus
didasari rasa tanggungjawab rakyat dan para pemimpin untuk menciptakan keadilan
sosial dan maslahat umum. Karena masing-masing memiliki hak dan tugas-tugas
tersendiri.
Imam Ali dalam khutbahnya yang ke 34
dalam kitab Nahjul Balâghah mengatakan:
"Wahai masyarakat! Aku selaku
pemimpin kalian, memiliki hak atas kalian dan kalianpun punya hak atas diriku.
Adapun hak kalian atasku adalah aku harus berkhidmat demi keinginan-keinginan
baik kalian. Aku harus menjalankan hak-hak kalian atas baitul-mâl, aku
harus mendidik kalian agar tingkat pengetahuan kalian bertambah. Dan dengan
demikian kalian akan mengerti hak yang kumiliki atas kalian, yaitu kalian harus
menepati janji yang pernah kalian berikan kepadaku, baik didepanku atau tidak,
jadilah kalian orang yang baik. Berilah respon yang positif jika aku menyeru
kalian untuk mengerjakan sesuatu, dan janganlah kalian berusaha untuk
berkelit."
Dalam pidatonya yang lain, Imam Ali
pernah mengingatkan bahwa seorang pemimpin hendaknya tidak menanti pujian dan
penghargaan dari masyarakat atas tugas-tugas yang telah ia laksanakan. Imam Ali
juga berpendapat bahwa rakyat hendaknya bisa meletakkan posisinya sebagai
penasehat pemimpinnya dan tidak perlu takut atau segan menyampaikan kritik bila
kebijaksanaannya perlu dikritik. Dalam hal ini, beliau berkata:
"Janganlah kalian berkata kepadaku seperti
kata-kata yang biasa disampaikan kepada orang yang zalim. Janganlah kalian
keberatan menjelaskan kebenaran sebagaimana kebenaran disembunyikan di depan
masyarakat yang murka. Janganlah kalian menjilat dan berlagak di hadapanku.
Yakinlah bahwa perkataan yang hak bagiku adalah sangat berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar